"Masuk Ju, silahkan duduk.." ujar Pak Wahyu datar ketika aku sudah berada di depan pintu ruang kerjanya.
Aku tersenyum, kulihat tidak ada tanda keseriusan seperti jika ada masalah sulit.
"Begini Ju, hasil rapat dengan dewan Direksi kemarin memutuskan bahwa per 1 Februari 2001 akan ada rotasi kerja Team Audit kita. Team yang biasa bertugas di wilayah Timur akan bertugas di wilayah Barat, Team wilayah Barat bertugas di wilayah Tengah dan Team wilayah Tengah bertugas di wilayah Timur. Hal ini saya sampaikan person by person karena sifatnya flexible, jadi satu Team bisa saja berubah personilnya. Menurut kamu bagaimana, Ju..?" demikian pertanyaan Pak Wahyu.
"Bagi saya itu bukan masalah, Pak. Saya menerima apapun kebijaksanaan perusahaan. Dan bagi saya bekerja dengan siapapun saya bersedia, walaupun anggota Team akan berubah." jawabku diplomatis.
Setelah terlibat beberapa obrolan sekitar 45 menit, "Baik kalau begitu, sebagai anggota Team akan ada surat yang harus ditanda tangani dan kita lihat saja schedule-nya lusa. Bersiap-siapuntuk wilayah Barat ya, Ju..!" kata Pak Wahyu sambil berdiri dan mengulurkan tangan menjabat tanganku.
Aku menjabat tangannya dan mohon diri dari ruangan Pak Wahyu.
Sambil berjalan menuju ruanganku, yang terlintas dalam pikiranku adalah, "Aku akan menjalani wilayah kerja Barat, hmm Padang.. bagaimana perkembangannya ya..!"
Aku tersenyum membayangkan akan bertugas ke Padang, Pekanbaru, Batam, Medan dan Aceh. Teringat kembali masa indah saat kuliah di sebuah PTN di Padang. Tapi yang penting dengan solid-nya Team, kami dapat menjalani tugas yang dibebankan perusahaan.
"Ju.. jangan lupa hari Senin 6.30 udah dijemput lho.." keta sekretaris divisi yang mengurus keberangkatanku beserta Team ke Padang mengingatkan saat kami akan berpisah di parkiran Jumat sore itu.
02 April 2001 kuisi appointment di Siemens S35-ku.
Pukul 6.15 - To Airport.
Aku tersenyum membayangkan tugas terakhir kami di semester 1 tahun ini. Success..! Itu yang kami harapkan.
"Julian..!" ucapku saat mengenalkan diri kepada Manager cabang yang kami kunjungi.
"Dean.." balasnya ramah dengan senyumnya yang hangat dan simpatik, usianya 28 th (hebat.. di usia muda sudah mencapai posisi puncak) lebih tua 2 tahun dari usiaku.
Kami terlibat obrolan serius mengenai tugas kami, tapi dalam perbincangan tersebut beberapa kali dia menatapku dalam-dalam sambil tersenyum menggoda (itu yang aku rasakan..). Aku menepis perasaanku, semoga tidak ada arti 'lain'.
Hari-hari berlalu di kota Padang, dalam setiap kesempatan setelah jam dinas, aku, Tony dan Tanti menyempatkan berjalan-jalan di kota Padang ditemani beberapa orang karyawan. Tak banyak perubahan yang tampak, kebersihan masih tetap terjaga, tapi yang menyolok adalah maraknya prostitusi di sepanjang jalan Diponegoro. Tugas kami hampir selesai, tinggal penyusunan laporan, dan akan disampaikan pada hari Kamis di depan Branch Meeting dengan seluruh karyawan.
Selama beberapa hari bertugas, aku selalu menghindari pertemuan berduaan dengan Pak Dean, perbincangan kami selalu bersama Team. Hingga setelah evaluasi pada hari Kamis pukul 19.30 WIB, dia mengundang kami untuk diner di sebuah Hotel berbintang di bilangan Bundo Kandung ditemani Pak Hendri dan Pak Ray pejabat cabang. Dia selalu menempatkan dirinya di sampingku sambil menanyakan beberapa hal yang berkaitan dengan dinas, diselingi pertanyaan yang bersifat pribadi.
Makan malam itu berjalan lancar, canda-canda ringan mengiringi suasana sehingga tidak terkesan kaku. Ternyata Pak Hendri satu almamater denganku saat kuliah di sebuah PTN di Padang, dia lebih tua 5 tahun dariku. Dan Isteri Pak Ray ternyata teman Tanti semasa SMU di Bandung. Sepertinya banyak kebetulan yang membuat kami saling bernostalgia.
Saat akan pulang aku menghampiri mobil yang kunaiki saat akan berangkat tadi. Ternyata itu adalah mobil Pak Dean, sementara Tony dan Tanti naik mobil lain bersama Pak Hendri dan Pak Ray. Aku grogi menghadapi situasi ini dan berusaha untuk pindah ke mobil Pak Ray bersama Tony dan Tanti.
"Nggak apa Pak Julian, bareng saya saja.." kata Pak Dean.
"Iya Pak Ju, lagian saya mau membawa Bu Tanti ke rumah saya nih, biar ketemu dengan isteri saya.." tambah Pak Ray.
"Gue juga ikut Ju, lu pulang duluan aja deh ya.. see you tomorrow.." timpal Tony.
Aku merasa terpojok dengan situasi seperti ini, akhirnya hanya dapat pasrah, dan Pak Dean akan mengantarku ke Hotel di jalan Juanda yang kami tempati.
Laugh and cry, live and day life is a dream we are dreaming day by day. I'll find my waylook for the soul and the meaning, then you look at me, and I'll always see what I've been searching for.. I'm lost as can be, then you look at me and I'm not lost anymore.
Tembang manis Celine Dion mencairkan suasana sepanjang perjalanan, Pak Dean beberapa kali mencuri-curi pandang ke arahku saat kami bercerita. Aku ceritakan bahwa aku fresh graduated saat masuk Bank tempat kami bekerja. Dan aku pernah tinggal di kota Padang sekitar 5 tahun untuk menyelesaikan kuliah di sebuah PTN di Padang.
Pak Dean banyak bertanya tentang aku, tentang kesendirianku.
Saat memasuki lapangan parkir, "Boleh mampir nggak Pak Ju..?" tanya Pak Dean.
"Hmm.. boleh Pak, silakan..!" jawabku tergagap.
Dengan alasan agak sakit perut, Pak Dean mampir ke kamarku dan menggunakan toilet di kamarku.
"Pak Ju, saya agak gerah nih, boleh saya mandi sekalian..?" tanya Pak Dean dari dalam kamar mandi.
"Iya, silakan Pak.." jawabku setengah berteriak.
Setelah Pak Dean selesai mandi, aku juga bergegas mandi. Selesai mandi, kulihat Pak Dean berbaring di spring bed sambil menonton TV hanya menggunakan kaos dalam dan celana kerjanya.
"Wah.., kamarnya nyaman ya, Ju. Bisa-bisa saya betah dan ketiduran disini nih.." kata Pak Dean.
"Kalau mau bermalam, ya silakan aja Pak.." jawabku basa-basi.
"Nggak usah panggil Pak, deh Ju.. panggil Dean aja. Usia kita kan nggak berbeda jauh. Tapi bener nih nggak keberatan..?" tanya Pak Dean lagi.
Upps.. aku jadi bingung menghadapinya, sebab bed di kamarku hanya ada double bed (satu bed untuk dua orang). Pertanyaan dan ucapannya selalu menjebakku, aku mulai merasakan sesuatu akan terjadi padaku malam ini.
Kulirik jam tanganku, sudah menunjukkan pukul 10.00 malam. Aku beranikan diri rebahan di sampingnya sambil menyaksikan tayangan HBO. Dia bersandar ke sisi tempat tidur dan tersenyum ke arahku dan memancingku bercerita tentang dunia gay. Dia juga mengaitkan dengan kesendirianku. Aku berusaha mengelak dan mengatakan aku bukan gay. Walau sebenarnya sejak SMU aku sudah merasakan kalau aku gay, tapi aku selalu menutup rapat keinginanku itu. Aku takut..!
Dia mulai bercerita kalau dia pernah melakukan cinta sejenis, dia katakan hubungan itu terindah yang pernah dia rasakan. Karena saling berbagi kepuasan dan saling mengerti keinginan. Dia mengatakan feeling-nya yakin kalau aku juga gay, tetapi masih malu mengakui walau sebenarnya ingin merasakan keindahan hubungan itu. Aku luruh mendengar cerita dan perhatiannya, aku katakan aku tidak pernah menghindari bergaul dengan kaum gay, tetapi aku belum berani untuk memulai. Ternyata jawabanku itu membuanya semakin berani, dia mulai memelukku. Dan mengatakan akan membimbingku supaya berani menerima kenyataan hidup.
Aku rasakan debaran yang luar biasa, sampai aku sulit untuk bernafas. Kakiku gemetaran dan kukatakan aku tidak berani memulainya. Tapi karena dia sudah berpengalaman, dia berusaha membimbingku ke arah kemesraan yang dalam.
Aku berdoa dalam hati, "Jika Tuhan tidak menginginkan aku jatuh ke dalam pelukannya, kuatkan aku untuk menolaknya."
Tapi keadaan tidak berubah, karena mungkin seharusnya dari hatiku sendiri yang menolak perlakuan ini. Aku sadar aku yang salah dan aku lemah, stimulasinya begitu membangkitkan gairahku, ditambah bau parfum yang melekat di kaos dalamnya semakin membuaiku.
Dia mulai menciumi leherku, dan mengajariku French kiss yang sensasinya kurasakan luar biasa. Saat berciuman aku menutup mataku, sambil berciuman dia membuka bajuku dan celanaku satu persatu. Akhirnya tubuh kekar itu (178/66) menindih tubuhku (168/56) tanpa dapat aku menghindar lagi. Aku larut dalam buaian asmara yang liar. Dia menciumi setiap lekuk tubuhku, gairahnya begitu liar, sehingga dalam setiap ciumannya disertai hisapan yang meninggalkan bekas merah pada tubuhku.
Saat dia mencapai penisku yang masih terbungkus celana dalamku, aku menghindar dan membalas perlakuannya dengan membuka pakaian serta celananya satu persatu. Mulut kami terus saling pagut, saling sedot dan lidah kami saling berpilin. Aku hanyut.
"Biarkan aku menikmatimu, biarkan hasrat ini terpuaskan.." bisikku manja pada Dean.
Dia mengangguk "Silakan Ju.. puaskanlah seluruh dahagamu. Nimatilah setiap detik permainan ini. I'm yours tonight.." sahut Dean sambil berbaring menerima seranganku.
Kunikmati setiap lekuk tubuhnya, kuciumi dari bibir, puting, perut hingga daerah penisnya. Penisnya bagus sekali, walaupun belum disunat tetapi kulupnya selalu tertarik saat penisnya ereksi, warnanya sama dengan warna kulitnya yang kuning bersih. Sempat terbersit ragu untuk mengulum penisnya, tapi aku yakin dia bersih, sehingga bagai anak kecil yang diberi ice cream, aku nikmati "ice cream" ini dengan sepenuh hatiku. Kukulum, aku keluar masukkan di mulutku sambil kuhisap, aku hanya mengingat dari apa yang kubaca dan kusaksikan di vCD gay.
Dean menikmati permainanku sambil mendesah, "Hhhmm.. ah.. aa.. teruskan Ju.. ahh.. ahmm.. you're so wonderful tonight hhmm aahh.." sampai pada klimaksnya, dia memberiku kode untuk tidak mengulum penisnya dan, "Crot.. crott.." beberapa kali semburan spermanya membasahi wajahku.
Kucium bau sperma itu, Dean mencegahku untuk menjilatnya, "Jangan Ju, jijik.." katanya.
Setelah aku membersihkan wajahku dengan handuk, aku merasakan gairahku sudah mereda dan aku tidak menginginkan sex lagi.
Tapi ternyata Dean masih penasaran dan ingin memuaskan aku, "Please Ju.. I'll make you satisfied.." rengeknya manja.
"Don't do that Dean, not now. I'm not ready tonight.." balasku sambil mengenakan pakaianku.
"Cukup, kamu sudah membuatku puas tanpa harus melakukan hal itu padaku, it's enough" jelasku lagi.
Akhirnya dia membersihkan diri dan berpakaian, lalu berbaring lagi di sampingku.
"Apa yang ingin kamu rasakan lagi, Ju.." tanya Dean.
"Malam ini aku ingin berbaring dan tidur dalam dekapanmu. Dean.., aku ingin merakan kehangatan seorang pria yang selama ini aku cari.." jawabku.
Malam itu Dean menginap di kamarku, dan kami tidur dalam senyum ketenangan, saling berbagi kehangatan.
And you say you see, when you look at me the reason you love life so thought lost. I have been I find a love again, and live just keeps on running. You look at me and life comes from you..
Senandung cinta itu yang kulantunkan dalam mimpiku, aku telah menemukan seseorang yang dapat mengerti aku. Aku akan labuhkan cintanya di hatiku. Aku akan memberikan apapun yang dapat kuberikan. I love you Dean..
Bersambung . . . . .