Dengan lapar, Veri menjilat-jilat bagian tubuhku yang lain, seperti dada, perut, paha. Cahaya lampu kamar kami yang sangat terang menerangi tubuh telanjangku. Veri dapat menikmati ketelanjanganku dengan sempurna. Untuk pertama kalinya, kami merasa sangat bebas dan tanpa diliputi kecemasan. Hanya ada kami berdua saja di dalam kamar itu, memadu kasih dan bercinta. Ketika Veri tiba di selangkanganku, dia berhenti untuk mengagumi alat kelaminku. Seperti anak kecil yang mendapat mainan baru, Veri asyik memainkan penisku. Karena aku belum disunat dan juga karena kulupku tak normal, Veri tidak bisa mengekspos kepala penisku. Namun dia cukup puas bermain dengan penisku. Demi kepuasannya, aku sengaja mencukur semua bulu di tubuhku, termasuk rambut kemaluanku. Memang tidak sempurna karena bercukur seorang diri itu susah sekali.
Tiba-tiba Veri mencaplok kemaluanku dan mulai menghisapnya. Hisapannya kuat dan bertenaga. Sejujurnya, aku memang kurang dapat merasakan sensasi nikmat akibat dioral karena penisku terbungkus kulup, namun tetap saja asyik. Veri sengaja memusatkan perhatiannya pada lubang penisku karena hanya bagian itulah yang terekspos. Lidahnya dengan ahli menggoda lubang kencingku dan membuat birahiku naik seketika. Cairan precum mengalir keluar sebagai tanda bahwa aku sangat menikmatinya. Veri menjilati cairan itu dan buru-buru menciumku. Ya, kami berbagi cairan precumku. Rasanya nikmat sekali dapat saling berbagi cairan tubuh. Sesaat, Veri kembali memandangiku. Jarinya membelai-belai halus wajahku.
"Aku menyayangimu, Endy," bisiknya.
"Oh, Veri, kasihku, aku juga amat sangat menyayangimu. Aku mencintaimu," kupeluk Veri. Saya berharap waktu dapat berhenti saja pada saat itu agar aku bisa tetap berpelukan dengannya untuk selamanya.
"Hisap batangku donk, sayang," bujuk Veri di telingaku.
Dengan nakal, Veri menjilati daun telingaku. Bagian itu juga nerupakan bagian sensitifku sehingga sekujur tubuhku merinding nikmat. Oohh.. Pria ini memang mengerti setiap bagian dari peta tubuhku. Bagaimana aku dapat menolak permintaannya? Veri berlutut dan menyodorkan kemaluannya ke depan mulutku. Tanpa ragu, aku buka mulutku dan langsung mengoralnya.
"Hhoohh.. Enak sayang.. Aahh.."
Mulutku yang hangat dan basah menyelimuti kepala penisnya. Air liurku melumasi permukaan kulitnya dan melindunginya dari pergesekan. Batang kemaluannya keluar-masuk mulutku dengan irama tetap. Aku harus berjuang karena aku ingin memberikan yang terbaik untuk Veri-ku. Aku ingin dia merasakan kepuasan yang belum pernah dia dapatkan dari pria lain yang pernah ditidurinya. Sekarang aku adalah kekasihnya dan sudah menjadi kewajibanku untuk melayani Veri.
"Hhoohh.. Hhoohh.." Veri meremas-remas rambutku seraya mengendalikan irama hisapanku.
Penis Veri sungguh terasa enak dan nikmat sekali. Aku senang menghisapnya. Mendengar erangan nikmat yang keluar dari mulutnya membuatku senang karena itu berarti aku telah berhasil memberikan kenikmatan padanya. Sengaja kuhisap lebih keras lagi. SLURP! SLURP! Hisapanku telah berhasil menghisap cairan precum keluar dari lubang kencingnya. Langsung saja kujilat habis. Cairan precum adalah cairan terenak di dunia, di samping cairan sperma. Tapi aku hanya menyukai precum dan sperma milik Veri saja karena dialah pria yang kucintai. Aku tak mau merasakan cairan dari pria lain, terasa menjijikan. SLURP! Tubuh Veri bergetar saat kusedot cairan itu dari penisnya. Ah, enak sekali..
"Hhoohh.. Hisap terus, sayang.. Aahh.. Jangan stop.. Oohh.. Hampir sampai.. Aahh.." Veri mempercepat ritme penetrasinya. Mulutku digunakan untuk menuntaskan hasrat birahinya.
"Hhoohh.. Yyeeaahh.. Aahh.."
Napas Veri semakin cepat; dadanya yang agak bidang terlihat naik-turun. Butiran-butiran keringat muncul dari dalam pori-porinya. Sambil menyedot batang kejantanannya, kuremas-remas bolanya dengan lembut. Dan kurasakan bola itu mengembang dan..
"Aarrgghh!!" Veri mencapai klimaks. Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Kutampung semua semprotan spermanya di dalam mulutku sambil tetap terus menghisapnya. Aku tahu, Veri pasti sangat menikmatinya.
"Aarrgghh!! Oohh!! Aahh!! Aahh!!" Sperma Veri terasa asin dan pahit tapi enak sekali. Kutelan semuanya tanpa sisa. Kuperas penisnya sampai tetes air mani yang penghabisan.
"Hhoohh.." desahnya, menyeka keringat yang bercucuran di dadanya.
Aku bangun dan duduk di ranjang. Melihat dadanya yang basah berkeringat membuatku sangat terangsang. Kuserang dadanya dengan jilatan-jilatan maut. Veri kaget dan menggeliat-geliat geli sewaktu lidahku menjilati keringatnya dan juga memainkan putingnya. Tubuh Veri memang sangat sensitif, mudah sekali kegelian. Hal ini agak menyusahkan jika aku ingin menjilati dan memainkan bagian-bagian sensitif tubuhnya. Tapi aku suka jika Veri gampang kegelian karena aku pernah mendengar bahwa jika pasangan kita gampang kegelian, itu menandakan bahwa dia akan mencintai kita seumur hidup. Mungkin hal itu benar karena seingatku, semua mantanku tak ada yang sensitif terhadap rasa geli, mungkin karena itulah tak ada dari mereka yang benar-benar mencintaiku. Tapi Veri berbeda; hanya Veri yang mudah kegelian. Dan itu pertanda bahwa Veri sungguh-sungguh mencintaiku..
Veri membaringkanku di atas ranjang. Kedua kakiku dilebarkan dan anusku terpampang jelas. Desahan napas kekaguman terdengar dari mulutnya. Veri tersenyum mesum padaku sambil menunjukkan jarinya. Dua jarinya segera melesat masuk ke dalam anusku dan langsung disambut dengan erangan nikmatku.
Aku tak tahu kenapa Veri suka sekali mempermainkan anusku dengan jarinya. Tapi aku menyukai perlakuannya itu sebab rasanya nikmat sekali. Sebenarnya aku mengharapkan agar Veri mau menyodomiku dengan penisnya, namun rupanya dia ingin menyimpannya untuk acara malam besok.
"Aarrgghh.. Enak banget, Ver.. Oohh.."
Sebelah tangannya dipakai Veri untuk mengocok batang kemaluanku yang sekeras baja. Cairan precumku mengalir turun membasahi tangannya. Namun Veri terus saja mengocok batangku seraya menusuk-nusuk lubang pantatku.
"Aarrgghh.. Uugghh.. Veri.. Aahh.. I love you.. Oohh.. Aahh.." Veri hanya tersenyum mesum dan malah menusukkan jarinya semakin dalam sehingga mengenai prostatku. Dan aku pun berorgasme dengan hebat.
"Aarrgghh!!" Tanpa dapat ditahan, spermaku muncrat lagi, lagi, dan lagi.
Seperti lelehan lava, spermaku yang putih dan kental meleleh turun dengan deras. Penisku terus-menerus berkontraksi untuk mengeluarkan air mani. Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Dan aku hanya bisa mengerang dan terus mengerang.
"Oohh!! Uugghh!! Aahh!! Hhoohh!!" Veri tak mau melepaskan penisku. Dia tetap memerasnya. Bahkan saat aku telah berhenti berejakulasi, Veri masih saja memerahku.
"Aahh.. Hhoohh.." desahku, menahan sisa-sisa orgasme yang masih tersisa di tubuhku.
Cairan spermaku berceceran di sekujur tubuhku dan bahkan di ranjang. Namun Veri tidak langsung mencabut jarinya. Dia sengaja menariknya keluar perlahan sekali.
Veri merayap naik dan menciumku lagi. Kami berpelukan dan bergulingan. Spermaku berbusa akibat digesek-gesekan dengan tubuhnya. Veri berbaring telentang dengan tubuhku di sampingnya. Aku didekap di dadanya; kepalaku menempel di atas dadanya. Detak jantungnya terdengar jelas sekali. Kuraba-raba dadanya namun Veri kegelian.
"Veri, kenapa dulu aku menolak bertemu denganmu? Kenapa dulu aku terlalu setia pada mantanku?", kataku tiba-tiba.
"Tapi bagaimana pun juga sekarang kita sudah berdua, Endy sayang. Kita pasangan kekasih. Dan tak ada kata terlambat untuk itu. Aku bahagia bisa memilikimu. Biar saja pria-pria gay yang lain iri hati melihatmu di pelukanku karena kamu hanya milikku seorang. Mereka hanya bisa membayangkanmu tapi tak bisa memilikimu. Oh sayang, kamu akan selamanya setia padaku 'kan?"
"Tentu saja, Veri. Sayangku, kamu tak perlu mencemaskan hal itu. Aku telah menemukan pasangan sejatiku setelah bertahun-tahun masa pencarianku. Aku menemukan kamu. Terima kasih telah mencintaiku dengan tulus, Veri. Aku janji, aku takkan pernah meninggalkanmu. Malah aku yang cemas kamulah yang akan meninggalkanku," jawabku agak manja. Mendengar hal itu, Veri hanya tertawa saja.
"Sayang, jangan khawatir. Aku akan selalu berada di sisimu. 'Kan aku sudah janji?" Veri mendaratkan sebuah ciuman mesra di atas keningku.
"Sudahlah, sekarang kita tidur, yuk. Besok kita banyak acara. Aku mau membawamu melihat keindahan istana Versailles dan menara Eiffel. Kamu pasti suka, sayang."
Veri membelai-belai rambutku dan bahkan menyanyikan sebuah lagu pelan untuk mneidurkanku. Aku merasa sangat aman dan dicintai. Pelukannya begitu hangat dan nyaman. Aku langsung tertidur pulas, dipeluk olehnya. Aku baru membuka mataku saat pagi menyapa kami.
*****
Pagi itu juga, kami berangkat ke istana Versailles dengan taksi. Istana mewah bekas kediaman Raja Louis XIV hanya berjarak sekitar 16 kilometer dari ibukota Paris. Dalam beberapa jam saja, kami sudah tiba di sana. Kami ikut dalam rombongan tur terbuka yang diselenggarakan oleh pihak istana. Veri sibuk membolak-balik buku panduan Versailles. Namun karena matanya lebih sering tertuju padaku daripada pada buku panduan, saya mengambil alih buku itu. Dengan begitu, kami berdua bisa mengetahui lebih banyak tentang istana itu dan Veri pun bisa memandang wajahku tanpa gangguan.
Ternyata istana Versailles sudah berdiri sejak tahun 1634 dan mulanya berfungsi sebagai tempat perburuan dan peristirahatan Louis XII. Namun anaknya, Louis XIV mengubah tempat itu menjadi sebuah istana kediamannya yang megah, lengkap dengan taman. Versailles hampir dimusnahkan pada saat Revolusi Perancis tahun 1789. Kini Versailles sudah dipugar dan nampak cantik seperti dulu.
Bersambung . . . .