Sambungan dari bagian 01

Pengalaman pertama bersanggama inilah yang mungkin akhirnya mempengaruhiku menjadi cewek yang dapat dikatakan gila seks. Bayangkan, kami melakukan ini dua sampai tiga kali setiap malam (kecuali kalau aku lagi menstruasi, tentunya) dengan berbagai gaya yang berbeda. Prast memang pandai dalam membuatku jadi pecinta yang gila, dan yang aku herankan, aku pun yang pendiam ini terbawa permainannya. Lebih-lebih lagi, kata Prast, dia kadang-kadang sampai heran dan kewalahan mengatasi kemampuanku bertahan dalam bermain seks selama lebih dari satu atau dua jam.



Pernah pada suatu hari, ketika itu kami sedang KKN di desa yang memang terpencil, kebetulan kami ditempatkan di desa yang sama, kami minta ijin untuk pulang ke kota perguruan tinggi kami untuk mengurus proposal dana KKN. Kostku sepi karena KKN di universitasku memang dilaksanakan setiap musim liburan, akhirnya Prast memutuskan untuk menginap di tempatku. Kami bercinta seharian, baik di kamarku, ruang tamu, dapur ataupun kamar mandi. Selama tiga hari kami nikmati kebebasan itu dengan bercinta. Berbagai gaya kami coba karena gairah yang kami pendam hampir sebulan lebih di desa KKN tidak mampu melakukan percintaan.

Siang itu sebelum besoknya kami berencana untuk kembali ke desa KKN, kami bercinta sampai petang menjelang. Prast dan aku rebahan di ruang tamu sambil nonton TV. Namun berakhir dengan bergumul dan saling mencium. Rangsangan yang dilakukannya sangatlah efektif. Kami yang waktu itu baru saja selesai mandi setelah bercinta, kini mulai terlibat melakukan foreplay lagi, yang tampaknya akan disusul dengan percintaan.

Satu yang kucinta dari cowok ini adalah kepandaiannya melambungkan emosiku naik turun. Kadang dia bergerak cepat tanpa menghilangkan kemesraan, lalu menurunkan temponya begitu saja seolah tidak niat bercinta dan menungguku untuk aktif memulai percintaan.

Begitu juga siang itu, setelah merangsangku habis-habisan, tiba-tiba dia berhenti diam mematung. Aku yang sadar akan hal itu segera bertindak aktif sebelum suasana menjadi dingin. Aku harus menciuminya dan melepas celananya tanpa menggunakan tangan. Fantasi kami memang cukup liar. Kugigit lepas kancing bajunya satu per satu. Kuciumi seluruh dada dan perutnya. Lidahku menari menyusuri sampai ke pusar dan kususul dengan kancing celananya. Agak sulit memang, karena tanganku kubiarkan saja diremas oleh Prast. Setelah kancing celana lepas, barulah celana itu kuturunkan dan baju Prast kulepas.

Prast menyuruhku untuk mengambil bantal dari kamarku. Aku heran, gaya apa lagi yang akan kami pakai, namun kuturuti saja. Aku disuruhnya untuk rebah dan ternyata bantal itu dia pakai untuk mengganjal pantatku. Akibatnya, kemaluanku kurasakan mengembang dan terbuka lebar. Aku heran, tahu darimana dia tentang hal ini.

Perlahan, diciuminya pusar dan daerah sekitar kiri and kanan kemaluanku. Rasanya sungguh menggelitik. Aku gemas dan meraih kepalanya lalu mengarahkannya ke kemaluanku. Setelah puas menciumi lalu dia mulai menjilati bagian dalam vaginaku. Dia menyuruhku untuk tidak memakai tanganku. Uuugh, rasanya ingin aku menempeleng dia akibat siksaan kenikmatan yang amat sangat. Aku tidak mampu berbuat apa-apa. Tanganku hanya mampu mengepal dan mengejang di samping tubuhku, sementara dia dengan bebasnya menjilati klitorisku dan vaginaku yang terbuka lebar. Dia tiup lubangku dengan mesranya, dingin. Kembali aku terbuai, karena tiupannya disusulnya dengan gigitan pada bibir kemaluanku yang kurasakan makin gatal dan panas.

Akhirnya saat yang kunanti tiba juga. Dia mulai bangkit dan dengan mudahnya memasukkan penisnya ke lubangku yang terbuka lebar menganga. Tanganku mengangkat ke atas, sementara Prast bertumpu pada kedua tanganku. Teriknya siang itu jadi bertambah panas dengan percintaan kami berdua. Kami terdiam beberapa saat lamanya tepat setelah Prast melakukan penetrasi. Aku hapal dia, Prast sedang berusaha menikmati kehangatan bagian dalam kemaluanku. Memang, waktu kami berhenti dan diam, aku dapat merasakan denyutan penis Prast dalam lubangku. Sementara lubangku pun juga berdenyut-denyut memijit batang penisnya. Kediaman itu justru menambah kenikmatan.

Prast memang pandai dalam bercinta. Dia pula lah yang mengajariku cara untuk menggerakkan otot kemaluanku, terutama bibir dan dinding kemaluanku, sehingga aku dapat memijit penisnya tanpa harus melakukan gerakan apapun. Inilah yang kami lakukan siang itu. Mencoba menikmati kediaman dengan merasakan denyutan penis Prast dan pijitan vaginaku.

Setelah beberapa lama, Prast akhirnya bergerak juga naik turun menusukkan penisnya ke lubangku. Aku secara naluriah mengimbanginya dengan menggoyangkan pantatku. Ternyata bantal yang ditaruhnya di pantatku sangat menolong. Biasanya agak susah untuk mengoyangkan pantatku akibat tekanan Prast, namun kali ini gampang saja, karena relatif lebih licin. Hampir lebih dari satu jam kami melakukannya sebelum akhirnya Prast mengangkatku untuk berganti gaya.

Tanpa melepas penisnya dari kemaluanku, Prast mengangkat tubuhku yang relatif kecil (beratku 41 kg). Agak susah memang, tapi dia memang pintar. Waktu dia mencoba mengangkat tubuhku, otomatis aku memeluknya erat dan ini membuat penisnya tenggelam lebih dalam ke lubangku. Sementara itu, waktu tubuhnya telah tegak dan aku menggelayut memeluk lehernya, tangannya mengangkat pahaku agar penisnya tidak lepas dari vaginaku. Betisku (sebenarnya tungkai) kulingkarkan ke lehernya untuk membantu dia agar aku tidak terjatuh.

Dan waktu dia mencoba memperbaiki posisi berdirinya sambil memanggulku, inilah yang kurasakan sangat intens. Penisnya dengan kasar menyodok kelaminku karena memang tidak ada kontrol waktu tubuhku diangkatnya agar posisi kami lebih baik. Lalu dengan kasarnya tubuhku dilambung-lambungkan pelan. Hunjaman batang penisnya kurasakan sangat menyiksaku. Tetapi justru tusukan yang terasa kasar, dalam dan tidak terkontrol ini malah menambah intens ketegangan kemaluan kami berdua.

Tetap dalam posisi yang sama, disandarkannya punggungku ke tembok. Waktu dia berjalan ke tembok, karena aku masih menggantung dan kemaluannya masih tetap tertancap di lubangku, maka sangat terasa hentakan ketika Prast melangkah dan ini membuatku makin gila. Setelah bersandar barulah aku agak tenang. Kami mencoba berhenti sebentar untuk menikmati momen ini. Kurasakan batang Prast berdenyut naik turun meskipun dia dalam posisi diam. Sementara kurasakan lendirku turun melumasi batang penis Prast. Kemaluanku pun terasa berdenyut-denyut. Aku lihat Prast merem melek menikmati remasan lubang vaginaku atas penisnya. Lembut aku diciumnya.

Karena sulit untuk mendapatkan kenikmatan waktu bersandar di tembok, aku meminta Prast agar menggendongku keliling ruang tamu. Sebenarnya ini hanya alasanku saja, karena aku telah dibutakan oleh sensasi kenikmatan kasarnya sodokan penisnya yang tadi kurasakan waktu dia memanggulku. Prast mengiyakan dan langsung mengangkat kembali tubuhku dengan memperbaiki sanggaan atas pahaku dan membawaku berjalan keliling ruang tamu. Pelan saja, pintaku, yang dijawabnya dengan anggukan. Wajahnya tenggelam di antara kedua belah payudaraku yang tidak terlalu besar (dada 34B, lingkar pinggang 27).

Aduuh, nikmatnya merasakan tusukan kasar dalam gerakan jalan lambat seperti ini, batinku. Makin lama, kurasakan jalan Prast bertambah cepat dan hentakan yang terasa pun makin kuat. Tempo permainan itu pun makin cepat. Tanganku makin erat melingkari lehernya. Aku tidak mau jatuh. Sedangkan aku juga tidak mau begitu saja Prast menanggung berat badanku dengan kedua lengannya. Hentakan penisnya makin lama makin hebat. Aku mengerang. Kutancapkan kukuku di punggungnya. Aku hampir orgasme. Inikah kenikmatan cinta?

Setelah mengelilingi ruang tamu empat kali, aku akhirnya mencapai orgasme yang teramat sangat nikmat. Direbahkanya aku di meja dapur dan dibiarkannya aku menikmati puncak kenikmatan itu. Tusukannya dipercepat di atas meja itu. Kakiku yang sekarang terangkat di pundaknya mengejang. Sementara tanganku berpegangan erat pada kedua sisi meja dan tangan Prast bertumpu pada pundakku. Tiba-tiba dicabutnya batang penisnya dari lubang vaginaku dan dikocoknya di hadapanku. Rupanya ia pun hampir mencapai orgasme.

Tidak lama kemudian, dimuncratkannya spermanya ke pusarku. Ada sekitar tujuh kali semburan dahsyat disertai beberapa kali muncratan sisa spermanya. Bahkan wajahku pun bersimbah sperma yang tidak sengaja muncrat, bercampur dengan keringat akibat teriknya siang itu dan sanggama kami. Puas rasanya siang itu.

Satu hal lagi yang kusukai dari Prast adalah kekuatannya bersanggama. Meskipun telah beberapa kali bersanggama dan memuntahkan spermanya, ia masih kuat untuk melakukannya lagi ketika kami mandi berdua siang itu. Butuh waktu dua jam bagi kami untuk mandi dan bersanggama lagi setelah lebih dari satu jam bersanggama sebelumnya siang itu. Kami mandi di dua kamar mandi yang berseberangan tanpa menutup pintu sebelum akhirnya memutuskan untuk mandi bersama dan bersetubuh lagi di kamar mandi.

Pernah suatu kali kami mencoba main dengan gaya kasar. Kata Prast ini adalah 'bondage' atau penyiksaan. Beberapa kali aku pernah melihatnya waktu kami nonton film blue Jepang. Apa salahnya ini kami praktekkan pula.

Waktu itu dua hari setelah ulang tahunku ke duapuluh tiga di bulan september. Mahasiswa baru biasanya masuk sekitar bulan Agustus. Sementara mahasiswa lama baru mulai kuliah sekitar awal September. Itu pun masih banyak yang bolos hingga akhir September, bahkan lebih. Kostku memang masih sepi, karena mayoritas isinya mahasiswa senior. Sebenarnya bisa saja kami bercinta di rumah Prast, karena ia memang tinggal sendirian. Tetapi kami lebih suka melakukannya di kostku.

Malam itu hari Rabu sekitar jam delapan lebih (karena layar emas di TV swasta sudah mulai), kami bercinta. Kali ini tanpa foreplay, Prast menyuruhku untuk mengambil sabuk. Aku turuti dan kuambil sabuk kimonoku. Ternyata sabuk kain itu ia gunakan untuk mengikat tanganku. Direbahkannya aku di tempat tidurku. Tanganku menghadap ke atas. Diciuminya aku dengan kasar. Seperti yang aku telah katakan, kami berdua memiliki fantasi seksual yang liar. Meskipun aku pendiam, namun urusan seks aku sangat berpikiran progresif. Kalau ada sesuatu yang baru, kenapa tidak dicoba untuk sekedar menyegarkan suasana.

Prast masih duduk di atas tubuhku, ketika tiba-tiba dirobeknya bajuku dengan kasar. Aku menyukai gayanya. Bra-ku pun direnggutnya. Padahal biasanya dia menggigit hook bra-ku sampai lepas. Kali ini sangat berbeda. Setelah itu, giliran rokku yang ditariknya ke bawah hingga kancingnya pun lepas. Seperti telah kukatakan, aku lebih senang memakai rok tanpa celana dalam. Kini aku telah telanjang bulat di hadapannya.

Dia lalu berdiri dan melepas kaus serta celananya satu persatu hingga bugil. Kulihat penisnya mengacung tinggi di atasku. Ooh, indahnya. Dia turun dari kasur dan tubuhku diseretnya hingga kakiku berjuntai di pinggir tempat tidur. Posisi pantatku yang berada di bibir tempat tidur membuat kemaluanku merekah lebar. Sementara tanganku masih terikat ke atas. Dengan kasarnya dipukulkannya batang penisnya ke vaginaku. Sakit sekali rasanya, tapi aku telah terbuai oleh kenikmatan yang akan kunikmati. Pelan-pelan dia naik ke ranjang dan ditamparkannya kembali batang penisnya ke pipi kanan dan kiriku berulang-ulang.

Turun dari ranjangku, diambilnya ikat pinggangnya yang kubelikan untuk hadiah ulang tahunnya. Ujung ikat pinggang yang terbuat dari logam itu dipukulkannya ke perut dan kemaluanku. Nikmat sekali rasanya meskipun sakit. Aku mengaduh kesakitan, namun memintanya untuk terus menyakitiku. Tiba-tiba dimasukkanya dua jarinya ke dalam lubang kemaluanku dan dihunjam-hunjamkannya dengan kasar. Sementara tangan kanannya digunakannya untuk menjambak rambutku. Kini posisiku seperti udang goreng, melengkung. Satu karena jambakan Prast, dan yang satu lagi karena hunjaman jarinya atas kemaluanku.

Tidak puas dengan dua jari, kini tiga jarinya dimasukkan ke lubangku. Jari telunjuk dan manis masuk ke lubang, sementara jari tengahnya menggosok-gosok klitorisku, terasa geli setengah mati. Nikmat bercampur geli, namun aku tidak dapat berbuat-apa-apa karena terikat. Tanganku yang terikat tidak memungkinkan aku bergerak bebas. Kakiku menendang ke sana kemari. Tiba-tiba Prast menghentikan hunjamannya. Diambilnya sabuk yang tadi dipergunakannya untuk mencambukiku. Diikatnya kakiku dengan sabuk itu. Satu ke kaki tempat tidur kiri dan kaki kananku diikatnya dengan tali tasnya ke kaki kanan ranjangku.

Kini aku tergeletak mengangkang, terikat, telanjang dan tidak berdaya bagaikan wanita Jepang dalam film blue. Prast kulihat kembali mendekati diriku dan menciumi vaginaku yang terbuka lebar. Diambilnya bantal dan diganjalkannya ke bawah pantatku. Waktu diganjalkannya bantal itu, karena kakiku terikat, otomatis ikut tertarik dan pergelangan kakiku terasa sakit sekali. Kembali ia naik ranjangku dan disodorkannya penisnya ke wajahku. Posisinya yang berada di atas tubuhku persis tidak memungkinkanku untuk menghindar. Aku tahu, aku harus mengulumnya seperti layaknya permen saja.

Dulu waktu pertama kali aku harus mengulum penis Prast, terus terang aku merasa jijik. Tetapi Prast memang mungkin telah mempersiapkan segalanya. Biasanya sebelum memintaku mengulum penisnya, dia ke kamar mandi dulu untuk mencuci barangnya hingga bersih. Sehingga waktu aku pertama mengulumnya tidak terlalu merasa jijik.

Kini pun aku akan melakukannya lagi. Segera kujulurkan lidahku untuk menjilatinya. Aku merasa bagaikan anjing yang memohon pada tuannya untuk diberi makan. Kujilati ujung penisnya (glan). Prast merem melek kegelian karena nikmat. Ditariknya lagi penisnya dan dipukulkannya ke pipi dan mataku berulang kali. Aku mengaduh kesakitan, namun itu tidak akan menghentikannya, karena ia tahu aku menyukai dan menikmati rasa sakit yang kualami.

Kusodorkan mulutku untuk mengulumnya, namun Prast kembali menyiksaku dengan jalan menaikkan posisi tubuhnya sehingga aku harus berusaha keras untuk dapat menggapai ujung penisnya. Tubuhku harus meregang, yang tentu saja kembali menyakitkan pergelangan kakiku meskipun kedua tanganku terikat bebas tidak ditalikan di kedua kepala ranjang.

Tiba-tiba saat tubuhku meregang ke atas mencoba menggapai penisnya, Prast menurunkan tubuhnya, sehingga tak ayal lagi seluruh batang penisnya yang sepanjang 27 centimeter masuk memenuhi seluruh rongga mulutku dan menyentuh anak tekakku. Hampir aku muntah dibuatnya. Bagaimana tidak, kemaluannya yang kupikir cukup panjang itu masuk sampai ke tenggorokanku. Aku sampai tersedak dibuatnya. Segera kukatupkan bibirku ke dalam gigiku sehingga tidak akan melukai batang penisnya. Aku tahu ini karena pernah Prast marah karena gigiku menggores batang penisnya.

Aku segera membasahi penisnya dengan ludahku, lalu kukulum keluar masuk dengan sangat tersiksa karena kakiku sakit terikat. Prast tidak tinggal diam, tubuhnya maju mundur (naik turun) memasukkan seluruh penisnya ke dalam mulutku. Aku tersentak-sentak karena tenggorokanku terisi penuh oleh kemaluannya.

Ia tidak berhenti begitu saja. Tangannya terulur ke belakang dan ujung putingku ditariknya keras-keras. Akibatnya aku pun secara refleks dengan bibir terkatup ke gigi menggigit kemaluannya. Mungkin inilah yang menyebabkan dia merasa begitu menikmati permainan ini. Kusedot keras-keras batang kemaluannya, seiring dengan mengerasnya putingku ditarik. Dicubitinya putingku agar hisapanku tambah kencang. Aku tahu apa yang ia sukai dan ia tahu apa yang kubutuhkan. Kenikmatan kasar.

Setelah beberapa lama, dicabutnya penisnya dari mulutku dan kini aku mulai menjilati buah pelirnya. Aku sruput buah pelir yang berbulu tipis itu. Pernah satu kali Prast menamparku karena aku menyedotnya terlalu kencang. Kini, kuberanikan lagi untuk menyedotnya kencang-kencang agar dia menamparku dan aku terpuaskan. Namun reaksinya berbeda. Bukan tamparan yang kuterima, tetapi tangannya meraih jauh ke vaginaku dan menepuknya keras-keras. Aku mengaduh kenikmatan.

Sekarang dia berdiri di atasku. Kulihat kemaluannya naik turun pertanda nafsu yang memburu tidak keruan. Napasku pun tersengal-sengal karena ingin mendapatkan kenikmatan yang lebih dari sekedar mengulum penis. Aku tertawa terkikik. Prast tersenyum, paham maksudku. Dia turun dari ranjang dan kembali memukulkan batang penisnya ke kemaluanku.

Penisnya yang basah oleh ludahku dengan mudah menerobos lubang senggamaku. Dihunjamkannya dengan keras sehingga tubuhku terangkat naik ke atas ranjangku. Kembali kakiku terasa sakit karena tertarik oleh hentakannya itu. Jempolnya tidak diam, namun turut menekan dan memainkan klitorisku. Aku semakin gila dan kepalaku terayun-ayun ke sana kemari. Kenikmatan yang kurasa sudah tak tertahankan lagi. Aku jebol dan mencapai orgasme yang teramat sangat tinggi. Baru kali ini aku merasa nikmat dan sakit dalam waktu yang bersamaan setelah lebih dari setengah jam bercinta. Pun itu tidak hanya satu kali saja. Karena Prast tidak menghentikan permainannya meskipun ia tahu aku sudah orgasme. Ia belum, itu yang ia pikirkan. Mau tidak mau aku harus tetap melayaninya.

Hunjaman demi hunjaman yang disertai tekanan atas klitorisku kembali merangsangku dan membuatku mampu mengimbangi permainannya. Alat kelamin Prast tetap tegar menusuk lubangku dengan kasarnya. Berulang-ulang kulihat Prast membasahi jarinya dengan ludahnya dan menggunakannya untuk melumasi klitorisku. Nikmatnya kurasa sampai ke ubun-ubun. Vaginaku kembali berlendir setelah agak kering karena orgasme telah lewat. Perih yang kurasakan kini hilang kembali berganti kenikmatan tusukan Prast yang disertai goyangan memutar.

Penisnya kurasakan bagai bor tumpul yang mendera dinding kelaminku. Ujung penisnya terasa menyodok-nyodok dinding rahimku. (Kalau batang penis anda cukup panjang, pasti inilah yang akan pasangan anda rasakan).

Bersambung ke bagian 03