Reff lagu The Club can't Handle Me tiba-tiba mengalun ketika ada panggilan masuk di BB Vani. Nama shasha tampil dilayarnya. "Hai Shasha" sambut Vani dengan suaranya yang agak serak-serak basah. Sexy, menurut gue. Di ujung lainnya Shasha dengan hebohnya mulai nyerocos tentang suatu party di suatu apartemen salah satu temannya. "Ayo Van, lo ikut ya. Revo bawa temannya yang ga ada pasangan. Lo temenin aja, biar gue bisa bebas sama Revo" rajuk Sasha. "Wait.. wait.. Sapa lagi nih Revo? Cowo baru lagi?" tanya Vani. Vani hampir bisa menebak bahwa diujung sana Shasha nyengir nakal sambil menjawab "Gitu deh.. Lo mau ya?". "Okay.. okay.. gue mau. Awas aja temennya ancur" ancam Vani. "It's a date! Gw BBM lo nanti tentang jam berapa lo bakal dijemput" tuntas Shasha lalu memutuskan sambungan teleponnya. Dan Vani pun beranjak pulang ke kostnya.

Vani sedang berusaha mengancingkan bra-nya ketika terdengar ketukan di pintu kamarnya disusul teriakan suara Shasha yang agak cempreng "Vann... ini gue, Shasha". Sambil membekap bra yang belum terkancing ke dadanya, Vani membuka kunci dan pintu kamarnya sebagian asal cukup buat Shasha untuk masuk. "Ahh.. untung lo udah beres dandan, hottie" ujar Shasha sambil mengecup ringan pipi Vani. "Bantu gue pake bra Sha, biar cepet nih" pinta Vani sambil memunggungi Shasha dan menghadap cermin. Shasha berdiri di belakang Vani dan kedua tangannya meraih kedua ujung kaitan bra Vani. Bukannya memasangkan, Shasha malah melepaskan bra tersebut dan kedua tangannya meraup kedua bongkahan daging yang menggunung di dada Vani. "Aihh...." jerit Vani kaget. "Ihhh... gede amat sih toket lo Van" ujar Shasha iri dari balik punggung Vani. Dengan jahilnya jari jemari Shasha meremas-remas gundukan toket 36C (yeap, they HUGE!). "Aahh.. Udah dong Sha.." rajuk Vani agak sebel sambil melepaskan kedua tangan Shasha. "Iya.. iya.. gue cuma iseng doang. Habiss, gue iri banget liat toket lo. Jadi pengen gue sumpel silicon punya gue" rajuk Shasha sambil memasang kaitan bra Vani. "Eh, lo ga nuduh toket gue palsu kan? Ini asli dari pabrik bo'" ujar Vani agak sewot sambil memakai pakaiannya. Baby doll hitam berenda yang memperlihatkan bahunya tapi menutup rapat dadanya yang massive, dipadankan dengan mini skirt ketat warna putih dan stilleto hitam, Vani sudah siap untuk party malam ini. Shasha bertubuh langsing, pinggang ramping tapi mempunyai pinggul yang lebar dan pantat bulat yang menonjol bikin banyak cowok nafsu untuk meremasnya, memakai mini dress warna hitam yang sedikit menunjukkan belahan dada 34B-nya yang sekal.

Shasha duduk di sebelah Revo, cowok cakep berumur sekitar 25an yang bertubuh tinggi ramping. Jelas kelihatan tajir dari mobil dan pakaiannya. "Pinter juga ni anak cari gebetan" batin Vani yang duduk di jok belakang mobil Revo. Di sebelah Vani adalah cowok yang katanya teman Revo yang butuh pasangan buat party malam ini. Begitu Vani menutup pintu, dengan ramahnya cowok ini mengulurkan tangannya untuk berkenalan. "Gue Ian" kata cowok itu. Vani menjabat tangan yang besar itu sambil meyebutkan namanya. "Gendut. Eh? Besar banget nih cowok" pikir Vani sambil menilai sekilas Ian yang duduk disebelahnya. Ian memang besar. Dengan tinggi 187 cm dan berat 90 kg, Ian terlihat seperti pegulat. Well, paling tidak itulah yang dipikirkan oleh Vani pertama kali. Dengan cepat suasana cair karena Ian ngocol juga anaknya.

Perjalanan ke lokasi party hanya macet sebentar (tumben). Ramai juga. Free flow bir. Snack berlimpah. Shasha dan Vani langsung turun. Beberapa saat kemudian Ian datang menghampiri sambil menyodorkan sebotol bir untuk Van, yang langsung ditenggak sepertiganya oleh Vani. "Haus neng.. Apa doyan?" teriak Ian di dekat kuping Vani untuk mengatasi suara musik hip hop yang berdentam-dentam. Vani hanya tersenyum sambil terus bergoyang. Ian berusaha mengimbangi goyangan Vani, yang mengakibatkan beberapa orang nyaris terpental karena kesenggol tubuh besarnya. Tapi semua lagi happy, jadi no problem.

Setelah beberapa botol bir dan 2 kali ke toilet, tiba Shasha menarik tangan Vani yang saat itu sedang dikerubungi 3 cowok yang berebut mengajaknya turun. "Eh, mau kemana Sha" tanya Vani agak bingung dan sebel karena sedang asyik memilih-milih cowok mana yang mau diajaknya turun dan bergoyang. "Kita pulang" kata Shasha. Tapi Vani tidak percaya begitu saja dengan kata "pulang" Shasha karena Vani melihat senyum nakal Shasha ketika mengatakannya. "Udah deh lo ikut aja" kata Shasha dengan tetap menyunggingkan senyum nakalnya.

"Shasha bilang mau lihat rumah gue" kata Revo di mobil ketika Vani menanyakan tujuan mereka. "Bagus juga. Kita bisa chill out dulu habis party barusan sebelum pulang" tambah Revo sambil membawa mobilnya berzig-zag menyalip beberapa mobil lainnya. "Ngeliat cara lo ngebut kaya gini, gue rasa lo ga pengen sekedar chill out sama Shasha deh" batin Vani nyinyir. Tapi Vani masih asyik saja. Karena Ian dengan serunya ngocol buat Vani & Shasha hahahihi sepanjang perjalanan.

Mobil Revo memasuki perumahan di kawasan Kelapa Gading. Ternyata rumahnya besar juga untuk ukuran ditinggali sendirian oleh Revo. "Toilet mana Hun?" tanya Shasha manja. Revo menunjukkannya. "Gue ikut Sha" sahut Vani. Di dalam toilet, Vani dengan gemasnya meremas pantat sekal Shasha. "Hu uh.. Lo pasti udah horny ya". "Aihh.. apaan sih lo Van" jerit Shasha sambil merengut manja. Sambil duduk di toilet, Shasha merajuk sama Vani "Bantu gue ya Van, temenin Ian ngobrol. Lo tau ndiri, hampir sebulan gue jomblo sebelum akhirnya jadian sama Revo tempo hari" ujar Shasha memelas. "Kering tau.." tambah Shasha dengan senyum nakalnya. "Ihh... slutty banget sih lo" balas Vani agak sebel tapi juga geli. "Setengaahh jam aja.. Lo temenin Ian. Habis itu kita pulang. Janji" kata Shasha sambil menaikkan kembali mini underwear-nya. "Ok deh" sahut Vani. "Ato lo pengen juga digenjot sama Ian" kerling Shasha jahil."Ihh.. jangan sampe deh. Bisa gepeng gue" sahut Vani sewot.

Ketika kedua cewek sintal ini keluar dari toilet, ternyata Revo dan Ian sedang main billiard di tempat yang seharusnya ruangan keluarga. "Gue ikutt.." pinta Vani centil. Dengan agak cemberut, terpaksalah Shasha ikut juga. Dalam sekejap permainan tersebut menjadi berantakan karena Vani dan Shasha memang tidak bisa main billiard. Ketika sodokan Vani yang ketiga membuat bola putihnya terbang ke ujung ruangan, Shasha menimpalinya dengan nyinyir "Gimana ga kaco, lo kan biasanya disodok Van, bukan nyodok". "Uu-uhh.. Apaan sih lo Sha" timpal Vani agak tersipu sambil beranjak mengambil bola putih dari tangan Ian. "Lo berdua terusin aja mainnya ya. Gue mo ngobrol bentar sama Shasha" kata Revo tiba-tiba sambil menarik tangan Shasha untuk ikut naik ke lantai dua dan mengerdip penuh arti ke Ian dan Vani. "Kan belum kelar maennya Hun" rajuk Shasha manja pura-pura keberatan ditarik pergi, padahal Vani yakin memek Shasha sudah menjerit-jerit minta disodok-sodok.

Sepeninggal mereka berdua, Ian menatap Vani sambil cengar-cengir dan berkata "Baiknya lo gue ajarin dulu deh cara nyodoknya sebelum ada yang terluka". "Emang gue seberbahaya itu?! Sebel" tukas Vani sambil menyubit pinggang Ian yang tebal. Tapi Vani tidak keberatan ketika Ian mengarahkan tangannya untuk memegang stick billiard dengan cara yang benar. "Biar lo bisa lihat arah bola putih dengan baik, lo harus nunduk Vani, paling bagus punggung lo jadi sejajar dengan tongkat. Kaki lebarin dikit biar seimbang" jelas Ian. Vani pun membungkuk, dan membungkuk lebih dalam lagi karena Ian menekan punggungnya sehingga dada Vani lebih mendekati meja lagi. "Gini bener An?" tanya Vani. Dua detik kemudian dengan agak kaget Ian baru menjawab "Eh iya, bener. Nah sekarang coba hit bola putihnya perlahan saja. Rasakan ujung stick lo hit ditempat ya lo mau. Hit tengah aja dulu." jelas Ian panjang lebar. Vani tidak tau bahwa perhatian Ian sempat teralih sejenak tadi karena begitu Vani membungkuk, mini skirt-nya ikut terangkat dan Ian sekilas melihat dua bongkah pantat putih Vani dan segaris tipis linen merah ditengahnya. "Anjrit! Ni cewek pake tong. Buseet tadi sekilas gue liat pantatnya mulus dan montok banget" batin Ian gembira.

"Yess.. bolanya lurus larinya" jerit Vani gembira. "Tapi pelan An" kata Vani sambil berbalik ke Ian yang otaknya masih dipenuhi pemandangan sekejap pantat Vani. "Oh iya, jelas pelan. Posisi tangan lo masih ga nyaman pas megang tongkatnya. Dan kaki lo kurang lebar, jadi posisi lo kurang kokoh" balas Ian yang otaknya bekerja keras untuk cari cara agak bisa melihat pemandangan indah itu lagi. Yang sebenaranya sangat gampang terjadi lagi karena rok Vani mini banget memperlihatkan sebagian besar paha putih mulusnya.

"Ayo gue bimbing lo" kata Ian sambil memegang kedua tangan Vani dan meletakkan di posisi stick billiard yang tepat. Vani membungkukkan badannya sejajar dengan meja, membuka kakinya lebih lebar. "Gini bener?" tanya Vani. "Bentar.." kata Ian sambil melangkah dari samping Vani ke belakangnya sehingga kali ini bisa melihat dengan jelas bagaimana setengah bongkah pantat Vani dan tong merah yang membelahnya dengan indah. "Uhh.. itu pasti gundukan memek Vani" batin Ian dengan penuh mesum sambil sedikit membungkukkan badannya. "Kaki lo lebarin dikit lagi Van. Pokoknya sampe lo ngerasa kokoh posisi lo" tambah Ian agak bergetar suaranya karena nafsu birahi mulai naik.

"Gue bantu arahi tangan lo" kata Ian. Tanpa minta persetujuan Vani, Ian ikut membungkuk di atas tubuh Vani dan memegang stick di belakang tangan Vani, sedang satunya berlagak memperbaiki posisi tangan jari kiri Vani. "Awas gue ketindih badan lo ya. Gepeng nanti gue" kata Vani manja. Mendengar suara manja Vani yang agak serak-serak basah, Ian semakin mupeng saja. Apalagi selangkangannya hampir menempel di pantat Vani. Tapi, Ian jago juga "Tenang.. little brother.. tenang. Pelan-pelang aja majunya" ujar Ian dalam hati menenangkan nafsunya yang makin bergejolak dan menahan dirinya untuk tidak langsung menempelkan selangkangannya di pantat Vani (brother, ini sangat susah. Believe me). Dengan dipandu tangan Ian, Vani menyodok bola putihnya lagi. Kali ini karena dibantu power dan arahan Ian, bola putih melaju dengan lurus & cukup kencang untuk hit bola sasarannya. Bunyi benturan bola membuat Vani tertawa puas.. "Yeahh... gue berhasill" jerit Vani senang sambil mengangkat kedua tangannya. Ian ikut terkekeh puas. "Ayo kita coba lagi An, pokoknya sampe gue bisa" ajak Vani yang disambut gembira oleh Ian.

Vani mencoba lagi dan lagi untuk menyodok sementara Ian berlagak membantu Vani memperbaiki poster shootingnya sambil mengambil kesempatan untuk membelai dan meremas pelan tubuh Vani. Yang Ian tidak sadari adalah, remasan Ian di pantat Vani untuk memintanya merendahkan sedikit, dan sentuhan agak lama di paha dalam Vani untuk memintanya melebarkan sedikit pahanya, mulai membuat memek cewek binal ini berkedut-kedut gatal. Jantung Vani mulai berdebar lebih keras dan nafasnya sedikit tersengal. Vani mulai horny. "Sialan, kok gue jadi horny gini sih" umpat Vani dalam hati. Vani melirik jam dan berkata dalam hati "Masih 20 menit lagi sampe si Shasha tuntas dientot Revo". Bayangan bagaimana pantat sekal Shasha dipompa oleh Revo malah membuat memek Vani menjadi agak basah.

"Nah, kita coba lagi ya" suara Ian yang tiba-tiba menyentak Vani dari lamunan mesumnya. "Eh, iya. Ayo kita coba lagi" agak tergagap Vani menyahut. Kembali Vani mengambil posisi membungkuk. Dan Ian kembali Ian terkesiap melihat pemandangan tersebut. Ian sudah nyaris tidak tahan untuk menerjang pantat yang menonjol itu. "Lebarin kaki lo dikit lagi Van" kata Ian sambil memegang dan meremas kedua paha dalam Vani. Vani nyaris mendesah karena sentuhan tiba-tiba di bagian tubuhnya yang sensitif itu. Vani harus menggigit bibirnya ketika tangan Ian yang besar menekan dan meremas pantatnya untuk sedikit diturunkan. Kali ini Ian agak memanjakan tangan kanannya dan meremas-remas pantat Vani lebih lama dari seharusnya. "Sampe kapan tangan lo mo disitu?" damprat Vani pelan belagak galak. "Eh sorry Van. Salah pantat lo sih, manggil-manggil tangan gue" ngeles Ian. "Ih.. kok jadi salah pantat gue" balas Vani dengan senyum dikulum. "Ayo, arahin lagi tangan gue Ian" pinta Vani. Dengan bersemangat Ian menerima permintaan ini.