Aku sedikit menyesal karena aku tidak segera mendapat kerja ketika lulus kuliah. Kini sudah genap 5 bulan umur pengangguranku. Harus kuakui, semasa aku kuliah dulu, hidupku agak kacau, gemar kelayapan malam2, main cewek, mabuk2an, dan hal2 yang bersifat keduniawian lainnya. Kini aku harus menahan itu semua, setidaknya keinginan arus bawahku, karena sekarang sudah tidak ada alasan lagi bagiku untuk meminta uang lebih dari orang tua.

Keluargaku bisa dibilang cukup mampu. Walaupun ayahku hanya seorang pegawai BUMN biasa, tetapi beliau menurutku cukup pintar dengan membuka kantong bisnis dimana2. Misalnya usaha fotokopian, penyewaan playstation ataupun yang baru dibuka setengah tahun ini, sebuah minimarket non franchise.

minimarket tersebut bisa dibilang cukup laris, karena terletak di daerah perumahan baru yang dimana penduduknya membutuhkan barang2 keperluan sehari2 dengan cepat dan mudah. Tetapi ada yang aneh dengan minimarket ini. Sudah tiga bulan perhitungan uang yang masuk dengan stok barang berbeda. Walaupun untung, tetapi uang yang masuk selalu kurang 400-500ribu.

ayahku sedikit curiga kepada Hasna, penjaga minimarket tersebut. Pegawai ayaku memang tinggal disana, di sebuah kamar 2x3 di belakang minimarket tersebut. Dia adalah keponakan pembantu di rumahku, umurnya belum menginjak 20-an, masih 18 atau 19 tahun. Pembantu di rumahku merekomendasikannya untuk menjagai minimarket itu, biasa bantu ibunya jaga di warung, katanya. Anaknya tampak lugu, dan tampak seperti bukan tipe orang yang suka nilep uang. Dan dia juga tampaknya tidak macam2. Kalau aku mampir kesana, dia selalu tampak diam dan tenang menunggui minimarket.

Kadang2 aku memperhatikan badannya. Mungil namun berisi. Buah dada dan bokongnya yang Nampak proporsional dengan tubuh mungilnya kadang2 membangkitkan hasrat kelaki2anku. Wajahnya yang tampak lugu dan tipikal gadis desa baik2 makin membuat fantasiku liar. tapi itu hanya sebatas fantasiku saja. Tidak mungkin aku menggarapnya, bisa panjang urusannya nanti.



Hari itu seorang temanku main ke rumah. Namanya Edo. Bisa dibilang dia adalah “partner in crime” ku. Orangnya agak nekat, dan biasanya dia yang selalu berusaha menggoda gadis2 yang ditemui di tempat hiburan malam. Karena keluarganya lebih berada dariku, maka dia tampaknya menjalani hidup yang santai. Seperti tidak takut akan drop out dari kuliah, meskipun dia bisa dibilang sudah bangkotan di kampus.

Seperti biasa dia mengajakku untuk ke tempat hiburan malam, bersenang2 sejenak melupakan kepenatanku yang sedikit stress karena bulan ini belum mendapatkan panggilan interview satupun.

“Udahlah, ngapain pusing-pusing gitu, kita kelayapan aja malam ini..” ujarnya.
“buset.. masih siang juga. Udahlah ntar aja kalo gw udah dapet kerja” jawabku.
“alah… seneng2 kan bisa kapan aja”
“iya tapi gak sekarang ya, sabar dikit kenapa ?” walau sebenarnya aku ingin mengikuti ajakannya.
“cari cewek kita.. udah lama kan…”

Tiba2 percakapan kami terhenti karena ibuku membuka pintu kamarku.

“nak…”
“iya bu…”
“tadi ayah telpon, katanya kamu disuruh ngecek ke minimarket, ayah telpon Hasna kok gak diangkat2, siapa tau ada apa2…”
“eh… iya bu..”
“berangkat sekarang ya…”

Lalu ibuku berlalu begitu saja keluar dari kamarku. Aku dan Edo berpandang2an.
“jadi ke minimarket dulu, terus kelayapan, gimana ? “ ajak Edo menyeringai.
“ya… terserah deh, yang penting kita kesana dulu”



Kami berdua parkir tak jauh dari minimarket milik ayahku. Suasana sore hari ini sepi, dan aku melihat ada keanehan. Pintu minimarket itu tergembok rapat. Dengan heran aku mengetuk pintunya.
“Hasnaa…. Hasna…” aku memanggil Hasna.

Tidak ada jawaban apapun.

Edo berjalan ke belakang bangunan, dan berbisik memanggilku.
“eh, itu pintu kamarnya kebuka setengah” katanya memberitahuku.
“kayaknya dia ada deh. Masa pintu kamar ditinggalin begitu ?” perlahan aku menyusul Edo dan berjalan menuju pintu kamar Hasna.

Aku mengintip pelan2 dari luar. Pemandangan yang mencurigakan terlihat. Hasna terlihat sedang menghitung beberapa lembar lima puluh ribuan. Menghitung untungkah ? tapi terlalu pagi untuk sebuah minimarket tutup.

“apaan ?” Tanya Edo pelan
“lagi ngitung duit dia, ga tau duit apaan”

Aku memberanikan diri untuk mengetuk kamarnya.
“Hasna, kok minimarket udah tutup” ujarku mengagetkannya.
“eh… mas..” uang yang ada di tangannya terjatuh dan berhambur di lantai.

“uang apa itu hasna ?” tanyaku sambil masuk ke kamarnya.
Aku dan Edo melihat pemandangan yang aneh. Barang2 pribadi hasna sudah tersimpan rapih di dalam tas, seakan dia mau pergi jauh.

“uang… itu mas… uang hasil jualan…” jawabnya ragu2.
“kok gak langsung disetor ke bapak ?” tanyaku makin curiga.
“anu… soalnya… itu…” Hasna semakin terlihat gelisah.

Edo tanpa disuruh langsung memunguti uang itu sambil menghitungnya.
“tiga juta semuanya” ujar Edo pelan.

“tiga juta kok gak disetor ke bapak ?” tanyaku pelan.
“anu itu… saya… tadinya mau minjem dulu…..” jawabnya semakin gak karuan
“minjem buat apa ? kenapa gak bilang langsung ke bapak ?” aku makin bingung
“saya… saya…”
“BUAT APA ?!?!” aku membentak Hasna.

Hasna terdiam, berdirinya makin tidak nyaman.
“terus kok kamu kayak beres2 mau pergi ?” tanyaku
“enggak mas.. Cuma sebentar… pulang sebentar…” dia menunduk dengan tatapan gelisah.
“pulang kok gak ijin bapak ?”
“anu mas.. saya mau pulang sebentar….. terus duitnya saya minjem dulu…..” ucapnya dengan nada bersalah.
“buat ?”
“si bapak… di kampung…”
“kenapa ? sakit ?” aku berpandang2an dengan Edo.
“enggak… bapak ada utang judi…”

“BUSET… kenapa mesti kamu yang bayar ?” aku tersentak.
“janji mas… nanti saya balikin….” Nadanya setengah memohon.
“terserah deh… tapi gak boleh kamu ambil duit begini “ aku mengulurkan tanganku ke Edo. Mengambil gepokan uang itu dan menaruhnya di meja kecil yang ada disana.
“tapi mas….” matanya dalam memandangku. Shit. Ekspresinya yang lugu tiba2 membangkitkan nafsu seksualku.

Tanpa sadar aku memegang dagunya.
“sebenernya kalo mau duit gampang bisa aja sih” ujarku sambil melirik nakal ke arah Edo.

“serius kamu pengen duit ?” tanyaku pelan
“buat bantu bapak… kasian kena utang judi…” matanya melihat ke bawah
“orang judi kok dibantuin ?” Edo mengerti sinyalku. Dia berjalan pelan ke belakang Hasna.
“saya ditelpon ibu… dimarahin katanya kalo gak bantu durhaka….”
“tapi kamu nyolong…”
“saya mau balikin lagi mas… janji…”
“tau darimana saya kalo kamu gak boong” aku mendekat pelan2.
“saya jujur mas…” mukanya semakin tampak gelisah dan khawatir
“orang nyolong harus dihukum lho…..” ekspresi mukaku dan Edo sudah tidak dapat dikontrol lagi. Seperti hewan buas lapar yang melihat hewan ternak gemuk terperangkap di depan matanya.

“saya mau diapain…. Jangan mas… AH!” Edo menyergap Hasna dari belakang. Tangannya memeluk perutnya. Dan edo menjatuhkan dirinya ke kasur. Hasna memberontak, tangannya memukul2 tidak terarah. Dia meronta2 tanpa henti.

“hukumannya ya ngehibur kita…” aku berusaha meraih dan meremas buah dadanya. Tetapi tangannya yang terus meronta menyusahkanku.

“ambil tali raffia tuh ada disana yang bekas dia packing barang” Edo memberi ide yang cukup nakal.
“ntar” aku dengan kasar berhasil meremas2 buah dadanya. Aku tak peduli walau aku terpukul dan tertendang.

“LEPAS MAS !! JANGAN…..” mukanya merah menahan tangis.
Aku tak peduli. Aku terus meremas2 buah dadanya sembari berusaha menciumi lehernya.

“susah nih cewek” aku mengeluh
“makanya diiket aja” Edo tampak menggesek2an penisnya ke bokong Hasna.
“balik badannya” perintahku.

Edo dengan nafsunya dia membalikkan badan Hasna. Membuatnya tengkurap di kasurnya. Edo lantas menindih badannya dan meraih tangannya kebelakang. Edo menduduki bokongnya dan kembali membuat gerakan menggesek.

Aku dengan sigap mengambil tali raffia dan memotongnya. Dengan bantuan Edo aku berhasil mengikat tangannya kebelakang tanpa perlawanan berarti.

“mas…. jangan mas…. jangan….” Kakinya menendang2 dengan kasar.
“eh jangan gerak2! Susah tau gw duduk” ejek Edo.
Mata Hasna sudah berkaca2.
“langsung hajar do !” aku memberi semangat.
“jangan mas…. saya belum pernah gituan….” Tangis Hasna.

“apa ?! kamu masih perawan” Edo tampak kaget
“iya mas….” jawabnya di tengah tangisnya.
“wah langka… kita main2in dulu aja sebelom dipake” gila. Edo memang penuh ide2 yang aneh dan porno.

Kami membalikkan badan Hasna. Kami berdua tiduran di samping kiri dan kanannya. Aku mulai meremas2 buah dadanya yang kanan. Edo meremas yang satunya lagi. “unggh… mas jangan…..”
“diem lu ah… bisanya cuman bilang jangan2 aja dari tadi” Edo menghardiknya. Edo mulai menyosor ke lehernya, mendaratkan ciuman2 penuh nafsu dan gigitan2 yang cenderung menyakiti.

Bosan hanya meremas sebelah buah dadanya, aku bangkit dan jongkok memegang kakinya.
“lu diem kek kenapa”
“gak mau mas…. saya masih gadis mas….” Hasna menunjukkan ekspresi muka jijik saat edo menggerayangi buah dadanya dan melahap habis lehernya.
“gw buka aja nih celana” aku meraih celana pendeknya dan dengan mudah mencabut celana itu.
Daerah kemaluannya ditutupi oleh celana dalam berwarna putih. Celana dalam murah yang bisa dibeli di pasar seharaga 5000an.
“gak sabar nih gw pengen merawanin” tangan kiriku memeluk kedua kakinya dan tangan kananku menggesek bagian kewanitaannya dengan kasar.

“ahhh… akhh… jangan…” wajah memelasnya dengan pipi dibasahi air mata membuat kami semakin bernafsu.

Edo berpindah, menduduki perutnya dan meremas2 dengan kasar buah dadanya.

“mas… akkh… jangan… sakit dada saya…” Hasna makin tampak memelas
“siapa emang yang bilang gak sakit” Edo tersenyum melecehkan.

“udah… buka bajunya” perintahku dengan tidak sabar
“jangan, sayang lho… kita punya semaleman untuk ngerjain dia” entah ada rencana aneh apa lagi di kepala Edo.
“serius lo masih perawan” Tanya Edo
“beneran mas….” damn. Muka lugu yang sedang menangis itu makin membangkitkan libidoku.
“pernah ngisep kontol orang gak”
“gak mau saya mas…. udah mas… lepas….” Mohon Hasna.
“belagu banget lo… bentar lagi gw jadiin perek tau rasa !” tangan kanan edo meraih leher Hasna.
“tunggingin do” Edo menuruti perintahku. Hasna tampaknya sudah tidak memberi perlawanan yang berarti. Edo tanpa kesulitan memposisikan badannya agar menungging. Walau kepalanya masih terkulai di kasur karena tangannya yang terikat tidak dapat menopang tubuhnya. Air mata masih mengalir deras dari matanya.

Edo mengusap2 bokong Hasna sembari bertanya “lobang yang mana dulu nih yang mau dimasukin ? memek, mulut ? atau mau pantat sekalian”
“gak semuanya mas….. AH!” Edo menampar pantatnya tanpa aba2 terlebih dahulu.
“sabar ya mbak, semuanya pasti kebagian” Senyum Edo menyeringai.
“jangan mas…. AHHH!!” Edo kembali menampar pantatnya.
“ambilin gunting” Edo menunjuk gunting yang tergeletak di lantai, bekas Hasna memotong2 tali raffia untuk mengikat kardusnya.
“bantuin gw dong” Aku dan Edo menarik tubuh Hasna dan memaksanya untuk duduk. Walau ada sedikit2 gerakan berontak, tapi toh kekuatan tubuh mungilnya tak ada bandingannya untuk kami. Edo menggunting pelan2 T-shirt yang dipakai Hasna. Dia memotongnya dengan rapih, sehingga kini Hasna yang hanya memakai pakaian dalam dengan posisi terikat siap untuk kami garap.

“pegangin kepalanya dong, gw mau suruh dia isep kontol gw” aku bergerak ke belakang hasna. Meraih dagu dan lehernya dari belakang. Edo berdiri dan buru2 melepas celana dan celana dalamnya. Penis Edo mengacung tegak di hadapan Hasna. Hasna tampak membuang pandangannya ke arah lain.
“pertama mulut lo kita perawanin dulu” penis Edo menyentuh ujung hidung Hasna. Hasna berusaha menghindar tetapi aku dengan sigap mengarahkan kepalanya. Aku mencekiknya pelan dari belakang dan menarik dagunya ke bawah agar mulutnya menganga.
“Kalo lu gigit awas ya… gw potong lu punya pentil” Hasna tampak terdiam walau air matanya mengalir pelan. Penis Edo pelan2 masuk ke dalam mulutnya.
“ah… anget” Edo pelan2 menggerakkan penisnya dalam mulut Hasna. Aku membantunya dengan menggerakkan kepala Hasna maju mundur.
“ukkh…mmmh… unnngg… ukkhhh” air liur Hasna menetes dari mulutnya. Mukanya tampak mual. Pipinya memerah dan matanya tertutup rapat. Edo tampak nyaman menggerakkan penisnya dalam mulut Hasna.

“UKKHH!!” Hasna tiba2 menyentak. Mungkin dia tidak tahan.
“anjrit ! udah gw bilang jangan digigit !” Edo menarik penisnya. Penisnya basah dengan liur Hasna. Hasna tampak helpless. Mukanya merah dan air mata terus mengalir. Pandangannya agak kosong sekarang. Hasna tidak menjawab.

“Sekali lagi !” Edo kembali memaksa memasukkan penisnya ke dalam mulut Hasna. Hasna mengatupkan mulutnya rapat2 dan menggerakkan kepalanya kesana kemari. Aku dengan sigap menangkap kepalanya dan kembali memaksa membuka mulutnya. “Mas…. enggak… udah….” Hasna berusaha menghentikan kami dengan memohon.
“iya ntar udahannya, kalo lo udah beres dibolak balik” jawabku melecehkannya.
Begitu mulutnya terbuka, Edo langsung menghunjamkan penisnya dengan kasar ke mulut Hasna.

“akkh… ukkhhh….uukkhhh…” Hasna kembali meracau.
“kalo lu muntah gw gampar ya ?” Edo kembali mengancam Hasna.

Edo terus dengan penuh nafsu menggerakkan penisnya, sesekali mendiamkan penisnya di dalam mulut hasna dan mengocok pangkal batangnya.

“lama amat do… emang mau lu keluarin di dalem ? “ tanyaku heran
“iya dong…. Mau gw traktir peju nih cewek”
Aku tertawa mendengar jawaban Edo.

“Gw mau keluar nih bentar lagi…” Edo makin semangat memaju mundurkan penisnya.
“Hajar….” Ujarku member semangat.

“Akkkhhh” Edo mengerang, tanda dia ejakulasi
“ukkkkhhhh” Hasna kaget menerima cairan sperma yang hangat di dalam mulutnya, sperma yang tidak tertampung di mulutnya menetes keluar.

“beres !” Edo mencabut penisnya. Cairan sperma menetes2 di ujung bibir Hasna. “Telen” Perintah Edo pelan. Muka Hasna dengan ekspresi jijik berusaha menelan cairan sperma itu.
“uhk!... uhuk uhuk….” Hasna terbatuk ketika ia menelan sperma. Belum pernah seumur2 dia merasakan sperma.
“Eh jilatin tih kontol temen gw, bersihin dari sperma” perintahku.
“ah!” Hasna kaget ketika aku menampar bokongnya. Hasna dengan enggan menjulurkan lidahnya, menjilati sisa2 sperma di ujung penis Edo. Ekspresi mukanya penuh kejijikan dan menahan muntah kurasa.
“gak sayang lo keluar sekarang ?” tanyaku.
“gapapa, tar istirahat dulu sebelom ngerjain yang laen”
Hasna menghentikan jilatannya.
“udah mas…. saya gak kuat…. Gak usah diterusin mas…AH!”
“woi belom juga diperawanin !” aku menampar bokongnya. Lantas aku meremas2 buah dadanya.

“toket lo mau berontak keluar nih, gw bugilin ya” aku semakin bernafsu melihat perempuan yang tak berdaya ini.
“woi entar, bugilinnya tar aja… “ Edo mencoba menahanku.
“Ah gw udah ga tahan !” Aku mendorong Hasna agar jatuh telentang. Lantas aku berdiri dan membuka celanaku. Setelah itu aku mengangkangi mukanya. Aku sentuhkan dan kutekan2 penisku ke mukanya.
“mas… saya jangan diperkosa gini mas…. udah mas….” Hasna terus merengek.
“berisik ah” aku dengan kasar mengocok penisku sendiri dan mengarahkan kepalanya ke muka Hasna.
“buat lo cuci muka !” Hasna tampak tak berdaya.

“akh..” aku memuncratkan spermaku di muka Hasna. Muka Hasna kini dilumuri sperma.
“mas…. saya jangan diginiin mas….” Hasna mulai meneteskan air mata lagi. Wajah lugunya penuh dengan spermaku. Dia menangis sesenggukan, lemas terkulai dengan wajah dipenuhi sperma.

Aku bangkit dan duduk di sebelah Edo.
“kita apain lagi nih ?” Tanya Edo
“ntar… istirahat dulu” jawabku pelan.
“tar kita DP yuk” ajak Edo.
“DP apaan ?” tanyaku
“Memek ama pantatnya dipake bareng”
“gila lo!” aku pernah melihatnya di film porno, tapi tidak pernah membayangkan akan melakukannya.
“cobain aja… gw juga belom pernah nyoba…” Edo kembali menyeringai.
“sakit lo… diperkosa biasa aja kenapa emang”
“lumayan mumpung ada gratisan. Perek dimacem2in suka pada jual mahal “ Edo melihat kea rah langit2. Tampaknya dia merencanakan untuk melecehkan Hasna lebih jauh.

“eh disini ada jepit jemuran gak ?” Edo tiba2 bertanya.
“buset buat apaan sih” aku makin heran dengan fantasi Edo.
“lumayan buat jepit2 putting atau bibir memeknya” Edo menjawab
“gila. Udah ah Do. Jangan aneh. Lu bikin gw ilfil ntar” aku mencoba menahan fantasi Edo agar tidak terlalu menggila.

“gw udah ngaceng lagi nih” Edo mengusap2 penisnya yang terlihat kembali mengeras.
“cepet amat gila”
“soalnya kejadiannya lagi asik nih… jarang2” Edo senyum2 sendiri.

“mas… udah mas…. saya mau diapain lagi… “ Hasna merengek dengan air mata yang mengering. Mukanya masih dibasahi sperma. Aku mengambil T-shirt Hasna yang sudah robek2. Aku mengusap wajahnya yang basah oleh sperma itu.

“temen gw mau merawanin lo kayaknya” jawabku pelan
“jangan mas…. “ Hasna menjawab dengan lemas.
“masih bisa berontak gak ? “ Edo menghampiri Hasna dan memaksa kakinya untuk mengangkang. Dengan mudah Edo melakukannya.
“nih mau memeknya gw pake” Edo meledek Hasna.
Hasna mulai menangis sesenggukan pelan.
“ngapain nangis.. emang dikira gw bakal kasian” Edo menggesek2 daerah kewanitaannya.
“udah….jangan mas… nanti saya hamil…” Hasna merengek
“kalo elo hamil emang kenapa pula….” Edo membuka BH Hasna dengan kasar.
“akh…” Hasna mengerang kecil ketika putingnya dijilati oleh Edo. Bosan menjilatinya, Edo menggigitnya pelan2.
“uhhh… akkh.. akkh…” Hasna mengerang diselangi tangisnya.
“buset ni cewek ribut juga” ledek Edo. Aku memperhatikan Edo melecehkan Hasna dan pelan2 penisku pun mulai mengeras. Tapi aku akan membiarkan Edo beraksi terlebih dahulu.

“mau mukanya disiram sperma lagi atau langsung ditusuk memeknya ?” Tanya Edo dengan nada merendahkan.
“jangan gituin saya lagi mas…. jangan….” Hasna berusaha terus menolak.
“gila nih cewek.. mukanya polos amat.. makin nafsu gw” aku bisa mendengarkan nafas Edo memburu sambil meremas2 buah dadanya yang proporsional dan sesekali menggigitnya.
“hahahaha…” aku tertawa mendengarnya.

Edo mencengkram celana dalamnya dan melepasnya.
“wah jembut lo dirapihin ya… hahahaha” aku meledek Hasna
Edo meraih daerah kewanitaannya dan mengusap2nya.
“mana katanya ga pengen dientot kok basah gini ?”
Hasna hanya meringis sambil terus menangis. Edo mencolok2an jarinya dan mengusap2 klitoris Hasna.
“aahh… akkh….aaahhhh…” Hasna mengerang
“buset ni cewek ribut amat”

Cukup lama Edo melakukan hand-job pada Hasna. Hasna hanya bisa mengerang, meringis, bahkan sedikit2 badannya bergetar.
“woi katanya ga mau… ini makin basah ini” Edo semakin liar memainkan tangannya.
“aakkkkhh…. Mas saya mau… ahh… saya mau kencing…. “
“uuppsss” Edo menghentikan kegiatannya. Dia tidak akan membiarkan Hasna merasakan orgasme sepertinya.

“udah tusuk aja…” Aku tak sabar ingin merasakan vagina Hasna. Walau kurelakan keperawanannya pada Edo.
“hajar ya” Edo bangkit dan bersimpuh di hadapan vagina Hasna. Dia mulai menggesek2an kepala penisnya di bibir vagina Hasna. Hasna kembali menangis pelan. Badannya sudah tidak melawan, tetapi dia masih ingin memohon agak kami tidak meneruskan perkosaan ini.
“AKH!” Hasna mengerang ketika penis Edo menghunjam vaginanya pelan2.
“seret banget!” Edo tampak meringis
“Nggggghhh…. Nggghh….” Hasna meringis menahan kesakitan. Edo tampak berkonsentrasi memasukkan penisnya. “ahh… enak nih perawan sempit banget…” Edo mulai dengan pelan memaju mundurkan penisnya.
“Ahhhh…. Ahhh…… Lepas ! Ahhh !! “ Hasna meracau tidak jelas saat penis Edo beraksi didalam vaginanya. “Uhhh… AH ! Ah! Aggghhhh!!” Hasna terus mendesah dengan keras.

“Buset berisik banget nih !” Edo mencabut penisnya. Penisnya tampak dilumuri oleh darah keperawanan Hasna.
“hhhh…. Hhhh…” nafas Hasna ngos2an.
“alah… baru segitu aja !” Aku meledek Hasna. Sebenarnya aku agak khawatir suara keras Hasna bisa menarik orang yang sedang lewat daerah sekitar sini. Aku mendudukkan Hasna. Aku menggambil gumpalan T-Shirtnya yang tadi dipakai untuk mengelap Sperma. Aku merobeknya sedikit, cukup untuk menyumpal mulutnya.

“wah boleh juga, kayak di bokep2 jepang !” Edo menyeringai.
Aku menyumpal mulutnya dengan kain bekas itu dan mengikat kain itu ke belakang kepalanya.
“nah beres !” Aku menjatuhkan badannya ke belakang. Edo kembali menghunjamkan penisnya ke dalam vagina Hasna.
“mmmppphhh… mppphhhh” erangan Hasna terhalang oleh kain tersebut.
“lumayan lah walaupun ribut”
“jangan keluarin di dalem lho” aku mengingatkan Edo.
“santai…” Edo dengan semangat terus memompa penisnya di dalam vagina Hasna. Tangannya mencengkram paha Hasna keras2. “mmmhh.. Mppphhh….”
“ugghh” Edo meringis.
“woi cabut2!” aku mengingatkan. Edo langsung mencabut penisnya.
“buset hamper… rapet banget memeknya soalnya”
“wajar… perawan…” Aku mengambil posisi tiduran.
“angkatin dong” Edo membantuku, dia memposisikan Hasna agar menduduki penisku. Aku pelan2 memasukkan penisku ke dalam vaginanya. “hhhmmppphhh !!” Hasna mengerang ketika aku memasukkan penisku. Wah benar, sempit. Tapi terimakasih untuk Edo yang telah memuluskan jalanku ke dalam vagina Hasna.
“enak nih” Aku mendiamkan penisku dalam vagina Hasna untuk beberapa lama. Aku lantas menjatuhkan badannya ke arahku dan mencengkram pantatnya. Aku menggoyang2kan pantatnya dengan tanganku dan mulai dengan susah payah melakukan gerakan memompa. Tapi tak sampai lima menit aku menyerah. Karena posisi Hasna yang tangannya terikat menyulitkan dia untuk bergerak.

“susah juga nih, keluhku” Aku akan memposisikan Hasna seperti tadi “atau lepas aja ya iketannya, udah lemes ini”

“udah lepas gih” Aku melepaskan ikatan tangannya dan Edo melepaskan kain sumpal mulutnya. Tak di duga Hasna langsung melesat ke sudut ruangan dan meringkuk sambil menangis disana.

“wah… sedih dia..” ledekku.
“iya, ayo kita hibur” kami berdua menghampiri Hasna. Edo meraih tangannya dan memitingnya ke belakang. Menuntunnya dengan paksa kembali ke kasur. Aku bersiap2 untuk tiduran kembali. Edo memerintahkan Hasna untuk kembali duduk diatas penisku, posisi woman on top, dan agar dia menggerakkan pantatnya agar aku tak perlu repot. Hasna dengan enggan melakukan hal itu. Wajahnya melihat ke arah lain. Dia menggerakkan pantatnya dengan lemas. Walaupun vaginanya rapat, tetapi tetap saja sensasinya kurang.

“do, udah deh, hajar aja belakangnya” Aku member sinyal lampu hijau untuk double penetration.
“asik…” Edo membasahi tangannya dengan ludah. Dia mulai mengolesi lubang pantat Hasna.

“mas… jangan yang itu… saya mau diapain lagi…..” Hasna dengan lemas menolak dan tangannya berusaha menghalau tangan Edo.
“udah diem aja” aku mencengkram kedua tangan Hasna agar tidak bisa berbuat banyak.
“UKKHHH!!” Hasna meringis dan mukanya merah ketika penis Edo pelan2 memasuki lubang anusnya.
“lu semua yang merawanin lubang2nya do !” tapi sahutanku tidak dibalas. Edo konsentrasi untuk memasuki lubang anusnya.

“AAAKKKHHH !!!! SAKIT !! SAKIT!!! LEPAS !!!! “ Hasna berusaha berontak. Mukanya makin merah dan dia meringis kesakitan. Aku bisa merasakan goyangan penis Edo di dalam lubang anus Hasna.

“AAAUUUHH!!! UDAH!!! JANGAN !!! AH !!! TOLONG!!” Hasna meracau tak jelas. Kami sudah tidak peduli lagi. Kamar sudah kami kunci rapat2. Tetapi Edo mengambil inisiatif dengan membungkam. Mulutnya kembali. Sejenak dia berhenti memompa, dan mengambil kain tadi untuk membungkam Hasna.

“MMMPHPHH!!! MPHH!!” teriakan tertahan hasna memenuhi kamar itu. Air matanya mengalir kembali.
“anjir enak banget…” Edo terus bergerak sambil menampar2 pantatnya. Pantat Hasna sudah tampak merah. Aku mencengkram pinggangnya. Sambil pelan2 memompakan penisku ke dalam vaginanya. tangannya meronta2, memukul2 kasur dan kadang berusaha memukulku. Tapi tidak terasa. Tenaganya sudah terkuras habis.

“ahh… bentar lagi…” Edo tampaknya akan ejakulasi di lubang pantat Hasna.
“hajar do”

Edo semakin semangat merusak lubang anus Hasna. Hasna makin meracau sejadi2nya.

“ahhh……. Mmmm……. AAHHH…….” Edo mengeluarkan spermanya di dalam anus Hasna. Dia cepat2 mencabutnya. “pengen gw bersihin nih, pake mulut ni cewe tapi…” katanya meringis. Aku mengerti. Aku mencabut penisku. Bersama kami memaksa Hasna untuk menungging. Tak berapa lama aku menggaulinya dari belakang. Edo melepas sumpal mulutnya dan memaksa Hasna untuk memasukkan penisnya ke dalam mulutnya. Hasna tak ada pilihan selain membuka mulutnya dengan tatapan kosong.
“mmmhhh… ahhh….ahhh…”
“kok beda ya suaranya… kayaknya keenakan ni cewe…” Edo meledek Hasna yang tampaknya sudah pasrah. Dan entah dia menikmati atau pura2 menikmati.

“gak jadi gw keluarin di memeknya ah” Edo tampak kaget dengan pernyataanku
“lah kenapa ?” tanyanya
“jangan tar kalo hamil ga bisa dipake”
“iya ya bener juga….” Aku lantas mencengkram pantatnya dan dengan semangat memaju mundurkan penisku. Hasna semakin tenggelam mengulum penis Edo. Pinggangnya sudah bergerak dengan sendirinya.

“wah lama2 nurut juga nih cewek” ujarku.
“Hajar terus…..” Edo terus mengusap2 rambut Hasna sembari menikmati mulut Hasna. “

“ahhh… gw mau keluar” Aku lantas mencabut penisku. Edo menyuruh Hasna untuk duduk bersimpuh. Aku menyodorkan penisku dan memaksa Hasna membuka mulutnya. Ah, akhirnya kurasakan hangat mulutnya menyentuh dinding2 batang penisku. “aaahhh….” Aku mengeluarkan spermaku di dalam mulut Hasna. Sperma2 berlebih keluar dari sela2 mulutnya.

Hasna terkulai lemas diatas kasur. Aku dan Edo berpakaian kembali.

“hasna, duit itu kamu ambil aja. Saya gak akan bilang bapak”
Hasna terdiam.
“tapi besok2 kalo saya pengen dilayanin kamu lagi harus mau” aku senyum2 sendiri.

Kami berdua keluar dari kamar itu. Tak terasa setengah malam kami habiskan dengan memperkosa Hasna.


Satu bulan kemudian….

Bekas2 kondom berserakan di lantai kamar Hasna. Dua buah dildo yang ujungnya dilapisi lender kewanitaan tergolek juga di lantai tersebut. Hasna sedang berlutut. Kedua tangannya sibuk memasturbasikan penisku dan Edo. Tak berapa lama sperma kami keluar menyelimuti wajahnya. Hasna mengambil handuk dan mengusap mukanya. Lalu meringkuk di atas kasur dengan tatapan kosong.

“bosen gak sih do gini2 terus” jujur saja kami jadi bingung harus bagaimanalagi mengeksploitasi Hasna.
“iya. Diapain ya ni cewe… mau ngundang orang banyak2 biar dia kepayahan mau ga ?” jawab Edo
“wah ide bagus…”