4 girls
Grace melangkahkan kakinya dengan agak terburu-buru. Ia melihat ke arah kolam dan menemukan temannya, Arlene dan si mandor dari villa seberang sedang bercengkerama selepas persenggamaan mereka.
“Non Grace, kemana aja dari tadi? ayo sini dong, ikut berenang !” ajak Parjo.
“Len, gua agak ga enak badan, lu orang masuk aja dulu” kata gadis itu tanpa menghiraukan panggilan Parjo, nampak ia sesekali menyedot hidungnya dan menutup mulut dan hidung dengan tangan.
“Ohh…jadi lu udah ga tahan yah” wajah Arlene berubah serius, sepertinya ia mengerti apa yang terjadi dengan temannya itu, “Mmm…Pak kita masuk ke dalam aja dulu, disini kan udah dingin”
Parjo meskipun agak bingung menurut saja apa yang diminta gadis itu. Ia segera keluar dari kolam dan memunguti pakaiannya.
“Udah, bawa aja nggak usah dipakai, ntar juga dilepas lagi !” kata Arlene menarik lengan pria itu.
“Ehh…iya, iya deh Non…Non Grace ayo masuk juga katanya gak enak badan kok malah di luar”
“Ayo Pak, dia mau minum obat dulu, yuk kita masuk duluan !” Arlene segera menyeretnya seolah sedang menyembunyikan sesuatu.
Setelah keduanya menghilang dibalik pintu, Grace menyapukan pandangan matanya yang tiba-tiba berubah tajam ke sekelilingnya, entah apa yang sedang dicarinya.
———————————————-
Parjo terbengong melihat dua temannya, Amin dan Gozhi sedang melakukan double penetration terhadap Samantha di sofa.
“Jadi kalian udah bermaksud ngegoda kita nih daritadi?” kata Parjo pada Arlene yang nampak biasa saja melihat adegan itu.
“Nggak juga, kalian saja laki-laki yang gak bisa nahan nafsu…tapi jujur aja kita emang suka bikin acara ginian kok kalau lagi kesini” jawab Arlene tersenyum nakal.
“Asyik Jo…malem ini kita pesta !” sahut Amin sambil terus menusuk-nusukan penisnya ke dubur Sam.
“Hehe…ayo Non kita terusin lagi tadi, tambah panas aja nih” Parjo memeluk Arlene dan menciumi wajahnya yang cantik, gadis itu tertawa dan mendesah geli menanggapinya.
“Misi bentar yah, Pak saya mau liat Grace dulu, sekalian manggil dia kesini” Arlene tiba-tiba melepaskan dekapan pria itu dan meminta diri, “Bapak sama teman saya yang lain aja dulu yah”
“Hahaha…oke deh Non, saya tunggu yah, jangan lama-lama” Parjo melepaskannya lalu mencubit pantatnya.
Setelah Arlene keluar, Parjo menghampiri ketiga orang yang sedang asyik ber-threesome di sofa itu. Penisnya sudah mengacung tegak karena begitu terangsang dengan pemandangan di hadapannya ini.
“Udah lama nih ?” tanyanya.
“Lumayan…hhhsshh…dari kita ngeliat Bos nyebur ke kolam tadilah” jawab Gozhi tersenggal-senggal.
Sam tanpa diminta meraih penis Parjo yang sedang berdiri di dekatnya itu dan mengocoknya.
——————————————–
Arlene kembali ke daerah kolam renang untuk memantau kondisi Grace, tanpa selembar pakaianpun menempel di tubuhnya selain sandal. Ia mencari sejenak sambil memanggil nama temannya itu sebelum akhirnya menemukannya sedang berjongkok di suatu sudut dekat semak-semak. Arlene berjalan menghampirinya sambil memanggil, namun Grace tetap berjongkok membelakanginya, sepertinya ia sedang sibuk melahap sesuatu.
“Grace…gimana?” tanya Arlene menepuk pundak temannya itu.
Gadis itu menolehkan wajah, mulutnya belepotan darah, wajahnya lebih pucat dan sebelah kirinya telah rusak seperti meleleh nampak begitu mengerikan, matanya yang indah itu berubah jadi seram seperti mata ular. Di tangannya yang juga berlumuran darah memegang seekor tikus sebesar anak kucing yang sudah tidak berkepala. Siapapun yang melihatnya dalam keadaan demikian tentu akan terkejut dan menjerit ketakutan atau bahkan mungkin pingsan.
“Kalau udah cepat kembali lagi yah” kata Arlene yang biasa saja melihat perubahan mengerikan pada temannya itu.
Grace hanya mengangguk lalu meneruskan menggerogoti tikus di genggamannya itu seperti binatang buas memakan mangsanya.
“Oke kalau gitu, gua balik dulu yah, takutnya ada yang kesini” setelah memastikan semua baik-baik saja, Arlene meninggalkannya dan kembali ke dalam.
Grace melahap binatang itu seperti sebuah makanan enak, kulit, daging beserta isi perutnya ditelan bulat-bulat tanpa sisa, darah menetes-netes membasahi tangannya dan rumput di bawahnya. Sungguh sebuah pemandangan mengerikan sekaligus memualkan. Ia baru bangkit berdiri setelah menghabiskan binatang itu hingga tinggal tulang-tulang yang berlumuran darah. Wajah sebelahnya yang seperti meleleh itu berangsur-angsur kembali menjadi halus seperti semula. Matanya memandang ke arah bangunan utama dengan sorot mata dingin, di bibirnya yang masih belepotan darah tergurat sebuah senyum jahat.
——————————-
Mamat keluar dari kamar mandi menemukan ketiga temannya sedang mengeroyok Samantha.
“Wah asyik nih, yang lain pada kemana?” tanyanya.
“Lagi keluar sebentar, katanya mau minum obat, ntar juga balik kok…huehehe, asyik nih Mat” sahut Parjo yang penisnya sedang dikocok oleh Sam.
“Abis ngentot juga lu Mat?” tanya Amin.
“Iya di kamar mandi tuh, sip banget deh”
Saat itu Gozhi sudah diambang orgasme, ia mengerang-ngerang sambil menyentakkan pinggulnya ke atas sehingga penisnya menancap sedalam-dalamnya. Kembali si muka bopeng itu menembakkan spermanya di dalam rahim Sam, tubuh gempalnya berkelejotan karena terpaan gelombang orgasme.
“Si Arlene mana Bos? Gua juga pengen nyobain dia nih!” tanya Mamat yang nafsunya mulai bangkit lagi.
“Sana keluar sana, tadi lagi nemenin Grace minum obat dulu…uhhh…sip!” Parjo menunjuk ke arah pintu.
Segera Mamat berjalan ke arah yang ditunjuk mandornya. Ketika akan menyentuh gagang pintu, tiba-tiba pintu itu sudah dibuka dari luar.
“Mau kemana Bang ?” tanya Arlene yang baru muncul dengan santainya.
“Eh…si Non, baru aja Abang mau nyariin ehh…udah nongol duluan” kata Mamat cengegesan, matanya menatap takjub tubuh telanjang Arlene di hadapannya yang hanya memakai alas kaki.
“Cari saya mau apa?” tanya Arlene cuek.
“Hehehe…ya mau main bareng Non dong, boleh kan?” pinta pria itu sambil nyengir mesum.
“Dasar, Abang bukannya baru main sama si Katherine, mana dia?”
“Anu Non, masih di kamar mandi, katanya mau buang air dulu, tar lagi juga keluar kok” jawabnya, “Gimana Non, mau kan sama saya ?” ia menarik lengan gadis itu dan mendekap tubuhnya.
“Iiihhh…Abang, genit banget sih, ga usah buru-buru gitu ah!” Arlene mendorong tubuh kurus Mamat dan berjalan arah sofa tunggal.
Ia menjatuhkan pantatnya ke sana, Mamat yang mengikutinya dari belakang kini berdiri di depannya sambil menggenggam penisnya yang tertodong ke arahnya. Sebelum ia sempat meminta, gadis itu sudah terlebih dulu meraih penisnya lalu menjilatinya perlahan.
“Uuuhhh !!” erang Mamat merasakan nikmatnya sapuan lidah gadis itu pada penisnya.
Setiap sentuhan lidah gadis itu membuat Mamat tersentak-sentak seperti tersengat listrik, apalagi lidah itu menjilatinya memutar di dalam mulutnya yang hangat dan basah. Tubuh pria itu bergetar merasakan nikmat bagaikan melambung ke awan. Hisapan Arlene semakin dahsyat, ia memaju-mundurkan kepalanya sehingga penis pria itu keluar masuk dengan suara berdecap. Sementara itu di sebelah mereka, Samantha mengerang panjang dengan tubuh menegang. Rupanya ia sedang dihempas gelombang orgasme, tubuhnya mengejang selama beberapa saat sebelum ambruk diatas tubuh gempal Gozhi yang berbaring di bawahnya. Amin yang masih belum keluar masih terus menggenjoti gadis itu secara anal.
Saat itu pintu kamar mandi terbuka dan Katherine keluar dari dalam hanya memakai selembar handuk yang terlilit di tubuhnya. Melihat ada ‘barang baru’, Parjo yang daritadi cuma kebagian handjob menghampiri gadis itu.
“Non Katherine yah ? saya Parjo, mandor yang bangun villa di seberang” pria itu memperkenalkan dirinya.
Katherine hanya tersenyum membalas sapaannya, ia sempat terperangah sejenak melihat penis pria itu yang dalam keadaan tegang maksimal.
“Eehh…mau kemana Non, kok ngelengos gitu aja?” Parjo menghalangi langkahnya ketika gadis itu berjalan hendak meninggalkan ruang itu.
“Aduh…please dong Pak, saya kan mau ke kamar” ucap Katherine sambil menepis tangan Parjo yang mendekapnya.
“Hehehe…saya temenin yah Non, kamarnya dimana emang?”
“Di atas sana, udah ah Pak minggir dulu!” Katherine dengan ketus melewati Parjo.
Tiba-tiba sebuah jeritan kecil keluar dari mulut mungilnya, ternyata Parjo dengan sigap mendekap tubuh gadis itu dan mengangkatnya dalam gendongannya. Dengan tubuhnya yang berisi itu, tubuh Katherine bukanlah beban berat baginya.
“Aaah…apaain sih !? lepasin!!” jeritnya sambil meronta-ronta dalam gendongan Parjo.
“Hus..hus…jangan banyak gerak Non ntar jatuh, hehehe !” pria itu tertawa-tawa sambil berjalan ke arah tangga dengan kedua tangan menggendong gadis itu.
Keperkasaan Parjo menggendongnya sambil menaiki tangga tanpa terengah-engah dan wajahnya yang kasar macho itu dengan cepat meluluhkan pertahanan Katherine. Pemberontakannya yang pada dasarnya hanya pura-pura itu pun mengendur. Ia tidak lagi meronta-ronta ingin turun, malah melingkarkan tangannya ke pundak pria itu.
“Sini…disini Pak!” katanya ketika mereka sampai di depan sebuah pintu.
Parjo hanya perlu mendorong pintu yang setengah terbuka itu dengan bahunya. Di kamar yang cukup luas itu terdapat sebuah ranjang ukuran double, lemari, dan meja rias. Melalui sebuah pintu kaca bertirai penghuninya dapat melihat ke arah lembah di belakang villa yang indah. Interior dan perabotan kamar itu simpel tapi berkesan elegan, sungguh suasana yang diatur sedemikian rupa sehingga menimbulkan kesan tenang dan menyejukan apalagi ditambah suasana malam. Setelah meletakkan tubuh Katherine di ranjang, Parjo menutup pintu dan menekan saklar di tembok sehingga cahaya neon berwarna kuning menyala menerangi kamar itu.
“Kalau gini kan suasananya romantis Non, cuma kita berdua aja” katanya sambil berjalan ke ranjang, “ngapain ditutup-tutup Non? Daritadi semua udah telanjang kok” seraya menarik lepas handuk yang melilit tubuh gadis itu.
Ditatapnya keindahan tubuh Katherine serta wajahnya yang cantik, sepasang buah dada yang tidak terlalu besar dan kemaluan yang berbulu lebat, sungguh pemandangan yang menggugah birahi. Ia menindih tubuh gadis itu dan menghujaninya dengan ciuman. Katherine yang sudah pasrah membalas cumbuan pria itu, ia membiarkan tangan kasar pria itu menjamahi lekuk-lekuk tubuhnya. Mulut pria itu semakin turun ke bawah hingga ke payudaranya.
Katherine mengerang perlahan merasakan putingnya dipilin-pilin oleh jari mandor itu sementara puting yang satunya dihisap-hisap olehnya. Ia cepat sekali terhanyut oleh alunan birahi yang dibangkitkan dengan sempurna oleh Parjo. Tubuhnya menggeliat-geliat tak terkendali, matanya terpejam nikmat. Seluruh ujung-ujung syaraf di badannya menimbulkan rasa geli yang sensual. Satu tangan Parjo merayap turun dan mulai bermain di kewanitaannya, mengusap-usap dan membelai bibirnya. Kemudian tangannya yang satu menarik paha gadis itu sehingga selangkangannya terbuka semakin lebar. Jari-jari besar pria itu menguak bibir vaginanya dan jarinya yang lain menemukan ‘si kecil merah’nya.
“Eengghh…aahhh !” jerit Katherine tertahan merasakan kenikmatan menyerangnya dari berbagai arah.
Tubuh gadis itu menggeliat-geliat kegelian karena Parjo mengurut-urut tonjolan kecil itu dengan jari tengahnya. Puas menghisap payudara itu, Parjo mengarahkan mulutnya ke bawah meninggalkan bekas ludah dan cupangan memerah pada kulit payudara yang putih mulus itu. Mulut pria itu mulai menghisap-hisap daging kecil yang sensitif itu dengan satu jarinya mengorek-ngorek liang sorgawinya. Katherine mengerang keras bahkan setengah berteriak merasakan geli-nikmat itu merasuki tubuhnya. Sebentar saja orgasme kecil menyelubunginya. Sebuah sedotan kuat dari mulut pria itu menjebol tanggul orgasmenya. Tubuh Katherine sampai menekuk ke atas dan tulang rusuknya tercetak sebelum akhirnya melemas kembali dengan nafas memburu.
Parjo melahap cairan kewanitaan gadis itu dengan lahapnya, wajahnya dibenamkan dalam-dalam seolah mau memasuki vaginanya. Ia baru mengangkat wajahnya setelah puas menghirup lendir orgasme Katherine.
“Hah!! Non Grace? sejak kapan disitu !!?” Parjo agak terlonjak kaget melihat Grace yang tahu-tahu sudah berada di dalam kamar itu, dengan santainya ia duduk melipat tangan di sebuah kursi memandangi mereka, padahal tidak terdengar sama sekali pintu dibuka atau ada orang datang, “saya…saya kok ga tau Non masuk ?”
“Udah lumayan lama, Bapak aja kali yang terlalu asyik sampai gak liat saya datang” jawabnya tersenyum sinis, “omong-omong, apa saya boleh ikut meramaikan?”
Ia berdiri dan berjalan ke arah ranjang sambil membuka tali pinggang kimononya, selanjutnya kimono kuning itu jatuh ke lantai. Parjo melotot dan menelan ludah melihat tubuh Grace yang sudah tidak memakai apa-apa lagi, begitu langsing dan mulus, payudaranya lebih montok dari Katherine. Ia sungguh bersyukur, dari kerja keras seharian penuh ditambah omelan si pemilik villa yang sedang dikerjakannya akhirnya bisa mendapat kesempatan emas yang tidak pernah dimimpikannya. Parjo sudah begitu bernafsu melakukan threesome dengan dua bidadari sehingga begitu Grace naik ke ranjang ia langsung mendekap dan melumat bibir gadis itu. Keduanya berpelukan dan bercumbu penuh nafsu dalam posisi berlutut di ranjang. Tiba-tiba Parjo merasakan sepasang tangan halus memeluk dadanya dari belakang dan payudara pemilik tangan itu bersentuhan dengan dadanya. Seperti di surga saja rasanya, kalau saja di versi komik manga, hidung Parjo tentu sudah mimisan deras.
———————————–
“Non kita masuk kamar aja yuk, biar lebih enak mainnya” kata Mamat setelah menarik lepas penisnya dari mulut Arlene, ia tidak ingin keluar terlalu cepat apalagi masih dua lagi dari gadis-gadis itu yang harus dicicipinya.
Arlene mengangguk dan berdiri, digandengnya tangan pria itu meninggalkan Samantha dengan dua orang kuli bangunan lainnya yang sedang beristirahat memulihkan tenaga. Nampak sperma berceceran di pantat dan punggung Sam, cairan putih kental itu berasal dari Amin yang kini terduduk lesu di sofa panjang itu. Gozhi yang juga sudah lemas memeluk Sam yang menindih tubuhnya. Arlene membuka sebuah pintu kamar tidak jauh dari dapur dan menyalakan lampunya. Kamar itu tidaklah sebesar yang di lantai atas tempat Parjo sedang bersenang-senang dengan Katherine dan Grace, kira-kira ukuran single room untuk kamar hotel. Hanya ada sebuah ranjang untuk seorang disitu dan di bawahnya ada sebuah kasur bersprei, sebuah meja kayu jati serta kursinya. Begitu naik ranjang Mamat langsung menindih Arlene.
“Abang masukin sekarang yah Non” kata Mamat sambil meremas payudaranya.
“Iya Bang…saya nngghh !” Arlene melenguh ketika vaginanya diterobos penis si kuli bangunan itu.
“Uuii…sempitnya memek Non Arlene !” ceracau Mamat merasakan himpitan dinding vagina gadis itu.
Sesaat kemudian tubuh Mamat sudah naik-turun di atas tubuh Arlene. Selain menggenjot, ia juga menciumi atau menjilati wajah gadis itu. Arlene sendiri menggelinjang nikmat, tangannya kadang meremas seprei, kadang memeluk erat tubuh kurus Mamat yang menindihnya. Wajahnya yang merona merah dan desahannya yang menjadi-jadi menyebabkan pria itu semakin bergairah menyetubuhinya.
“Hhushh…hhh…enak mana Non, kontol saya…sama si bos?” tanya Mamat di sela-sela genjotannya.
“Aahh…aahh…gak tau Bang !?” Arlene menjawab sambil mendesah.
“Masa…uuhhh…gak tau ?! ayo dong…jawab !!” pria itu meningkatkan tenaga sodokannya sehingga gadis itu semakin mendesah tak karuan.
“Aaauuhh…aahh…iyah…Abang aja deh…aahh…enak !” erangnya semakin erat memeluk pria itu.
“Hheheeh…aahh…siapa dulu…Mamat…bin Abdul Azis !” tidak bosan-bosannya ia membanggakan diri sebagai pemuas wanita nomor satu.
Tiba-tiba Mamat menghentikan genjotannya, ia bangkit dan menggulingkan tubuh gadis itu hingga berbaring menyamping. Kemudian ia mengangkat dan menaikan sebuah pahanya di pundaknya. Kembali ia memasukan penisnya yang basah itu ke vagina sang gadis dan memulai babak selanjutnya dengan gaya menyamping. Dengan gaya demikian tusukan-tusukan penisnya masuk lebih dalam, juga ia dapat lebih leluasa meremas-remas payudara Arlene, kadang ia juga menciumi paha dan betis gadis itu yang ia naikan ke bahunya. Tubuh mereka semakin dipenuhi butir-butir keringat, erangan kenikmatan memenuhi kamar itu. Arlene mengerang panjang, tubuhnya berkelejotan terisi kenikmatan orgasme. Vaginanya berkontraksi cepat dan mengeluarkan cairan bening yang menghangatkan penis yang masih terus keluar masuk disana. Akhirnya dalam waktu kurang dari dua menit penis itu pun berkedut cepat, pemiliknya mengerang dan melepaskan penisnya. Ia berlutut di samping Arlene menyemburkan spermanya membasahi perut dan payudara gadis itu sebelum dia sendiri ambruk.
————————————————-
“Yang lain udah pada masuk kamar Non, kita juga yuk, ntar kena angin terus masuk angin lagi” ajak Amin sambil menegakkan tubuh Samantha yang masih terbaring lesu di sofa, “tapi kita ke kamar mana nih, villanya gede jadi bingung Bapak”
“Hhmm…saya pikir kita ke atas saja” Samantha mengusulkan.
“Boleh deh ayo Non, saya papahin!” kata Amin bersemangat dan bangkit berdiri.
Saat itu Gozhi yang sebelumnya menjadi partner Sam telah meninggalkan mereka dan naik ke atas, nampaknya ia ingin mencicipi gadis lain karena ia masuk ke kamar tempat Parjo dan Katherine. Amin memapah Samantha yang berjalan agak gontai sehabis dipenetrasi ganda tadi.
“Non nggak apa-apa kayaknya udah lemas banget?” tanya Amin.
“It’s allright, saya hanya sedikit cape” jawabnya dengan tersenyum lemas.
Sambil berjalan naik, Amin ngobrol-ngobrol ringan dengan gadis itu diselingi gurauan cabul, tangannya juga tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan menjamah-jamah tubuhnya.
“Disini Non?” tanyanya ketika berhenti di depan kamar Katherine dan Parjo, suara desahan sayup-sayup terdengar dari dalam.
“No, no, disana saja, supaya lebih private” jawabnya seraya menunjuk ke kamar paling ujung di koridor lantai dua.
Setelah menutup pintu dan menyalakan lampu, mereka langsung menghempaskan diri ke ranjang yang disebelahnya terdapat jendela bertirai.
“Non Sam, kapan terakhir pulang ke sana?” tanya Amin sambil tangannya mengelus rambut pirang gadis itu.
“Pulang Australia? Hhmm…sudah lama, mungkin lebih dua tahun lalu” jawabnya.
“Wah…lama-lama amat? Keluarga Non gak nyariin apa?”
“Ya saya rasa gitu, tapi…disini sudah jadi tempat saya” kata-katanya terdengar lebih pelan dan terkesan menyembunyikan sesuatu.
“Maksudnya Non dah betah di Indonesia gitu ?”
“Please saya nggak mau bicara lagi itu” gadis itu meletakkan telunjuknya di bibir Amin, “saya ingin bercinta lagi, ok?”
Meskipun masih memendam penasaran, Amin diam saja ketika gadis itu menindih tubuhnya dan menempelkan bibir mereka. Mereka berciuman dan bermain lidah sambil berpelukan, nafas keduanya mulai memburu lagi. Sam menggerakan tangannya ke bawah meraih penis Amin yang kembali menggeliat.
“Uugghh!” Samantha mendesah menikmati penis itu menerobos vaginanya.
Dengan kedua tangan mencengkram pinggul Sam, Amin mulai menggoyang tubuh gadis itu. Sam membiarkan pria itu memimpin permainan cinta itu, pinggul pria itu menyentak-nyentak tubuhnya dari bawah sana. Ujung penis pria itu yang keras membentur-bentur dinding terdalam vaginanya sehingga membuatnya mengerang-ngerang keenakan.
“Yes…yes…great!” ceracau Sam setiap kali tubuhnya menghujam ke bawah.
Mulut Amin berpindah-pindah melumat payudara Sam yang berayun-ayun di atas wajahnya, tangannya yang menggerayangi tubuhnya juga kadang singgah di bongkahan daging kenyal itu untuk meremas atau mempermainkan putingnya.
Tak lama kemudian, mereka berguling ke samping, persetubuhan itu terus berlanjut dalam posisi berbaring menyamping berhadapan. Tangan Mamat yang satu memegangi paha gadis itu sementara yang satu lagi mengelusi punggungnya yang sudah bercucuran keringat. Mereka berciuman dengan penuh gairah, tukar-tukaran ludah dan beradu lidah. Masing-masing dapat merasakan hembusan nafas pasangannya yang makin memburu menerpa wajah. Ketika orgasme datang menerpa, Sam melepaskan ciumannya, ia menjerit keras dan pelukannya terhadap pria itu semakin erat. Amin juga melenguh nikmat karena penisnya serasa diremas-remas oleh dinding vagina Sam yang bergerinjal-gerinjal. Ia merubah posisi dengan menelentangkan tubuh gadis bule itu dan masih meneruskan genjotannya karena masih belum mencapai puncak. Namun posisi tersebut tidak berlangsung lama, ketika ia merasa penisnya makin berdenyut-denyut, ia mencabutnya lalu naik ke dada gadis itu. Ia mengapitkan penisnya diantara kedua payudara 34B itu dan mulai menggerakkan pantatnya maju-mundur.
“Huehehe…baru pernah nih ngerasain jepitan toked bule, bini gua sih udah ga bisa diginiin, udah kendor!” katanya dalam hati
Penis itu maju mundur dengan cepat karena dilicinkan oleh lendir yang melumurinya. Semakin dekat ke puncak, pria itu semakin ganas mengocok penisnya diantara dua bukit kembar tersebut. Sam merasakan sedikit perih pada payudaranya yang diremasi dan digesek dengan brutal oleh kuli bangunan itu. Akhirnya pria itu melenguh keras seperti kerbau terluka sambil menembakkan lahar putihnya membasahi wajah, leher dan dada gadis itu.
“Oooww…my godness!” desah Sam menerima semburan itu, ia membuka mulutnya sehingga cipratan itu sebagian masuk ke mulut.
Genjotan dan semburan spermanya semakin Amin lemah, penisnya pun makin menyusut diantara himpitan payudara Sam. Dia pun melepaskan cengkeramannya pada payudara gadis itu meninggalkan bekas merah-merah karena remasan yang kuat. Setelah itu dia pun menjatuhkan diri di sebelah gadis itu.
“Enak?” tanyanya sambil tersenyum melihat gadis itu menjilati jari-jarinya yang dipakai menyeka ceceran spema.
“Eee-emm” angguknya, “enak, I like it”
Amin memeluk tubuh gadis itu dan mencium keningnya sebelum terbuai dalam mimpi.
———————————————
Dua lidah itu memanjakan penis Parjo dengan jilatan dan hisapan mereka. Buah pelirnya pun tidak luput dari mulut dan tangan keduanya. Selagi yang satu mengisap yang lain mengulum kedua bola itu.
“Sedap Non…sedot terus !!” ceracau Parjo sambil mengorek-ngorek vagina Grace yang sedang berposisi 69 dengannya..
Grace mengoral penis itu dengan tubuh menggeliat-geliat dan sesekali mendesah karena lidah Parjo yang kasap dan hangat itu menyusup ke vaginanya, lidah itu bergerak cepat, menjilati memutar, kadang juga keluar masuk. Ketika penis itu terlepas dari mulut Grace, Katherine langsung ganti memasukannya ke mulut, mereka seperti berebutan menikmati benda itu. Hal itu menyebabkan Parjo semakin liar melumat vagina Grace, lidahnya masuk semakin dalam hingga menyentuh klitorisnya.
“Aahh !” erang gadis itu dengan tubuh bergetar seperti kesetrum.
Parjo membuka bibir vagina itu lebih lebar dengan jarinya sehingga dapat menjilati lebih dalam. Bagian yang merah merekah itu semakin dijilat semakin berlendir saja. Pelayanan kedua gadis itu juga semakin membuat penisnya nyut-nyutan. Karena tidak ingin buru-buru keluar, ia menggeser tubuhnya ke belakang lalu menyandarkan punggungnya ke kepala ranjang. Ia lalu membentangkan paha Grace yang kini berada di pangkuannya, tangan satunya mengarahkan penisnya yang mengacung ke vagina gadis itu. Penis itu pun perlahan melesak, jeritan nikmat keluar dari mulut gadis itu.
Kejantanan Parjo kini tertanam dalam-dalam menyentuh dinding paling belakang kemaluan Grace. Tanpa disuruh, ia mulai menggoyang-goyangkan pinggulnya, seluruh liang kewanitaannya disodok-sodok oleh batang yang keras dan panas yang menimbulkan gelora birahi yang dahsyat. Katherine pun tidak tinggal diam, ia berlutut di depan mereka dan mengenyoti payudara temannya, tidak lama kemudian mulutnya merambat naik dan bibir tipis kedua gadis itu pun bertemu. Grace memejamkan mata menikmati perlakuan mereka, lidahnya saling belit dan saling jilat dengan lidah temannya itu.
“Eeempphh!” Grace merintih tertahan dan tubuhnya berkelejotan.
Badan gadis itu mulai bergetar keras merasakan serbuan-serbuan kenikmatan menyebar ke seluruh tubuh. Tidak sampai sepuluh menit, Grace mengerang keras, tubuhnya serasa meledak-ledak sehingga mengejang tak terkendali. Selama lima detik ia kehilangan kesadarannya, tubuhnya lunglai dalam dekapan pria itu, keringatnya membanjir, meleleh-leleh di dada dan wajahnya. Parjo pun sudah sangat terangsang, remasan dinding vagina dan siraman cairan orgasme yang hangat membuat kejantanannya makin berdenyut-denyut. Ia segera menurunkan tubuh Grace dan berdiri di ranjang sambil mengocoki penisnya, seakan sudah mengerti kedua gadis itu berlutut di hadapannya. ‘Cret…cret!” cairan putih kental muncrat mengenai wajah keduanya. Mereka berebutan menelan cairan itu, bahkan Katherine meraih penis itu dan mengocoknya agar seolah memompanya agar spermanya keluar.
“Mantap Non…uuh uenak !” desahnya ketika lidah-lidah mereka menjilati batangnya melakukan cleaning service.
Setelah menjilati penis pria itu hingga bersih, Grace menjilati ceceran sperma itu pada wajah temannya. Ia berpagutan mulut dengan temannya sebentar sebelum mulutnya turun lagi menjilati sperma yang menetes di payudaranya.
“Eeengghh !” desah Katherine
Melihat adegan sesama wanita itu, nafsu Parjo bangkit lagi, ia memeluk tubuh Katherine dari belakang. Sekarang keadaan berbalik menjadi Katherine dikeroyok oleh Grace dan Parjo. Tangan pria itu mengelusi vaginanya yang berbulu lebat, jari-jarinya yang nakal menyusup masuk ke bibirnya serta menggosok-gosoknya. Selain itu Parjo juga menjatuhkan ciuman-ciumannya pada leher dan pundak gadis itu. Selesai menjilati payudara temannya, mulut Grace naik lagi dan memagut bibir teman sesama jenisnya. Katherine pasrah turut memainkan lidahnya mengimbangi cumbuan temannya, di samping itu ia merasakan tangan-tangan mereka menggerayangi tubuhnya. Secara refleks ia menggerakan tangannya memegang payudara temannya dan mulai meremasinya. Grace lalu merebahkan tubuhnya ke belakang sehingga Katherine yang dipeluknya ikut tertarik dan menindihnya. Bibir keduanya tidak lepas bahkan semakin larut dalam permainan lidah, payudara mereka berhimpitan dan bergesekan satu sama lain.
“Eeemmhh !” desahan tertahan keluar dari mulut Katherine karena ia merasakan sebuah benda tumpul menekan vaginanya dari belakang.
Pria itu menekan penisnya lebih dalam sehingga tubuh Katherine sedikit mengejang akibat sensasinya.
Tubuh Katherine mulai tersentak-sentak ketika Parjo mulai memompa liang vaginanya. Grace yang berbaring di bawahnya meremas kedua payudaranya dengan lembut sambil memilin-milin putingnya. Sambil menggenjot tangan Parjo juga menggerayangi tubuh kedua gadis itu. Erangan Katherine yang ribut memenuhi kamar itu sehingga pria itu semakin bernafsu menyetubuhinya. Liang vagina gadis itu semakin berlendir menimbulkan bunyi berdecak disamping bunyi tumbukan alat kelamin mereka. Tak lama kemudian, Katherine menggelinjang, tubuhnya menekuk dan lenguhan panjang keluar dari mulutnya. Saat itu, Grace menyedot kuat sebuah putingnya, menimbulkan ledakan kecil yang mengawali serangkaian ledakan-ledakan dahsyat di tubuh Katherine. Gelombang orgasme kali ini lumayan dahsyat sampai tubuh gadis itu tersentak-sentak tak terkendali, kalau saja Parjo tak cukup kuat memeganginya mungkin tubuhnya sudah terlontar keluar ranjang. Cairan orgasme yang keluar dari vaginanya menjadi pelumas bagi penis Parjo sehingga semakin memperlancar gerakan keluar-masuknya. Tiba-tiba pintu terbuka yang membuat mereka menoleh kesana, ternyata yang datang Gozhi yang baru saja menggarap Samantha di bawah sana.
“Wuih…asyik nih lagi main tigaan, bagi-bagi yah Bos jangan maruk sendiri” katanya sambil berjalan ke ranjang.
“Ayo aja Bang, masih ada tempat kok disini!” panggil Grace dengan senyum menggoda.
“Sialan lo, ganggu aja!” omel Parjo dalam hati
Grace menggeser tubuhnya dari bawah Katherine ke sisi sebelah ranjang itu yang masih lowong.
“Wah udah keringetan gini Non, seru yah tadi mainnya?” kata Gozhi ketika mengelus payudaranya.
Si bopeng itu memandang kagum tubuh telanjang Grace yang terbaring di sisinya. Sekali-kalinya dalam seumur hidup bersanding dengan gadis secantik ini setelah mencicipi yang produk ‘luar’ punya. Tubuh gadis ini tidak kalah dari gadis bule yang barusan digarapnya, wajah oriental yang kalem, payudara berukuran sedang yang bulat indah, sepasang paha jenjang yang mulus, dan kemaluan yang berbulu lebat. Gozhi sungguh berdecak kagum sampai tangannya sedikit bergetar ketika menggerayangi tubuh gadis itu.
“Eeehhmm!” desah Grace lirih saat jari-jari gemuk pria itu menggosok-gosok bibir kewanitaanya.
Wajah pria itu mendekati payudaranya, lidahnya menjilati putingnya yang telah mengeras itu memutar membuat lingkaran di sekeliling organ sensitif itu, lalu mulut itu membuka lebar-lebar dan memasukan gundukan kenyal itu ke dalamnya walau tidak semuanya masuk. Mulailah Gozhi mengeyoti payudara Grace seperti bayi yang sedang menyusu, jari-jarinya masuk semakin dalam mengaduk-aduk vagina gadis itu. Sementara di sebelah mereka, Parjo dan Katherine sedang menikmati persetubuhan dalam gaya doggie, hentakan-hentakan tubuh mereka menyebabkan ranjang itu bergoyang hebat.
Gozhi menciumi tubuh Grace inci demi inci, dari payudara, lengan, pundak dan leher. Kemudian ia membalik tubuh gadis itu hingga telungkup, lalu diangkatnya pinggulnya hingga menungging. Grace menahan nafas ketika merasakan kepala penis pria itu menempel di vaginanya dan mulai melesak masuk. Setiap mili gesekan penis itu memasukinya menimbulkan percikan nikmat hingga akhirnya terbenam dalam vaginanya.
“Uuhhh…uenak, sempit yah Non” ceracau Gozhi sambil menggenjot gadis itu.
Tangan Grace mencengram sprei dan bantal, rambut panjangnya yang indah tergerai menyetuh kasur, kedua pahanya membuka lebih lebar seolah meminta pria itu menusuknya lebih dalam. Setiap kali penis pria itu menerobos masuk, ia merasa bagai disiram berliter-liter air hangat yang memijati seluruh tubuhnya, sedangkan setiap pria itu menarik penisnya, ia merasa seperti terhisap pusaran air yang membawanya pada kenikmatan. Dengan mata merem-melek, Grace menjeritkan penyerahan diri sekaligus pertanda datangnya klimaks yang luar biasa. Gozhi merasakan penisnya bagaikan dipilin dan dihisap oleh mulut yang kuat sedotannya. Tanpa dapat tertahankan lagi, pria itu pun memuntahkan spermanya membanjiri rongga kewanitaan Grace yang sedang berkontraksi dilanda orgasme. Gadis itu mengerang dan menggeliat sejadi-jadinya sebelum akhirnya tubuhnya lemah lunglai di kasur. Gozhi menyusul menimpa tubuh putih yang telah licin oleh keringat itu. Nafas keduanya tersenggal-senggal seperti pelari yang baru mencapai finish.
Di sebelah mereka, Parjo dan Katherine masih sibuk bergumul, mereka sebelumnya telah terlebih dahulu mencapai klimaks dan kini mereka sedang memasuki ronde berikutnya. Katherine kini telentang mengangkang di atas tubuh Parjo yang menyentak-nyentakan pinggulnya dari bawah.
“Ngghhh…oohhh…nngghh!” gadis itu melenguh nikmat, ia merasakan bagian bawahnya seperti dibelah dua oleh sebuah batang yang keras dan kokoh.
Ia ikut menggerakan pinggulnya agar vaginanya makin teraduk-aduk oleh penis pria itu. Tubuh Katherine bergetar merasakan serbuan kenikmatan menyebar ke seluruh tubuhnya, terlebih tangan pria itu terus saja meremasi payudaranya, mulutnya juga mencupangi pundak dan lehernya. Kemudian Parjo mendorong punggung gadis itu perlahan-lahan sehingga Katherine akhirnya dalam posisi menduduki penis itu dengan memunggunginya. Mulailah ia menggoyangkan kembali pinggulnya naik-turun, kadang juga berputar. Wajahnya yang manis terlihat semakin menggairahkan dengan rona kemerahan, matanya setengah terbuka dengan pandangan menerawang. Tiba-tiba seseorang memengangi kepalanya, Gozhi, si tambun bermuka bopeng itu telah berdiri di hadapannya dengan dengan penis setengah menegang.
“Isep yah Non!” pintanya cengengesan.
Tanpa menunggu jawaban Katherine, ia sudah menjejali mulut gadis itu dengan penisnya. Desahannya tersumbat, ia sepertinya agak gelagapan menerima penis Gozhi yang masih berlumuran cairan bekas persetubuhannya tadi, namun tak lama kemudian ia sudah mulai bisa beradaptasi. Katherine memainkan menyapukan lidahnya pada penis itu dalam mulutnya disertai kuluman-kuluman nikmat. Tubuhnya tetap naik-turun di atas penis Parjo sambil tangannya meremasi payudaranya sendiri.
Sementara itu Grace terlihat sedang berpelukan dengan Parjo, keduanya terlibat french kiss yang panas. Lidah Parjo masuk ke mulut gadis itu dan menyapu langit-langit mulutnya sambil tangannya mengelusi tubuh mulus itu. Grace pun tidak kalah agresif dalam hal ini, lidahnya beradu dengan lidah kasap pria itu, saling belit dan saling jilat, demikian serunya sampai nafas yang memburu terasa pada wajah masing-masing pasangan. Di ambang klimaks. Katherine memacu tubuhnya semakin cepat dan liar hingga akhirnya ia melepaskan kulumannya terhadap penis Gozhi dan menjerit keras, ia merasakan seperti ada ledakan dahsyat dari dalam tubuhnya, cairan vaginanya berleleran kemana-mana membasahi penis dan selangkangan Parjo. Sungguh persetubuhan yang liar dan erotis, empat orang, dua gadis cantik dan dua pria sangar dalam satu ranjang, berpadu dalam hasrat terliar manusia. Katherine tumbang kelelahan, tulang-tulangnya serasa copot semua, peluh telah membasahi tubuhnya dan nafasnya sudah putus-putus. Kedua pria itu membiarkannya beristirahat dan mulai mengeroyok Grace. Parjo menelentangkan tubuh gadis itu dan mengambil posisi di tengah kedua pahanya yang ia bentangkan lebar-lebar. Penis yang masih tegang dan berlumuran cairan klimaks Katherine itu ditusukannya ke vagina si gadis.
“Ugghh!” Grace mengerang dan menggeliat saat benda itu melesak masuk ke vaginanya.
Sodokan demi sodokan menghantam vagina gadis itu, sementara payudaranya yang ikut terguncang-guncang terus-menerus diremasi, dicubiti dan dikenyot oleh Gozhi.
Dari payudara mulut pria itu terus naik hingga mulut mereka bertemu. Desahan Grace terhambat sementara ketika mereka berciuman dan beradu lidah. Sebentar kemudian, pria tambun itu melepas ciuman dan berlutut di sebelah gadis itu. Tangan kanannya meraih kepala gadis itu dan tangan kirinya memegang penis yang sudah menegang. Grace membuka mulutnya seakan menyambut penis itu masuk ke dalamnya. Ia mengerang tertahan dan memperkuat hisapannya setiap Parjo menyodok dengan kuat, bila Parjo memutar-mutarkan penisnya seperti sedang mengaduk, gadis itu pun melakukan hal yang sama dengan menjilat memutar kepala penis itu dengan lidahnya. Irama persetubuhan mereka pun terjalin dengan indahnya. Hingga satu saat, Parjo frekuensi genjotan Parjo makin cepat sambil menceracau.
“Oooggghhh!” erangnya penuh kepuasan, spermanya segera mengisi rahim gadis itu.
“Mmhhh…eeemmhh !” sebentar kemudian Grace pun mengerang tertahan akibat kepalanya masih dipegangi oleh Gozhi.
Tubuh gadis itu mengejang tak terkendali, kedua kakinya memeluk pinggang pria itu seperti tidak rela pria itu mencabut penisnya yang menancap di vaginanya. Parjo masih melanjutkan genjotannya meskipun kecepatannya makin menurun. Hingga akhirnya orgasme gadis itu mulai surut dan jepitan kakinya mengendur. Ia menarik lepas penisnya yang telah menyusut, begitu benda itu tercabut sperma yang bercampur dengan cairan kewanitaan gadis itu pun turut meleleh keluar.
Parjo merasa sangat puas walau persetubuhan hari ini sangat melelahkan. Dalam hidupnya, inilah persetubuhan terdahsyat yang pernah dialaminya. Ia segera menjatuhkan diri di sebelah Katherine, gadis itu yang tenaganya sudah mulai pulih memeluknya.
“Gimana Pak? Bapak kuat sekali!” katanya sambil mengelus dada Pajo yang bidang.
“Puas banget Non, ini kerja lembur namanya, bisa-bisa besok Bapak ga kuat kerja nih!” tangannya mengelus rambut gadis itu.
“Aaarrgghh…uuhhh keluar Non!” tiba-tiba terdengar lenguhan panjang di sebelah.
Gozhi telah mencapai orgasmenya dari hasil oral seks Grace. Dipeganginya kepala gadis itu sambil berejakulasi di dalam mulutnya. Grace mengerang tertahan, sepertinya dia kepayahan menerima cairan kental itu yang meluap di mulutnya sehingga sebagian menetes keluar di pinggir bibirnya walau ia telah berusaha keras menghisap dan menelannya. Penis itu berangsur-angsur mengecil dalam mulutnya, Grace menuntaskan jurus terakhirnya dengan menyedot kuat-kuat batang itu sekaligus menjilatinya. Ketika benda itu ditarik keluar sudah tak ada sedikitpun sperma yang membekas disitu. Gozhi pun ambruk dengan nafas tersenggal-senggal. Ia masih sempat menyeka sperma yang meleleh di bibir gadis itu dan menyodorkan jarinya untuk dijilati.
“Bang…malam ini, saya akan memakan Abang” kata Grace setengah berbisik dekat telinga Gozhi.
“Ooh…makan? Boleh Non selama masih kuat, makan aja sampai puas…hehehe” Gozhi tertawa lemas sambil meremas payudara gadis itu.
Keempat tubuh telanjang bergelimpangan di ranjang itu, mereka terlibat obrolan ringan dan nakal pasca persetubuhan sebelum Parjo akhirnya berdiri dan mematikan lampu plafon dan menyalakan dua lampu meja. Setelah menarik selimut, mereka pun akhirnya tertidur kelelahan.
11.40 PM
Mamat terbangun karena ada yang menarik selimutnya, ia mengedip-ngedipkan mata setengah sadar, hanya cahaya bulan yang masuk ke kamar itu melalu ventilasi memberi sedikit penerangan disana. Ia menggerakan bola mata ke bawah, benar saja selimut itu memang seperti ada yang menarik pelan-pelan dari bawah. Bret! Sebuah tarikan kuat menyentak selimut itu sehingga tidak lagi menutupi tubuhnya, ia melirik ke sebelah dan menemukan Arlene sudah tidak disana lagi. Mendadak ia merasa ada aura seram menyelubungi kamar itu yang membuat bulu kuduknya berdiri semua, terlebih lagi ia baru menyadari tubuhnya tidak bisa digerakkan seperti mati rasa, demikian pula mulutnya terasa kelu sehingga hanya mampu mengap-mengap tanpa bersuara. Ia memandang sekeliling untuk mencari gadis itu. ‘Deg’, wajah Mamat semakin pucat pasi ketika sebuah tangan muncul dari ujung ranjang sana memegang telapak kakinya, dinginnya tangan berkulit pucat itu seakan merambat ke seluruh tubuhnya. Kepala pemilik tangan itu mulai menyembul di ujung ranjang, perlahan-lahan semakin mempercepat detak jantung pria itu.
Betapa ia ingin meloncat dan berteriak sekeras-kerasnya ketika melihat wajah seram itu, pucat dengan kerut-kerut mengerikan, matanya yang merah menatapnya seolah menembus sampai tulang, namun bagaimanapun ia tidak mampu menggerakan tubuhnya selain lehernya. Ia memejamkan mata sambil komat-kamit mengucapkan doa dan ayat-ayat suci untuk mengusir setan. Baru kali ini ia merasakan ketakutan terbesar dalam hidupnya sehingga mengucapkannya dengan sungguh-sungguh. Tangan dingin itu pun melepaskan cengkramannya. Mamat masih terus berdoa dan komat-kamit berusaha keras agar suaranya keluar. Berangsur-angsur ia mulai merasa lebih tenang dan perlahan-lahan membuka matanya, keringat dingin sudah bercucuran seperti embun di dahi dan tubuhnya. Di ujung ranjang, sosok seram itu sudah tidak ada lagi, ia lalu menengok ke kiri-kanan, kosong, pandangannya kembali ke langit-langit dan berkonsentrasi memulihkan diri. Kini ia mulai dapat bernafas lega, lengannya mulai bisa digerakan. Ia memejamkan mata dan menghirup udara, lalu menghembuskannya…lagi…dan lagi, sebanyak beberapa kali. Hatinya semakin tenang, ia yakin doanya telah berhasil mengusir makhluk itu. Kelopak matanya membuka…matanya melotot kaget dan wajahnya kembali menunjukan ketakutan yang amat sangat melihat makhluk itu telah berdiri di pinggir ranjang dan menatapnya dengan pandangan yang menusuk tajam.
“Waa…!!!” belum sedetik suara itu meluncur keluar dari mulutnya, makhluk itu dengan cepat menerkamnya sehingga ia tidak mampu bersuara lagi.
————————————-
11.44 PM
Amin terbangun karena seolah-olah mendengar suara jeritan, rasa kantuk memang masih menguasainya, namun disaat yang sama ia juga merasakan ingin buang air kecil. Maka supaya dapat melanjutkan tidurnya dengan nyaman, ia memutuskan untuk ke toilet sebentar. Dilihatnya gadis bule itu masih tertidur dengan lelap dalam posisi tengkurap di sampingnya. Perlahan-lahan disingkirkannya tangan gadis itu dari dadanya, ditatapnya wajah manis itu sambil turun dari ranjang.
“Hehe…bener-bener bukan mimpi, ini malem udah dua, besok dua sisanya juga wajib dicicipin” katanya dalam hati dengan girang.
Ia pun berjalan ke toilet, setelah menyalakan lampu ia berdiri di depan kloset dan mengeluarkan kencingnya dengan lega.
“Hhhss…tambah dingin aja nih, jadi beser melulu! Cepetan balik ah biar bisa anget-angetan lagi!” katanya dalam hati.
Setelah menyiram, Amin pun membalik badan bermaksud beranjak dari tempat itu.
“Loh…Non Sam, Bapak ngebangunin yah ? sori nih, pengen kencing sih” sapanya melihat gadis bule itu tiba-tiba berjalan masuk ke kamar mandi.
“Bukan…saya cuma ada masalah dengan tenggorokan saya, makannya bangun” kata Sam memegangi lehernya dengan wajah pucat seperti menahan sakit.
“Emang kenapa Non lehernya, coba sini saya liat” Amin menyingkirkan tangan gadis itu dan melihat ada goresan kecil meneteskan sedikit darah di lehernya, “ini kenapa Non, tadi nggak gini kan?”
Amin menyeka darah itu dengan jarinya, namun betapa kagetnya melihat goresan itu malah membesar dan mengucurkan lebih banyak darah.
“Hah…Non, apa…apa ini?” ia terperangah sambil mundur-mundur.
Matanya melotot seolah tidak percaya pada pandangannya melihat luka itu semakin melebar dan darah semakin bercucuran membasahi leher jenjang itu, yang lebih membuatnya ngeri adalah gadis itu malah tertawa…seram. Amin bergidik ketakutan, bulu kuduknya berdiri semua.
“Huuaaa !!!” ia menjerit kaget melihat kepala itu akhirnya terlepas dari lehernya dan menggelinding di lantai kamar mandi.
“Tolong Pak, sambungkan leher saya !” ucap kepala itu sambil tersenyum mengerikan.
Amin menubruk tubuh tanpa kepala itu hingga terjatuh dan segera berlari ketakutan ke arah pintu, namun ‘blam’ pintu itu menutup dengan sendirinya sebelum ia mencapainya.
“Buka!! Buka…tolong !!” jeritnya sambil memutar-mutar gagang pintu dan menggedor-gedornya.
Suara tawa yang mengerikan memenuhi kamar mandi membuat pria itu semakin ketakutan, kaki-kakinya gemetaran sampai tidak kuat untuk berdiri. Ia menengok ke belakang melihat tubuh tanpa kepala itu sudah berdiri lagi dan meraih kepalanya di lantai. Nyali Amin semakin ciut saja melihat pemandangan seram itu, apalagi pintu itu tetap kokoh walau sudah didorong dan digedor.
“Ampun…pergi!! Jangan ganggu saya !!” Amin meringkuk ketakutan di sudut
Makhluk itu semakin mendekatinya sambil menenteng kepalanya, darah mengalir deras dari lehernya yang terpotong membasahi tubuh dan lantai marmer di bawahnya.
“Wwhuuaaa !!” jerit pria itu sekeras-kerasnya.
———————————————–
11.45 PM
“Uuuhh…Non Katherine sini, Grace juga !” Parjo mengigau dalam tidurnya, masih terbayang-bayang percintaannya yang panas dan liar dengan gadis-gadis itu tadi.
Ia berguling ke samping mengganti posisi tidurnya, tangannya memeluk tubuh Katherine yang berbaring di sampingnya. Namun ia merasa aneh kenapa yang dirasakan di telapak tangannya bukannya kulit yang halus malahan kasar dan agak becek, di beberapa bagian malah seperti kulit kering. Selain itu juga mulai tercium aroma tidak sedap, seperti bau daging hangus dan anyir darah. Ia membuka sedikit matanya untuk melihat karena merasa tidurnya terusik.
“Hah !” Parjo menjerit kaget, rasa kantuknya langsung hilang seketika melihat makhluk bertubuh hitam terbakar dan berwajah rusak melepuh itu menatapnya dengan sorot mata menyeramkan.
Sontak ia pun tersentak dan jatuh dari ranjang, belum hilang kekagetannya melihat makhluk bertubuh hangus itu, ia seperti shock melihat temannya, Gozhi dalam kondisi sangat mengenaskan. Perut tambun pria itu telah terbelah dan Grace yang berlutut di sebelahnya sedang mengorek-ngorek isi perutnya dan melahapnya. Mata Gozhi masih terbelakak dan wajahnya masih memperlihatkan ketakutan yang amat sangat, nampaknya ia mati di tengah teror mental yang sulit dilukiskan. Tidak ada lagi Grace yang anggun dan memiliki innocent beauty, yang ada hanyalah sesosok makhluk berwajah pucat dan rusak sebelah yang buas seperti binatang pemangsa dengan tangan dan mulut berlumuran darah. Darah juga berceceran di ranjang empuk itu, suasana kamar dengan hanya dua lampu meja yang menyala dan cahaya bulan dari jendela semakin membuat bulu kuduk berdiri.
“Setan…se-setan!” ucap Parjo bergetar, “pergi !”
Makhluk bertubuh terbakar itu turun dari ranjang dan mulai mendekatinya. Parjo gemetaran melihat wujud mengerikan dari makhluk itu, wajah yang melepuh, daging yang nampak di beberapa bagian tubuh, bahkan kerangkanya menyembul keluar di sebagian rusuk dan tulang keringnya, inikah gadis yang barusan bercinta dengannya? rasanya sulit untuk dipercaya. Saat itu terdengar suara jeritan dari kamar lainnya, Parjo yakin temannya yang lain pun sedang mengalami hal serupa dengannya. Ia berlari ke arah pintu dan menekan-nekan gagangnya namun tidak mau membuka.
“Jangan mendekat….pergi…pergi!”
Parjo merasa mual dan mau muntah melihat Grace melahap usus Gozhi yang ditarik keluar dari perutnya, ia menikmati mangsanya sambil menyeringai pada pria yang dirundung ketakutan itu. Ia semakin cepat menekan-nekan gagang pintu dan menarik-nariknya, apalagi Katherine juga semakin mendekatinya. Ia mendorong makhluk bertubuh hangus itu dan menarik pintu itu sekuat tenaga. ‘Brak’ pintu pun terbuka dan Parjo agak terhuyung ke belakang oleh tenaganya sendiri.
“Tidak!!” jeritnya melihat dua makhluk seram lainnya sudah berdiri di ambang pintu, yang satu berwajah pucat dan menyeramkan, yang lain tidak berkepala dengan tubuh berlumuran darah, tangannya menenteng kepalanya yang tersenyum mengerikan dan tangan satunya menenteng kepala Amin yang tercerabut berikut tulang belakangnya.
“Hhhyyii…jangan…ampun…jangan sakiti saya !” mohon Parjo yang tersungkur di lantai, ia tidak mampu berdiri lagi, tenaganya seolah hilang akibat rasa takutnya, apalagi melihat kepala Amin yang dilempar di hadapannya.
Matanya semakin melotot ngeri dan jantungnya semakin berdetak seiring langkah makhluk-makhluk seram itu mendekatinya sebelum akhirnya semuanya menjadi gelap baginya.
################
Dua hari kemudian
Hilangnya empat pekerja bangunan yang sedang merenovasi villa itu cukup menggemparkan. Daerah yang biasanya sepi dan tenang itu dipenuhi polisi dan warga sekitar yang ingin mengetahui kejadiannya. Polisi sibuk menyisir daerah sekitar dan menanyai penduduk setempat namun tak menemukan petunjuk yang mengarah kesana. Mereka sempat mewawancarai penduduk lokal seorang pria berusia paruh 60an yang dulu pernah bekerja menjaga villa di seberangnya. Dari ceritanya diketahui bahwa empat tahun yang lalu putri tunggal pemilik villa tersebut tewas dalam kecelakaan lalu lintas ketika dalam perjalanannya ke villa untuk berlibur. Tiga temannya, termasuk seorang warga negara asing, yang dalam satu kendaraan juga turut menjadi korban ketika ‘panther’ yang mereka tumpangi menubruk sebuah truk yang dikemudikan sopir ugal-ugalan. Keempat gadis itu tewas dalam kondisi mengenaskan sementara si sopir truk hanya menderita luka-luka. Hari kematian mereka adalah tepat dua hari yang lalu dan sejak tragedi itu si pria tua mengaku beberapa kali mengalami kejadian aneh di villa itu mulai dari suara-suara tanpa wujud hingga penampakan sekilas putri si pemilik villa itu. Kematian putri semata wayangnya, membuat si pemilik villa yang juga pengusaha kaya sangat terpukul, ia menutup villa itu dan hendak menjualnya namun hingga kini belum laku, sehingga villa itu mulai terlantar dan tidak terawat.
Cerita berbau mistis itu tentu saja tidak terlalu ditanggapi oleh polisi apalagi mereka tidak menemukan apapun yang aneh di dalam villa itu selain perabotan berdebu, kolam renang kosong yang hanya menampung sedikit air hujan dan dedaunan rontok, dan halaman belakang yang ditumbuhi rumput yang yang tak terurus. Di kota sendiri berita itu tidak terlalu menjadi perhatian, surat kabar hanya meliputnya dalam berita sampingan dan televisi hanya menayangkannya hanya sekitar dua-tiga menit. Hanya majalah-majalah mistik murahan yang meliputnya agak heboh disertai judul yang bombastis dan pembahasan-pembahasan yang dilebih-lebihkan seperti menjadi korban roh penunggu villa lah, melakukan perbuatan terlarang sehingga mengusik yang menunggu wilayah itu lah, roh penasaran pemilik villa mencari tumbal lah, dll. Polisi semakin frustasi karena tidak ada petunjuk apapun yang mengarah pada menghilangnya mereka, keempatnya bagaikan lenyap ditelan bumi. Keluarga mereka semakin pesimis akan pencariannya hingga akhirnya memasrahkan kehilangan orang dekat mereka yang misterius itu dengan berat hati.
###########################
Setahun setelah peristiwa itu
Senja pukul setengah tujuh, nampak di lapangan basket yang termasuk salah satu fasilitas di kompleks villa elit itu enam orang pemuda sedang bermain basket setengah lapangan. Mereka berlari, mengoper bola, melompat, dan memasukan bola dengan lincah. Nampaknya mereka sudah bermain cukup lama karena tubuh mereka telah bermandikan keringat. Seorang dari mereka sedang mendrible bola dan memutar-mutarkan di sekitar tubuhnya mencari celah untuk mengoperkan bola itu pada temannya. Dalam satu kesempatan ia melempar bola itu, namun terlalu kuat dan tidak tertangkap oleh temannya. Bola itu pun terlempar jauh keluar lapangan hingga akhirnya jatuh menggelinding di tanah. Saat itu dua orang gadis sedang melintas di pinggir lapangan, salah seorang dari mereka yang berambut hitam panjang memungut bola itu.
“Oi…thanks ya bolanya” seorang dari mereka yang bermaksud mengambil bola mendekati kedua gadis itu, “lagi liburan juga nih kalian?”
Pemuda itu memandang kagum pada gadis cantik yang berambut seperti model iklan shampo itu, tubuhnya dibungkus oleh kaos u can see hitam dan celana pendek. Gadis yang satunya yang memakai gaun terusan mini bermotif bunga juga tak kalah cantik, ia memiliki rambut kemerahan agak bergelombang.
“Ya gitulah lagi jalan-jalan cari angin aja, biar ga suntuk di villa terus” jawabnya.
“O ya, sekalian kenalan dong, saya Rio” kata pemuda itu sambil mengulurkan tangan.
“Grace” gadis itu balas menjabat tangannya dan tersenyum manis, “ini Arlene, dia yang punya villa” ia juga memperkenalkan temannya.
Melihat Rio malah ngobrol dan berkenalan dengan kedua gadis itu, kelima temannya yang lain pun datang mendekati mereka.
“Nah…ini temen-temen gua, kita cowok enaman, lagi liburan disini” kata Rio memperkenalkan teman-temannya satu-persatu.
Setelah berkenalan mereka berbasa-basi sambil sesekali curi-curi kesempatan melihat bagian tubuh kedua gadis itu melalui pakaian mereka yang minim.
“Hhmm…kalau gitu kebalik yah, kita empatan cewek semua nih” kata Arlene.
“O gitu, emang kalian villanya dimana siapa tau deket sama kita ?” tanya salah seorang dari mereka yang berambut spike.
“Itu tuh yang warna putih dua tingkat itu !” jawabnya seraya menunjuk ke bangunan yang terletak agak tinggi di atas.
“Wah gak terlalu jauh ya, kita agak kesana belakang villa yang pagarnya tinggi itu tuh” kata Rio yang adalah pemilik villa tersebut.
Kedua gadis itu nampaknya cukup supel dan mudah bergaul sehingga mereka mudah akrab, sebentar saja mereka sudah ngobrol dan tertawa-tawa seperti teman lama.
“Eehh…iya nih, kita kan malem ini mau BBQ-an, ntar kalian kalau mau dateng aja yah, kita cewek-cewek kayanya ga bakal sanggup abis semua” kata Grace.
“Wah…kedengerannya boleh juga tuh, kalau bikinan cewek kayanya makanannya lebih enak, kita dari kemaren beli di luar, waktu masak sendiri rasanya jadi gak karuan haha” kata seorang dari mereka.
“Hhmm, gini aja deh, sekarang kita semua pulang mandi dulu, terus main ke lu orang sana ok?” kata Rio.
“Ya udah kita tunggu yah, itung-itung bagus juga ada cowok, jadi nanti lu orang yang bantu beres-beresnya hehe” kata Arlene tertawa renyah.
“Ok beres, siapa takut, ntar kita main kesana deh” kata yang berkacamata.
Mereka pun akhirnya saling melambaikan tangan dan kembali ke tempat masing-masing.
“Wew, mantap coy, kita bakal bareng cewek malem ini, cakep-cakep lagi”
“Iya nih jadi ga batangan melulu hahaha”
“Bisa party nih, huehehe” kata salah seorang dengan nada mesum, “enam lawan empat, ada yang keroyokan dong!”
“Party apa yeee…lu mah mupeng aja” kata yang berambut spike itu sambil menepuk punggungnya.
Mereka berjalan pulang ke villa sambil tertawa-tawa dan bersenda gurau. Mereka ingin cepat-cepat mandi segar dan bertemu gadis-gadis itu, rasa senang bercampur sedikit bayangan mupeng ala anak muda memenuhi pikiran mereka.
————————————————————
“Gimana menurut lu yang kali ini?” tanya Arlene sambil berjalan.
“Hhhmm…not bad, yang jelas lebih keren en berkelas dibanding yang tahun lalu, cuma kuli bangunan” jawab Grace
“Enam orang, sepertinya bakal lebih seru dari tahun kemaren”
“Tapi kayanya yang kali ini kalah perkasa dibanding mereka dulu, but that’s all right, lebih cakep sih hehe”
“Kalau gua perhatiin, si Rio itu keliatannya kesengsem sama lu deh, daritadi ke lu terus ngobrolnya, ngeliatin terus, dari sorot matanya aja keliatan” kata Arlene, “gua jadi inget waktu masih hidup dulu, ex gua waktu SMA dulu juga mirip gitu kenalnya, cuma di lapangan bulutangkis, waktu POR” lanjutnya mengenang masa lalu.
“Hihihi…sepertinya emang gitu, yah seengganya sampai dia liat yang gini” Grace menengokan wajahnya yang pucat dan hancur sebelah ke temannya.
Keduanya pun tertawa cekikikan.
THE END