Hell on Earth 1: First Blood
· Sebelumnya Blackheart ingin menyampaikan permohonan maaf sekaligus meminta izin pada P. Binal karena mengutip kalimat berikut tanpa seizinnya, hal ini Blackheart lakukan karena malas nulis sendiri dan merasa sependapat dengan P. Binal:
· Cerita bersambung ini ditulis dimaksudkan sebagai hiburan bagi mereka yang sudah dewasa. Di dalamnya termuat kisah erotis dan dewasa terkait dengan hubungan seksual. Jika anda termasuk dalam golongan minor yang masih berusia di bawah umur dan atau tersinggung serta tidak menyukai hal-hal yang berkenaan dengan hal tersebut di atas, tolong JANGAN DIBACA!!! Internet adalah media bebas untuk menyalurkan semua kreasi.
· Cerita ini adalah karya fiksi. Semua karakter dan peristiwa yang termuat di dalamnya bukanlah tokoh dan peristiwa nyata. Kemiripan akan nama dan perilaku ataupun kejadian yang terdapat dalam cerita ini murni ketidaksengajaan dan hanya kebetulan belaka. Penulis tidak menganjurkan dan atau mendukung aktivitas seperti yang diceritakan.
· Cerita ini diperbolehkan disebarluaskan secara gratis namun tidak boleh digunakan untuk kepentingan komersil tanpa menghubungi penulis terlebih dahulu. Bagi mereka yang ingin menyebarluaskan cerita ini secara gratis, diharapkan untuk tetap mencantumkan disclaimer ini.
· Apabila ada adegan pemerkosaan dalam cerita ini, JANGAN DIPRAKTEKKAN!!!
· Saya amat menantikan kritik dan saran para pembaca. So... Fasten your seatbelt and enjoy the ride... ^^
Copyright (c) 2009 Blackheart
---------------------------------------------------
Manhattan 12 Januari 2009, pukul 23.27 malam
Puluhan helikopter tempur memenuhi langit-langit kota besar itu. Lambang bendera negara adidaya Amerika Serikat yang menempel di tubuh helikopter tidak menggetarkan para perusuh yang membuat kekacauan didalam kota. Puluhan mobil polisi gabungan ditambah beberapa truk yang mengangkut pasukan US Army memblokir sebuah jalan besar, sementara para pasukan bersiap-siap menghadapi teror yang hadir dihadapan mata mereka. Ratusan manusia yang dulunya menjadi target mereka untuk dilindungi dan dijaga kini menjadi sasaran senapan serbu beragam jenis dari M4A1 hingga jenis shotgun M3, diarahkan pada para penduduk yang tidak bisa disebut manusia lagi. Mereka semua (menurut juru bicara presiden AS) telah terkontaminasi virus yang disebarkan oleh musuh-musuh perdamaian. Zombie, monster, atau apapun itu, yang jelas mereka sudah menguasai kota itu, bahkan mungkin seluruh negara superpower itu. Gigitan ataupun cakaran mereka akan menularkan mereka yang sehat, bukan hanya manusia, tapi semua makhluk hidup.
"Zombies up ahead! Aim for the head," kata Kapten Jackson memberi arahan pada anak buahnya yang hanya berjumlah puluhan, kalah jauh dibanding jumlah "musuh" dihadapan mereka. Kapten Jackson seorang Amerika-Afrika yang memiliki jiwa patriotisme yang tinggi terhadap tanah kelahirannya, tubuhnya kekar besar, wajahnya jauh dari keren.
Bang! Bang! Dordororororor! Rentetan suara senapan mesin yang saling menimpali satu sama lain memenuhi jalan itu. Beberapa zombie yang tertembak jatuh ke tanah dan masih merangkak mencoba meraih makan malam mereka.
"You fool! You're just waste our ammo if you can't hit their head," umpat kapten Jackson pada anak buahnya.
|
Charlotte |
Seorang gadis muda berkulit putih, berwajah manis dengan rambut pirang yang dipotong pendek mendekati sang kapten. Lambang palang merah di punggungnya menandakan ia seorang anggota tim medis lapangan. "Sir! Capt. Jackson," kata Charlotte memanggil kaptennya.
"What is it now?"
"We've just receive information that the president has agreed to launch a nuclear missile to Iran."
Kapten Jackson membetulkan letak topinya. "I don't give a damn about what Washington think and do right now. Now where's the hell our backup!"
"We still don't get any..."
"Listen kid! If we don't get any backup right here right now..."
"Sir!" Gadis muda itu mencabut pistol dari sakunya dan... Dor! Pistol M9 itu meletus, pelurunya tepat mengenai kepala zombie yang sebelumnya tengah bersiap menerkam sang kapten dari belakang.
"What the fuck" Umpat kapten Jackson. "Where the hell..."
"Up there!" Tunjuk Charlotte mengarah pada sebuah gedung restoran Cina tepat disebelah mereka. Diatapnya terlihat masih ada 3 zombie lagi yang bersiap terjun bebas kebawah. 2 dari mereka tewas saat terjun akibat kepalanya hancur oleh benturan pada lantai, sebuah pemandangan yang membuat Charlotte ingin muntah.
"Hold yourself kiddo," kata sang kapten sambil menepuk-nepuk punggung Charlotte. "Eat this you son of a bitch," umpat kapten Jackson pada zombie ketiga yang masih merayap dilantai berusaha meraih kakinya.
"Fire in the hole! Fire in the hole!" Jerit pasukan yang masih berusaha menahan para zombie dengan segenap tenaga mereka. Tak lama kemudian bunyi ledakan granat tangan yang mereka lemparkan ketengah-tengah kerumunan zombie terdengar saling bersusulan.
We cant hold 'em for much longer. We shall retreat... for now...
*****************************
Grogol, Jakarta. 11 Januari 2009, pukul 22.57 malam
Para zombie berhasil menembus barikade polisi, tak terlihat seorang tentara yang membantu disana, konon katanya mereka terjebak oleh kemacetan yang tak jelas dimana. Tak ada helikopter dilangit-langit kota. Julia berlari sembari menyeret rekannya Doni masuk kedalam mall Citra Land, tempat dimana sebelumnya para polisi memerintahkan warga yang selamat dan "sehat" untuk berkumpul disana. Senapan M16 miliknya tergantung disebelah kiri tubuhnya. Tampak barikade yang baru dibuat polisi yang tersisa ditambah warga kota Grogol yang rata-rata kumpulan anak kost campuran antara Trisakti, Untar, dan Ukrida menghambat beberapa zombie yang mencoba menerobos dengan menambah jumlah tumpukan barang dipintu masuk.
"Doni naik, aku akan melindungimu," kata Julia memerintahkan rekannya untuk menaiki barikade yang terdiri dari tumpukan barang yang sebelumnya menjadi barang dagangan yang mahal harganya, seperti kulkas tv, dan lain-lain sebagainya yang bisa menjadi penghalang makhluk-makhluk mengerikan itu untuk masuk kedalam dan membuat teror. Tak lama setelah Doni naik keatas, Julia menyusul dengan bantuan dari Doni.
"Tunggu sebentar. Apa maksudnya ini? Kenapa lo bawa ni orang ke dalam sini?" Kata Andi mahasiswa Trisakti yang berwajah jelek dengan perut buncit.
Butuh waktu agak lama sampai Julia mengerti maksud dari kata-kata pemuda berambut lurus itu. "Tenang saja, ia tidak terinfeksi, luka dipundak dan kakinya berasal dari pecahan kaca mobil yang meledak."
"Semoga saja begitu," tambah Erik mahasiswa Untar yang berwajah culun penuh jerawat dan berkacamata, sambil berjalan menjauhi Julia.
Julia membantu rekannya duduk. "Lalu dimana anggota polisi yang lain?" Julia melihat sekeliling, hanya ada beberapa orang didalam, mungkin 15 atau kurang. Apa yang lain diatas, pikirnya sambil melihat kelantai 2.
"Mereka membuat barikade di pintu masuk belakang. Tak ada siapa-siapa diatas sana, kami tidak berani memeriksa terlalu dalam," jawab Erik cepat.
"Apa ada pintu masuk lain?"
"Ada, tapi sudah kami pasang barikade."
"Bagus. Kalau begitu sekarang aku pergi membantu yang lain, Doni kamu rawat dulu lukamu," kata Julia sambil meletakkan senapan M16-nya yang hanya tinggal tersisa sedikit peluru dilantai dan menyiapkan pistol M9 miliknya ditangan.
"Ya, nanti aku segera menyusul," jawab Doni sambil berusah membalut luka dilengannya dengan kaos yang diambilnya dari butik yang kacanya sudah dipecahkan.
Julia melihat ke arah elvator yang mati, disana terlihat berbagai barang dengan ukuran besar menumpuk. (Mohon perhatian kalau isi gedung tidaklah persis untuk memudahkan penulis, jadi berimajinasilah)
"Kami buat kalau-kalau harus kabur keatas, kami sudah siap membuat blokade," kata Rizal yang muncul tiba-tiba.
Julia memberi jempol dan bergegas pergi menuju pintu belakang. Sementara Rizal hanya memperhatikan punggung Julia yang semakin menjauh. Julia menatap tak percaya pemandangan didepannya. "Oh tidak!" Serunya.
Di hadapannya para zombie sedang menyantap beberapa pemuda-pemudi dan teman-temannya di satuan kepolisian. Beberapa zombie menyadari kehadirannya dan langsung mengejar Julia yang sudah berbalik kabur.
"Semuanya naik ke atas! Sekarang!" Perintah Julia dengan suara lantang dan keras yang langsung membuat semua orang yang sedang beristirahat kembali terjaga dan bersiap-siap
"Ada apa ini?" Tanya Erik kebingungan.
Belum Julia memberi jawaban, dari dinding tempat Julia keluar sambil berteriak muncul 3 sosok zombie dengan wajah yang sudah hancur, yang satu seorang wanita dengan mata satu sementara yang lain laki-laki dengan wajah yang tak kalah hancur, ketiganya berusaha menggapai punggung Julia.
"Oh, shit!" seru Erik.
Bergegas semua orang disana menaiki elevator dan langsung berjaga-jaga memasang barikade yang telah dipersiapkan sebelumnya. Sekarang hanya tinggal Julia yang belum naik ke atas.
"Cepat Julia!" Seru Doni menyemangati Julia.
Masih cukup jauh jarak Julia dari elevator ketika ia melihat seorang nenek tua menunggu lift yang entah kenapa masih hidup malam itu. Gila, di saat begini aku malah melihat yang bukan-bukan, pikir Julia. Instingnya sebagai pelindung masyarakat membuatnya membelokkan arah larinya untuk membawa nenek itu serta. Di samping nenek itu seorang zombie mendekatinya, tanpa pikir panjang Julia mengarahkan M9-nya. Dor. Tepat dikepala. Suara nyaring bergema didalam mall yang sepi memancing zombie yang sebelumnya sedang menyantap makanan di pintu belakang terpancing mencari pencuci mulut di dalam mall.
"Nek ayo," kata Julia, sambil membalikkan tubuh nenek itu. "Sial!" Nenek itu ternyata zombie. Julia yang terkejut tidak sempat bereaksi ketika nenek zombie itu menjatuhkan tubuhnya kelantai. "Ukh," tangan Julia terus menahan kepala si nenek yang berusaha menancapkan giginya dalam-dalam ketubuh Julia yang mulus.
Tiga zombie sebelumnya berjalan mendekati Julia, sementara agak jauh dari sana sekumpulan zombie juga bergerak masuk. Tamatlah aku, pikir Julia, sambil memejamkan matanya erat-erat berharap yang terburuk...
****************************
Manhattan, 23:53
"Shitt, we're fucked!" Umpat Brad.
Empat anggota tentara Amerika terjebak di dalam sebuah gang sempit, didepan dan belakang mereka segerombolan zombie bergerak mendekat. Bibir seksi Charlotte terus berkomat kamit mengucapkan doa berharap adanya bantuan dari langit, berharap semua ini hanya mimpi buruk.
"You really pick a great time for praying kiddo," ejek Brad. "So what should we do now capt? I said I go straight forward and hope that I'm able to make a way for all of you."
"Or we can sacrifice the most useless "human" we have here to do the dirty work," kata Ethan, sambil melihat ke arah Charlotte yang ketakutan mendengar kata-kata Ethan yang baru dikenalnya sekitar 20 menit lalu.
"Calm yourself down. No one will die tonight, not on my sight. And don't talk like that again to your comrade ever again," kata kapten Jackson berusaha menenangkan anak buahnya dan tentunya dirinya sendiri dari situasi yang amat berbahaya ini.
"Comrade? yeah right," kata Ethan dengan pandangan sinis kearah Charlotte yang masih menundukkan wajah manisnya. "The last thing I remember about my "comrade" here, is she did a very good job out there turning Jacob into one of "them"."
"Stop it Ethan, it's not her fault. Now gather your grenade here," perintah kapten Jackson.
"What for?" tanya Brad.
"Just do it!"
Tak lama kemudian mereka berempat bergerak menjauh dari lokasi bom, mendekat pada zombie yang terus berjalan. Brad, kapten Jackson, dan Charlotte menembaki zombie yang terus bergerak mendekati mereka, melindungi Ethan sang penembak jitu mengincar targetnya. Dor. Blarr!!! Tembok gang itu terbuka akibat ledakan. Dengan bergegas mereka bergerak masuk kebalik dinding yang berlubang, kapten Jackson masuk paling akhir.
I hope this is not another dead end...
****************************
'Ting tong!' bersamaan dengan suara yang keluar dari dalam lift, pintu lift terbuka. Dor dor dor dor. Empat tembakan. Nenek zombie itu roboh di atas tubuh seksi Julia. Tak lama tubuh yang menindihnya disingkirkan sebuah tangan berbalut sarung kulit warna hitam. "Julia masuk! Cepat!"
Julia menggenggam pistol miliknya yang terjatuh dan dengan bantuan orang dari dalam lift ia bergegas masuk kedalam lift yang langsung menutup pintunya dan naik ke lantai atas.
"Made!"
"Kamu baik-baik saja?" Tanya Made.
Meski ia berusaha keras untuk tidak memperlihatkannya, wajah gantengnya terlihat tegang. Mungkin sedikit senyuman dapat lebih meyakinkan Julia kalau pria idamannya ini dapat tetap tenang dalam mimpi buruk ini.
"Ya, kurasa aku baik-baik saja," kata Julia sambil memeriksa tubuhnya sendiri. Pakaian dinasnya sudah basah berlumuran darah nenek tadi, rambutnya yang panjang pun tak luput dari noda darah, karena ikatannya sudah lepas semenjak pertempuran dijembatan tadi. "Terima kasih."
"Hei, hei. Aku juga ikut menolong lho tadi," goda Jaka.
"Iya aku tahu. Terima kasihku untuk kalian berdua tadi," kata Julia.
Julia memperhatikan kedua pria itu dari belakang ketika mereka langsung melesat keluar begitu pintu lift terbuka. Dengan sigap, cepat, dan cekatan mereka langsung berbaur membantu yang lain memasang blokade di tangga jalan yang sudah berhenti beroperasi. Jaka adalah teman seangkatannya, wajahnya dapat dikatakan buruk dengan banyaknya jerawat, tetapi dia orang yang sangat baik dan dapat diandalkan. Ia meletakkan senapan yang sebelumnya diberikan Jaka di antara pintu lift, untuk mencegahnya tertutup, lalu ia mencari barang lain yang bisa menggantikan tugas senapan mesin itu.
"Hei sebaiknya jangan berkeliaran sendirian dulu."
"Huh, bukannya alasan kalian berada diatas adalah untuk membersihkan daerah ini?"
"Iya, tapi kami menyisir wilayah ini hanya berdua."
Julia keluar dari dalam kamar mandi, ia mengganti pakaiannya yang kotor dan mencuci rambutnya.. "Oke, tenang saja aku akan hati-hati."
Jaka yang menunggunya di luar tertegun juga melihat pemandangan di hadapannya, Julia wanita tercantik dikepolisian yang bertubuh seksi dengan payudaranya yang berukuran 36C dan kulitnya yang putih mulus keluar hanya mengenakan kaus tanpa lengan, memang tidak ketat tapi tetap tidak mampu menyembunyikan keindahan tubuhnya, sementara tubuh bagian bawahnya diganti dengan celana pendek ketat yang pastinya digunakan demi meningkatkan mobilitasnya, tetapi justru memperlihatkan pahanya yang putih mulus. Rambut panjangnya sudah kembali terikat memperlihatkan lehernya yang jenjang.
"Bagaimana menurutmu?" Tanya Julia sambil mengenakan topi yang ia ambil dibutik tempat ia mengambil pakaian.
"Co.. cocok..." Jawab Jaka tergagap.
"Cocok? Apanya yang cocok?" Tanya Julia kebingungan akan respon temannya.
"Eh. Lho? Ka... Kamu tanya apa memangnya?"
"Barikade itu," jawab Julia, sambil menunjuk kearah tangga. "Memangnya kau pikir aku bertanya soal apa?"
"Oh. Bu... bukan apa-apa. Hahaha."
Hanya wajah kebingungan yang diperlihatkan Julia sebagai respon atas tingkah rekannya.
"Kurasa barikade itu cukup kokoh untuk menahan mereka," tambah Jaka.
"Itu juga yang kita bilang dijembatan sebelumnya bukan? Bagaimanapun tidak aman bagi kita semua untuk tetap berada disini, kita harus menemuk-"
"Julia! Oh. Wow," kata Doni takjub melihat penampilan Julia.
"Doni kau sudah baikkan?"
"Ya. Berkat doamu hehehe," jawab Doni cengengesan.
Ruangan luas itu hanya diisi 14 orang, termasuk mereka para anggota kepolisian. Julia baru menyadari kalau pakaiannya mungkin terlalu... Ia juga baru sadar kalau hanya dia seorang satu-satunya perempuan -bukan zombie- di mall ini. Aneh, tak ada kerisihan dalam dirinya justru sebaliknya sebuah sensasi yang tak dapat dijelaskan dengan kata-kata semakin tumbuh dalam dirinya.
**********************************
Nafasnya terengah-engah, kepalanya menoleh melihat kesegala arah. Tak lama ia kembali berlari menyusuri jalan besar kota mati yang sebelumnya berpenduduk (mungkin) ratusan ribu ini. Charlotte menghentikan langkah kakinya, ia mengambil nafas untuk yang kesekian kalinya. Ditangannya masih tergenggam Remington kaliber 9mm. Suara erangan para zombie ditiap sudut memaksa pikiran dan stamina tubuhnya yang sudah nyaris mencapai batas untuk terus aktif mencari "jalan keluar". 'Caffe Treadmill', nama sebuah gedung di hadapannya. Lampu berwarna oranye masih menerangi tiap sudut ruangan itu, seolah memberikan kedamaian bagi Charlotte yang sejak tadi terus-menerus berjuang bertaruh nyawa.
Kuharap yang lain baik-baik saja...
Ia mengambil sebuah gelas dari rak didekat meja kasir yang menempel pada dinding dan menuangkan air putih dari dalam teko kedalamnya. Dalam lima tegukan tenggorokannya mulai terasa membaik.
Klek...
Charlotte membalikkan tubuhnya, disana seorang zombie yang dulunya pemilik restoran itu menatapnya dengan tatapan kosong. Diiringi suara erangan berat zombie itu berlari menerjang ke arah Charlotte yang tersentak kaget. Ini pertama kalinya ia melihat zombie yang dapat berlari.
Oh, no!
Tanpa berpikir dua kali ia mengangkat Remington digenggamannya, tanpa membidik lagi 2 peluru dimuntahkan. Tembakan pertama meleset, tembakan kedua mengenai pundak kiri. Memang belum cukup untuk membunuhnya tapi cukup membuat gerakannya terhenti sesaat dan itu memberi Charlotte waktu untuk membidik tepat dikepala.
Bam!
Zombie itu roboh ditanah disusul Charlotte. Kakinya terjulur lemas, jantungnya berdegup kencang. Jika saja tembakan kedua tadi meleset...
JGREK!
"Is anybody here?"
Ethan! Charlotte berdiri dan memperlihatkan dirinya pada Ethan yang baru masuk kedalam caffe. "Thank, God. Where are the others?"
Ethan cukup terkejut melihat gadis muda ini bisa selamat setelah mereka terpencar akibat serangan monster yang menghancurkan bis yang mereka harapkan dapat membawa mereka keluar kota hancur berkeping-keping. Entah bagaimana nasib Brad yang saat itu berada didalam bus untuk memeriksa keadaan didalam. Ethan menarik sebuah kursi dan duduk.
"I don't know about the others. I got here because I heard gunshots."
Charlotte menghela nafas. Perasaannya campur aduk antara senang dan takut. Ia senang karena ia tidak sendirian lagi, dilain sisi ia juga merasa takut karena sejak awal Ethan memang tidak menunjukkan sikap bersahabat, terutama setelah Jacob sahabatnya harus menggantikan posisi Charlotte untuk menjadi santapan para zombie karena tindakan amatir Charlotte. Ketakutan Charlotte semakin diperburuk dengan wajah Ethan yang memang tak menarik selain jerawat dimana-mana juga ada beberapa bopeng menghiasi wajahnya. Entah setan apa yang menghampiri Ethan, pikirannya menjadi kalap begitu melihat Charlotte yang bertubuh ramping dan seksi ditambah dengan wajahnya yang teramat sangat manis membuat pikiran Ethan terus menerus dipenuhi keinginan untuk membalaskan "dendam" temannya, Jacob. Meski jujur saja rambut pendeknya yang dipotong teramat pendek gaya lelaki agak kurang disukainya karena ia lebih suka dengan perempuan berambut panjang, meski harus diakuinya pula potongan rambutnya itu memang menambah nilai tampang innocentnya. Dengan gaya rambut seperti itu Charlotte terlihat seperti bintang Hollywood tahun 90-an Winona Ryder atau artis jaman sekarang Kiera Knigthley yang memang sering memotong pendek rambutnya. Matanya terus-menerus jelalatan menelikung tiap lekuk tebuh Charlotte yang sedari tadi entah kenapa terus berjalan kesana-kemari. Pikirannya mencari cara terbaik untuk menyantap "hidangan" dihadapannya. Karena kalau ia langsung menyerangnya, bisa-bisa kepalanya berlubang karena pistol di genggaman gadis muda itu, terutama setelah pelurunya sudah habis untuk menyelamatkan dirinya hingga kini. Dan ia tahu gadis itu tidak terlalu bodoh untuk menyerahkan pistolnya begitu saja padanya terutama setelah ia berkali-kali mengancamnya.
"We'll carry on, we'll carry on.. Though your dead and gone believe me. Your memory will carry on," bunyi ponsel Ethan memainkan nada dering "Welcome to the Black Parade" gubahan band rock My Chemical Romance dan mengejutkan kedua insan didalam caffe itu.
Ia membacanya sekilas, pesan itu berasal dari Jimmy, rekannya yang bertugas disisi lain kota, ia memberitahu kalau Capt. Jackson dan beberapa rekan lainnya bergabung di kantor percetakan pusat. Jimmy, goddamn Jimmy made it this far. Lalu menutupnya tanpa memperlihatkan pada Charlotte isi pesan itu. Ketika ia hendak memasukkan ponselnya kembali kekantong celana tak sengaja ia melihat kamera handphonenya... Seringai jahat mulai merekah...
"Who is it? It's one of your friend right?" Tanya Charlotte.
"Nope. It's from my goddamn family in Kanada." Jawab Ethan berbohong.
*********************************
Mall Citra Land Lantai 5, Jakarta Barat, Indonesia, pukul 21:37
BRAKK!!! Dengan keras pintu bertuliskan "STAFF ONLY" terbanting terbuka disusul gerakan cepat serta terkoordinasi masuk ke dalam. Lampu yang menerangi koridor sudah mati hidup memaksa keempat polisi menghidupkan senternya. Mereka berhenti di pintu pertama sebelah kanan dan mengambil posisi masing-masing 2 menempel dinding masing-masing di sebelah pintu kiri dan kanan dan dua lainnya mengacungkan senjata ke arah pintu. Made yang sudah memegang kenop memberi isyarat dengan sebuah anggukan yang langsung dibalas dengan anggukan juga oleh ketiga rekannya. Bersamaan dengan terbukanya pintu, Made langsung bergerak masuk berbelok kiri sementara Jaka yang sebelumnya berjaga disebelah pintu bagian kanan mengikutinya masuk dengan berbelok ke arah kanan. Julia dan Doni menyusul belakangan dan langsung menyisir area depan.
Senter mereka mengarah kesagala sudut ruangan ditiap daerah yang mereka awasi terutama karena ruangan itu padam lampunya. "Aman," "Aman juga," "Aman."
"Jaka?" tanya Julia berharap ia membalas dengan kata "Aman" juga.
"Jaka?" ulang Julia.
Tidak adanya respon membuat mereka serentak mengarahkan senjata kearah sebelah kanan, area dimana Jaka bertanggung jawab untuk menyisirnya.
Dengan formasi 1 garis mereka serentak maju. Ternyata ruangan ini lebih luas dari yang mereka duga. Ada banyak meja dengan tumpukan barang dan loker-loker ditiap sudut, beberapa ditengah ruangan.
KLIK!
Ruangan itu mendadak terang, membuat silau mata 3 polisi yang kaget karena tiba-tiba cahaya masuk kematanya. Disudut ruangan terlihat Jaka menekan saklar. "Aman," katanya sambil cengar-cengir.
"Bagus dengan ini kita sudah memeriksa seluruh lantai dan ruangan," kata Made.
"Belum semuanya. Tadi masih ada lanjutan sebelum masuk kesini kan? Lagipula dengan gedung seluas ini, kita tak bisa pasti," kata Doni.
Semua menghela nafas panjang, mencoba membuang kelelahan yang sedari tadi menyiksa mereka.
***************************
"So, what do we do now?" tanya Charlotte.
Ethan hanya menunduk diam, ia tidak bisa menunjukkan wajahnya yang tak bisa menahan tawa. Tawa karena ia sudah menemukan cara untuk membalas dendam. "Charlotte, would you take a look at my leg. It hurt a little. You're a doctor, right?"
"I'm a not a doctor. I-"
"Please..."
"Okay," jawab Charlotte. Ia mulai berlutut dihadapan Ethan dan memeriksa kaki kanannya yang dijulurkan, pistolnya ia letakkan dilantai di sampingnya.
I think he's okay, pikir Charlotte
Melihat Charlotte yang begitu lengah dan sudah meletakkan pistolnya Ethan segera bertindak cepat. Kaki kirinya menginjak pistol Charlotte dan menyeretnya membuang jauh kebalik kursi diujung tembok. Charlotte yang terkejut dengan gerakan mendadak Ethan tak sempat bereaksi banyak ketika Ethan tiba-tiba mendorong tubuhnya.
"Ethan what are-"
PLAKK! sebuah tamparan yang keras mendarat di pipinya yang mulus dan mengubah warnanya yang putih menjadi merah. "Shut up bitch."
Charlotte terus meronta, rontaannya semakin kuat ketika ia menyadari apa yang Ethan inginkan. Tangan Ethan menjelajahi tubuh bagian atas Charlotte, payudaranya diremas kuat, lalu ia mencoba merobek pakaiannya. Menyadari tindakan Ethan, Charlotte semakin beringas, tangannya bergerak kesana kemari.
Oh God, he want to rape me.
Tanpa disadarinya gerakan tangan Charlotte yang liar menggores pipi kiri Ethan hingga berdarah. Rasa perih yang tiba-tiba membuat genggamannya melemah. Melihat Ethan yang lengah, Charlotte segera mendorong jatuh Ethan. Tanpa pikir panjang Charlotte segera merangkak menjauhi pemburu dibelakangnya, matanya mencari-cari pistolnya yang ditendang Ethan.
JLEBB. Sebuah tendangan yang kuat masuk keperut Charlotte yang terbuka, tepat ketika ia baru mencoba berdiri.
"Ghhh... Akkkkhh..." erang Charlotte memegangi perutnya yang kesakitan.
"You son of a bitch!" Jerit Ethan, sambil menendang perut Charlotte untuk yang kedua kalinya membuat erangan gadis muda itu semakin kuat. "I see you don't like your clothes get ripped of, eh? Well then I give you time to strip yourself. How's that sound? I'm such a nice guy, ain't I?" ejek Ethan, bibirnya menyeringai jahat.
Masih tetap memegang perutnya yang seolah-olah ingin meledak, Charlotte mengumpulkan tenaga untuk menjawab. "Uhuk... uhuk... NO!! Please don't ukh... do this... I beg you..."
"Shut up!! Shut your fucking mouth!!" Seru Ethan dan menendang tubuh Charlotte lagi berkali-kali. Lalu ia maju dan langsung menarik pakaian Charlotte mencoba merobeknya.
"Gaakh.. sto-- akh... please..." Sadar tak punya kesempatan lagi untuk melawan, Charlotte akhirnya dengan pilu berkata. "Ok. Uhuk ok. I'll strip. So please..."
Ethan tersenyum mendengar jawaban itu. Lalu ia membantu Charlotte untuk duduk. Dengan tubuh yang bergemetar hebat antara sakit dan malu Charlotte mulai menarik kausnya keatas melewati kepalanya. Kini hanya bra berukuran 34D saja yang menutupi tubuh bagian atasnya. Tanpa dapat ia kendalikan, air matanya mulai meleleh keluar. Ia menatap kearah Ethan ketika hendak membuka kaitan branya, ia bermaksud memohon belas kasihan Ethan untuk segera menghentikan semua ini, tapi dengan sebuah anggukan kecil Ethan memaksa Charlotte meneruskan pekerjaannya. Melihat Charlotte yang menangis sesunggukan dan tubuhnya bergemetar hebat menahan sakit dan malu, menimbulkan sensasi tersendiri didada Ethan, ia ingin menyiksa gadis itu lebih jauh lagi, mempermalukannya lebih dalam lagi, membuatnya menangis, meronta-ronta memohon pertolongan yang sia-sia. Ia menutupi dadanya yang sudah polos dengan kedua belah tangan. Kepalanya tertunduk malu. Wajahnya yang manis merah padam. Ini pertama kali baginya telanjang di depan orang lain.
"Proceed!" perintah Ethan.
Masih dengan tangan menutupi gundukan payudaranya yang cukup besar, Charlotte bangkit berdiri dengan gontai. Setelah adu tatap beberapa detik dengan Ethan akhirnya ia mulai menggerakkan tangannya untuk membuka celana panjangnya. Posisi tubuhnya yang menunduk membuat gundukan payudaranya terlihat membesar dan tentunya menarik minat lelaki manapun untuk menikmatinya, tidak terkecuali Ethan yang sedari tadi menelan ludah sendiri berkali-kali, tercekat kagum melihat sosok bidadari dihadapannya. Kini tubuh Charlotte sudah polos, tak sehelai benangpun menutupi tubuhnya. Ethan berjalan mengelilingi sambil memperhatikan lekuk tubuh sempurna Charlotte. Kulitnya yang putih mulus, wajahnya yang ultra-cute, dadanya yang indah dihiasi puting berwarna merah, pantatnya yang montok, padat, dan kencang, dan tentunya kemaluannya yang ditutupi oleh kedua tangannya. Observasinya berhenti di wajah wanita itu dimana matanya dengan masih meneteskan air mata, melotot marah sekaligus malu, sekaligus sedih. Kumpulan perasaan Charlotte tergambar langsung dibenak Ethan. Tanpa berlama-lama ia langsung menarik tubuh Charlotte dengan cara meremas pantatnya kuat seraya menariknya mendekat. Wajah Charlotte yang menggemaskan langsung dilumat habis. Lidahnya menjilati tiap jengkal permukaan kulit wajah Charlotte sementara tangan kirinya asik meremas-remas bokongnya, tangan kanannya menahan wajahnya agar tidak menghindar dair serangan lidahnya. Pipi Charlotte yang tembem diciuminya berkali-kali. Charlotte sendiri hanya bisa memejamkan matanya karena tak bisa menggerakkan kepalanya dan takut melihat pemandangan didepannya dimana wajah Ethan yang penuh jerawat dan bopeng itu menunjukkan nafsu setan yang menggebu-gebu. Hingga akhirnya bibir Charlotte yang masih perawan itu dilumat habis oleh Ethan. Dengan penuh nafsu ia terus melumat bibir tipis Charlotte yang seksi.
My first kiss... Mengingat itu membuat Charlotte kembali terisak. Padahal ia ingin ciuman pertamanya menjadi ciuman yang amat berkesan dan tentunya dilakukan oleh pria yang dicintainya. Tapi dunia telah berubah, dengan zombie sebagai mayoritas penduduk bumi, maka hanya sedikit pria yang dapat dicintainya, namun bukan berarti ia pantas mendapatkan ini. Lidah Ethan meminta-minta didalam rongga mulut Charlotte. Charlotte tidak menghiraukannya sama sekali, ia tidak membalas cumbuan Ethan. Namun meski begitu Ethan tak perduli karena ia hanya berkeinginan melumat Charlotte hingga tuntas. Ia hanya ingin memuaskan dirinya sendiri, ia tidak perduli apakah Charlotte menikmati ini atau tidak, bahkan menurutnya lebih baik jika mangsanya itu tidak "dapat" menikmati ini. Charlotte begitu terkejut ketika menerima banyak air ludah di dalam mulutnya. Ternyata Ethan membuang ludahnya kedalam mulut Charlotte dalam posisi masih berciuman. Dengan keagresifan dan memposisikan kepalanya untuk mendongak keatas, karena Ethan lebih tinggi darinya, ditambah bibirnya yang tidak dilepas sama sekali, membuat Charlotte tak punya pilihan selain meneguk seluruh cairan itu. Hal ini berlanjut terus berulang-ulang hingga akhirnya Ethan melepaskan kepalanya. Charlotte yang dicampakkan tiba-tiba, terlempar jatuh ke lantai.
"hiks... hiks..." hanya isak tangis yang dapat digunakannya untuk mengekspresikan perasaannya saat ini. Ia amat terkejut ketika tiba-tiba Ethan menurunkan celananya dan menunjukkan "magnum"nya yang berukuran panjang dan berdiameter besar itu.
"Ethan. Le... Let's stop this... Lo... Look I'm still a virgin, so... I beg you... Show mercy..." Pinta Charlotte dengan bibir yang bergemetar hebat.
Seringainya semakin lebar, terutama ketika melihat ekspresi Charlotte yang merinding melihat senjatanya. Pikirannya dipenuhi beragam akal jahat untuk menyiksa Charlotte lebih jauh lagi. This slut must suffer inside out. She will pay for what she has done... and of course with interest...
"I see you've got a good reason to stop this. So I give you a chance to save your virginity," kata Ethan.
Charlotte tidak berkata apa-apa, ia menunggu kata selanjutnya. Dengan harapan ia dapat selamat dari mimpi buruk ini.
"Try to make me cum within five minutes. If you succeed, I promise I won't even touch your pussy," tambah Ethan.
Mendengar syarat yang Ethan ajukan sama sekali tak melegakan hati Charlotte. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan untuk membuat Ethan berejakulasi. Ia mengingat-ingat lagi video porno yang pernah iseng ditunjukkan teman-temannya dulu, ia masih ingat dimana ada seorang wanita terlihat memasukkan penis itu kedalam mulutnya dan sang pria nampak bahagia, namun ia adalah gadis polos yang lugu dan video itu adalah hal yang paling memalukan yang pernah dilihatnya seumur hidupnya, oleh karena itu ia langsung pergi. Dan sekarang instingnya mengatakan ia harus melakukan yang video itu tampilkan. Hati dan harga dirinya yang kuat membuatnya tak mudah tunduk. Akhirnya ia hanya menggunakan tangannya untuk meremas-remas penis Ethan. Hanya ketika pertama disentuh Ethan terlihat begitu bahagia, tapi dalam remasan selanjutnya Charlotte tidak lagi melihat hal itu di wajah Ethan. Ia mulai memikirkan cara lain karena sedari tadi Ethan hanya diam saja sambil terus memperhatikan jam tangannya. Melihat kepolosan Charlotte dan kebingungannya membuat Ethan tersenyum simpul, ia tak percaya jaman sekarang dan dikota besar ini masih ada gadis seperti dia. Tapi itu tidak menyurutkan niat jahatnya sama sekali, karena didalam hatinya ia sudah berjanji. If somehow she able to make me ejaculate, well there's still two things she'll get. She'll have to swallow my cum and I will rape her ass instead her pussy hihihi. Either way Charlotte... you will end up regret you ever born...
"One minute," seru Ethan.
Mendengar itu Charlotte menjadi panik, ia mulai menggerakkan tangannya maju mundur mengocok penis Ethan. He looks happier than before, maybe this'll do, pikir Charlotte polos.
"Two minute."
Ternyata usaha tangannya sia-sia, ini membuat Charlotte semakin panik.There's no other way... I... I must do it... with my mouth...Melihat wajah Charlotte dengan mimik yang penuh rasa takut, ragu, serta malu semakin mendekat kearah batang penisnya, membuat Ethan tersenyum senang. Looks like she offers her mouth virginity on her own willí...Akhirnya lidahnya terjulur keluar dan mulai menjilati kepala penis Ethan yang besar. Charlotte melihat reaksi Ethan yang sampai memejamkan matanya merasakan kenikmatan yang menjalar diseluruh tubuhnya. Ini membuatnya merasa yakin, jilatannya pun mulai bergerak ke seluruh batang penis Ethan, membuat pemiliknya merem melek keeenakan. Tapi keyakinan Charlotte kembali pupus ketika semakin lama ia menjilati penis itu semakin sedikit reaksi yang diberikan Ethan, hingga akhirnya Ethan mengucapkan kata-kata yang pendek namun terdengar bagaikan petir menyambar di telinga Charlotte.
"Three minute"
Tanpa bisa berpikir jernih lagi ia mulai membuka mulutnya lebar-lebar dihadapan penis Ethan. Sambil mengumpulkan keberanian sedikit demi-sedikit mulutnya semakin mendekati kepala penis Ethan. Karena mulutnya yang mungil, penis itu hanya dapat masuk hingga kepalanya saja, itupun sudah membuat bibi Charlotte terasa perih serasa mau robek. Meski begitu Charlotte masih tidak tahu apa yang harus ia lakukan setelah kepala penis itu masuk dimulutnya. Akhirnya ia memainkan lidahnya di ujung kepala penis Ethan selama beberapa detik hingga akhirnya ia mulai mengetahui apa yang harus ia lakukan. Bibirnya mulai menyedot-nyedot kepala penis itu. Wajah Ethan yang tampak kelojotan meyakinkannya kalau apa yang dilakukannya sudah benar. Chlop... Chlop...
Sementara itu Ethan yang merasa kurang puas hanya dikulum kepala penisnya, menarik paksa kepala Charlotte mendekati selangkangannya agar penisnya masuk lebih dalam lagi ke dalam mulut wanita itu. Ia tidak mempedulikan Charlotte yang meronta ataupun apabila tindakannya merobek bibirnya, ia hanya ingin memuaskan hasratnya. Charlotte yang merasa kesakitan dibibirnya tak sanggup lagi menahan rasa sakit dan mulai mengatupkan mulutnya.
"AWW!!!" Jerit Ethan tiba-tiba seraya mendorong kepala Charlotte melepaskan kulumannya. PLAKK PLAKK PLAKK 3 tamparan telak mendarat dipipi Charlotte membuat gadis itu kembali bergidik merinding, menyadari posisinya yang lemah.
"How dare you bite my dick. Are you wishing become zombies meals bitch?"
"I'm so sorry... It won't happen again... I promise..."
"You better, cause you only got one more minute."
Mendengar itu Charlotte langsung mendekati batang penis Ethan, tanpa pikir panjang ia mulia membuka mulutnya selebar-lebarnya dan memaksakan benda itu masuk kedalam rongga mulutnya. Rasa sakit dibibirnya tak diperdulikannya lagi, ia hanya ingin menyelamatkan keperawanannya. Akhirnya setengah batang penis itu berhasil masuk, tampaknya memang hanya sebatas itu yang mampu dikuasai Charlotte. Ethan mulai menggerakkan kepalanya maju mundur, bukan untuk membantu Charlotte, tapi karena ia mengetahui saat itu Charlotte merasakan perih yang amat sangat karena bibir dan mulutnya yang mungil harus menahan benda sebesar itu dimulutnya. Gesekan penis Ethan memang membuat Charlotte hanya bisa menahan sakit, oleh karena itu ia hanya diam saja dan berusaha agar giginya tidak menggigit lagi.
"Only 15 seconds left"
Mendengar itu Charlotte mulai menggerakkan kepalanya sendiri dan lidahnya pun turut aktif, ia terus mengulum batang itu sambil terisak-isak menangis karena Ethan tidak menunjukkan gejala apapun yang meyakinkannya bahwa Ethan akan berejakulasi. Air matanya mengalir deras, ia menangis sesunggukan membayangkan apabila penis besar yang sudah merobek mulutnya ini akan merobek vaginanya juga.
Oh God, please help me, somebody, anybody, hiks... hiks...
"Hey bitch are you listening, your time is up. It's time for your pussy to make me cum hehehe HAHAHAHA," kata Ethan
Refleks Charlotte menahan tubuh Ethan dengan memegang bokongnya. Bukan karena ia mulai menikmati penis dimulutnya, tapi karena ia tidak ingin Ethan menjalankan agendanya. Ethan merasa puas melihat Charlotte begitu ketakutan, tangisannya diselangkangannya membuat gairahnya semakin berkobar.
"What's this? You fall in love with my dick? What a slut. Don't worry kid, I'll make sure your virgin pussy fell in love with my dick too heheheh." Ejeknya.
Kata-kata Ethan membuat Charlotte ketakutan setengah mati. Ia semakin merapatkan tubuhnya, namun jambakan keras di rambutnya membuatnya tak punya pilihan lain selain melepaskan penis itu dari dalam mulutnya. Dengan sekali dorong, Charlotte sudah terbaring terlentang dilantai caffe. Cahaya lampu berwarna kuning semakin menambah keindahan lekuk-lekuk tubuhnya yang sudah dipenuhi peluh. Ethan pun sudah mengambil posisi di depan vaginanya.
"No stop, don't do it... please..." Pinta Charlotte.
"It's too late for that now. Anyway it's all your fault for not be able to make me cum in time. So why don't you start to pray to your God hehhehheh."
Agak kesulitan Ethan memasukkan kepala penisnya pertama kali, hingga akhirnya ia menemukan tempatnya. Kepalanya akhirnya mulai masuk. "Oh... so tight..." erang Ethan.
"Gyah... it hurts... st... stop it... akh..You're way too big... won't fit hiks hiks" Erang Charlotte menahan derita di vaginanya, hal yang wajar mengingat belum ada cairan pelumas disana.
Ethan mulai memasukkan penisnya sedikit demi sedikit hingga sudah setengahnya masuk didalam, terlihat darah mengalir keluar dari dalam vagina Charlotte.
"Hehehe still got a half way to go... this gonna be fun... I mean hurt a lot HEHEHE"
Charlotte terus menangis, tak ada kenikmatan yang ia rasakan, jauh berbeda dari yang teman-temannya katakan selama ini. Mungkin karena mereka melakukannya dengan orang yang dicintai dan bukan... batinnya menangisi nasibnya. Tanpa menunggu kesiapan Charlotte, dengan beringas Ethan menusukkan sisa penisnya sedalam-dalamnya dan langsung dilanjutkan dengan genjotan yang kasar dan kuat. Rintihan, erangan, tangisan, dan permohonan ampun Charlotte semakin memicu semangatnya.
"AAKKHHH!!!" Jerit Charlotte ketika Ethan dengan brutal menghantam penisnya jauh kedalam tubuhnya. "GYA!!! AKHH! St-AKHH!! Hiks sto- pl--se" Jeritan pilu Charl;otte menggema diseluruh caffe ketika Ethan tanpa ampun dan belas kasih sedikitpun langsung melanjutkannya dengan goyangan yang cepat dan kuat. Why... why this happen to me... What have I done that makes me deserve this...
Tangannya mulai bergerak maju menangkap payudara Charlotte, dengan sebuah remasan kuat dan ganas membuat pemilik sang gunung kembar meringis kesakitan. Dadanya pun memerah perih. Ekspresi Charlotte, wajahnya yang imut berubah menjadi penuh derita dan menjadi santapan yang memuaskan untuk mata Ethan. Tak lama Ethan menundukkan tubuhnya menindih Charlotte dan kembali melumat segala yang ada diwajah Charlotte, hidungnya, pipinya, matanya yang berwarna biru bulat besar nan indah, tak luput dari sasarannya, dan tentunya bibirnya yang menggemaskan yang terus terkatup rapat karena dirinya sedang menahan sakit. Semua orang yang melihat adegan panas itu passti tahu, kalau ini bukanlah adegan percintaan sepasang kekasih. Pertama, sang gadis terlihat tidak menikmati sama sekali, bahkan terus menangis. Kedua, amatlah sulit dipercaya gadis secantik Charlotte sukarela meyerahkan tubuhnya yang indah tanpa cacat pada pria buruk rupa seperti Ethan yang hanya keren dinamanya saja. Merasa kurang puas dengan posisi ini, Ethan membalikkan tubuh Charlotte dan memposisikannya menungging, namun karena Charlotte tak punya tenaga lagi untuk menahan tubuhnya sendiri maka tubuh bagian atasnya tetap terbaring, hanya kakinya saja yang ditekuk mempertontonkan pantatnya yang montok. Menurut Ethan dengan posisi ini ia dapat menghujam vagina Charlotte lebih keras lagi. Melihat lubang pantat Charlotte yang ternganga begitu saja didepan matanya membuat Ethan ingin menggasak lubang itu juga, namun ia merasa lebih baik disimpan untuk lain waktu saja, jika masih ada kesempatan dan seolah diberitahu oleh setan, ia mendapat keyakinan kalau kesempatan menikmati lubang sempit itu akan datang nanti. Dengan perlahan penis besar itu mulai masuk lagi. Begitu masuk, kembali dengan tanpa ampun ia langsung menggenjot vagina Charlotte dengan kecepatan penuh, PLAKK PLAKK bunyi benturan paha mereka berdua. Sesekali Ethan yang tak tahan lagi melihat kemontokan dan mulusnya pantat Charlotte turut meramaikan suara itu dengan menampar-nampar pantat Charlotte berkali-kali. Ini berlanjut terus hingga akhirnya Ethan merasa akan segera keluar. "Hehehe yo're lucky kid. You're going to have my baby."
Kata-kata Ethan mengembalikan kesadaran Charlotte yang sudah hampir pingsan, dengan tenaga yang tersisa ia berusaha melepaskan penis Ethan dari dalam tubuhnya. Sia-sia dengan tenaganya sekarang, mustahil bagi dirinya untuk melepaskan diri, satu-satunya yang bisa ia lakukan adalah memohon.
"NO! Hiks.. Don't! AKkkhh... Please,... I'll do anything... just don't cum inside me."
Ethan tersenyum puas melihat usaha Charlotte berusaha mempertahankan harga dirinya meski ia tahu kalau dia sama sekali tak memiliki kuasa apapun. Ia senang melihat gadis itu menyadari kalau saat ini dialah "Tuhan"-nya, dialah yang berkuasa atas dirinya. "Allright then I won't cum inside you. But I will cum inside your mouth and you must swallow it."
Tanpa berpikir panjang lagi Charlotte menyanggupinya. "I'll do it. I'll do it."
Ethan tertawa terbahak-bahak mendengar kepasrahan Charlotte. Dengan segera ia membalikkan tubuh Charlotte lagi dan mengarahkan penisnya didepan bibir mungil Charlotte.
"Now, open your mouth!" perintah Ethan yang langsung dituruti Charlotte.
Setelah penis itu masuk kedalam mulut Charlotte, dengan disertai erangan panjang, penis itu pun menyemburkan laharnya kedalam mulut Charlotte. Meski sudah diperintahkan untuk menelannya, Charlotte tidak langsung menelannya, ia takut, malu, ia merasa teramat sangat hina mendapat perlakuan ini.
"That's good, don't gulp it down just yet. Let it gather up in your mouth, until I finish cumming completely." Setelah semburan terakhir, Ethan mulai memberikan perintah lagi sambil menarik keluar penisnya dari dalam mulut Charlotte yang penuh oleh sperma. "Smear it around in your mouth with your tongue, get a good taste of it. Ok you can drink it all now."
Setelah meratakannya di dalam mulut sesuai perintah Ethan dengan menggunakan lidahnya, Charlotte mulai menelan sperma itu sedikit demi sedikit. hingga habis. Gulp Gulp Setelah itu Ethan bergegas pergi setelah mengenakan pakaiannya, meninggalkan Charlotte yang kesakitan dan kelelahan berbaring merintih-rintih di lantai masih telanjang. Kondisinya amat menyedihkan, tubuhnya penuh memar, dan daerah selangkangannya masih terlihat bercak-bercak darah, sementara dibibirnya masih ada sedikit sperma. Tapi pemandangan itu tidak membuat Ethan merasa kasihan sedikitpun, menurutnya itulah kondisi yang sepantasnya Charlotte dapatkan. ia lalu membohongi Charlotte untuk menyusulnya kalau sudah baikan. Ia mengatakan kalau orang-orang yang selamat berkumpul di rumah sakit pusat yang berlawanan arah dengan kantor percetakan pusat yang masing-masing berlokasi jauh.
"I hope you get there safely, since you'll be running without a gun," kata Ethan tersenyum jahat dan memberi salam sambil menunjukkan kalau ia membawa pistol milik Charlotte atau satu-satunya senjata yang mereka punya.
Secara mengejutkan Ethan tiba-tiba menembak kaca di sebelah pintu masuk caffe, membuatnya pecah dan menjadikan pintu masuk baru bagi siapapun diluar.
"Ups sorry. My bad. Hope that doesn't attract anything nasty, hehehe" ujarnya sambil berlalu pergi melalui pintu belakang.
Suara menggeram terdengar jelas dari luar caffe. Semakin lama semakin keras menandakan pemilik suara itu bergerak semakin mendekati Caffe Treadmill...
To be continued...
By: Blackheart
Seorang gadis muda berkulit putih, berwajah manis dengan rambut pirang yang dipotong pendek mendekati sang kapten. Lambang palang merah di punggungnya menandakan ia seorang anggota tim medis lapangan. "Sir! Capt. Jackson," kata Charlotte memanggil kaptennya.
"What is it now?"
"We've just receive information that the president has agreed to launch a nuclear missile to Iran."
Kapten Jackson membetulkan letak topinya. "I don't give a damn about what Washington think and do right now. Now where's the hell our backup!"
"We still don't get any..."
"Listen kid! If we don't get any backup right here right now..."
"Sir!" Gadis muda itu mencabut pistol dari sakunya dan... Dor! Pistol M9 itu meletus, pelurunya tepat mengenai kepala zombie yang sebelumnya tengah bersiap menerkam sang kapten dari belakang.
"What the fuck" Umpat kapten Jackson. "Where the hell..."
"Up there!" Tunjuk Charlotte mengarah pada sebuah gedung restoran Cina tepat disebelah mereka. Diatapnya terlihat masih ada 3 zombie lagi yang bersiap terjun bebas kebawah. 2 dari mereka tewas saat terjun akibat kepalanya hancur oleh benturan pada lantai, sebuah pemandangan yang membuat Charlotte ingin muntah.
"Hold yourself kiddo," kata sang kapten sambil menepuk-nepuk punggung Charlotte. "Eat this you son of a bitch," umpat kapten Jackson pada zombie ketiga yang masih merayap dilantai berusaha meraih kakinya.
"Fire in the hole! Fire in the hole!" Jerit pasukan yang masih berusaha menahan para zombie dengan segenap tenaga mereka. Tak lama kemudian bunyi ledakan granat tangan yang mereka lemparkan ketengah-tengah kerumunan zombie terdengar saling bersusulan.
We cant hold 'em for much longer. We shall retreat... for now...
*****************************
Grogol, Jakarta. 11 Januari 2009, pukul 22.57 malam
Para zombie berhasil menembus barikade polisi, tak terlihat seorang tentara yang membantu disana, konon katanya mereka terjebak oleh kemacetan yang tak jelas dimana. Tak ada helikopter dilangit-langit kota. Julia berlari sembari menyeret rekannya Doni masuk kedalam mall Citra Land, tempat dimana sebelumnya para polisi memerintahkan warga yang selamat dan "sehat" untuk berkumpul disana. Senapan M16 miliknya tergantung disebelah kiri tubuhnya. Tampak barikade yang baru dibuat polisi yang tersisa ditambah warga kota Grogol yang rata-rata kumpulan anak kost campuran antara Trisakti, Untar, dan Ukrida menghambat beberapa zombie yang mencoba menerobos dengan menambah jumlah tumpukan barang dipintu masuk.
"Doni naik, aku akan melindungimu," kata Julia memerintahkan rekannya untuk menaiki barikade yang terdiri dari tumpukan barang yang sebelumnya menjadi barang dagangan yang mahal harganya, seperti kulkas tv, dan lain-lain sebagainya yang bisa menjadi penghalang makhluk-makhluk mengerikan itu untuk masuk kedalam dan membuat teror. Tak lama setelah Doni naik keatas, Julia menyusul dengan bantuan dari Doni.
"Tunggu sebentar. Apa maksudnya ini? Kenapa lo bawa ni orang ke dalam sini?" Kata Andi mahasiswa Trisakti yang berwajah jelek dengan perut buncit.
Butuh waktu agak lama sampai Julia mengerti maksud dari kata-kata pemuda berambut lurus itu. "Tenang saja, ia tidak terinfeksi, luka dipundak dan kakinya berasal dari pecahan kaca mobil yang meledak."
"Semoga saja begitu," tambah Erik mahasiswa Untar yang berwajah culun penuh jerawat dan berkacamata, sambil berjalan menjauhi Julia.
Julia membantu rekannya duduk. "Lalu dimana anggota polisi yang lain?" Julia melihat sekeliling, hanya ada beberapa orang didalam, mungkin 15 atau kurang. Apa yang lain diatas, pikirnya sambil melihat kelantai 2.
"Mereka membuat barikade di pintu masuk belakang. Tak ada siapa-siapa diatas sana, kami tidak berani memeriksa terlalu dalam," jawab Erik cepat.
"Apa ada pintu masuk lain?"
"Ada, tapi sudah kami pasang barikade."
"Bagus. Kalau begitu sekarang aku pergi membantu yang lain, Doni kamu rawat dulu lukamu," kata Julia sambil meletakkan senapan M16-nya yang hanya tinggal tersisa sedikit peluru dilantai dan menyiapkan pistol M9 miliknya ditangan.
"Ya, nanti aku segera menyusul," jawab Doni sambil berusah membalut luka dilengannya dengan kaos yang diambilnya dari butik yang kacanya sudah dipecahkan.
Julia melihat ke arah elvator yang mati, disana terlihat berbagai barang dengan ukuran besar menumpuk. (Mohon perhatian kalau isi gedung tidaklah persis untuk memudahkan penulis, jadi berimajinasilah)
"Kami buat kalau-kalau harus kabur keatas, kami sudah siap membuat blokade," kata Rizal yang muncul tiba-tiba.
Julia memberi jempol dan bergegas pergi menuju pintu belakang. Sementara Rizal hanya memperhatikan punggung Julia yang semakin menjauh. Julia menatap tak percaya pemandangan didepannya. "Oh tidak!" Serunya.
Di hadapannya para zombie sedang menyantap beberapa pemuda-pemudi dan teman-temannya di satuan kepolisian. Beberapa zombie menyadari kehadirannya dan langsung mengejar Julia yang sudah berbalik kabur.
"Semuanya naik ke atas! Sekarang!" Perintah Julia dengan suara lantang dan keras yang langsung membuat semua orang yang sedang beristirahat kembali terjaga dan bersiap-siap
"Ada apa ini?" Tanya Erik kebingungan.
Belum Julia memberi jawaban, dari dinding tempat Julia keluar sambil berteriak muncul 3 sosok zombie dengan wajah yang sudah hancur, yang satu seorang wanita dengan mata satu sementara yang lain laki-laki dengan wajah yang tak kalah hancur, ketiganya berusaha menggapai punggung Julia.
"Oh, shit!" seru Erik.
Bergegas semua orang disana menaiki elevator dan langsung berjaga-jaga memasang barikade yang telah dipersiapkan sebelumnya. Sekarang hanya tinggal Julia yang belum naik ke atas.
"Cepat Julia!" Seru Doni menyemangati Julia.
Masih cukup jauh jarak Julia dari elevator ketika ia melihat seorang nenek tua menunggu lift yang entah kenapa masih hidup malam itu. Gila, di saat begini aku malah melihat yang bukan-bukan, pikir Julia. Instingnya sebagai pelindung masyarakat membuatnya membelokkan arah larinya untuk membawa nenek itu serta. Di samping nenek itu seorang zombie mendekatinya, tanpa pikir panjang Julia mengarahkan M9-nya. Dor. Tepat dikepala. Suara nyaring bergema didalam mall yang sepi memancing zombie yang sebelumnya sedang menyantap makanan di pintu belakang terpancing mencari pencuci mulut di dalam mall.
"Nek ayo," kata Julia, sambil membalikkan tubuh nenek itu. "Sial!" Nenek itu ternyata zombie. Julia yang terkejut tidak sempat bereaksi ketika nenek zombie itu menjatuhkan tubuhnya kelantai. "Ukh," tangan Julia terus menahan kepala si nenek yang berusaha menancapkan giginya dalam-dalam ketubuh Julia yang mulus.
Tiga zombie sebelumnya berjalan mendekati Julia, sementara agak jauh dari sana sekumpulan zombie juga bergerak masuk. Tamatlah aku, pikir Julia, sambil memejamkan matanya erat-erat berharap yang terburuk...
****************************
Manhattan, 23:53
"Shitt, we're fucked!" Umpat Brad.
Empat anggota tentara Amerika terjebak di dalam sebuah gang sempit, didepan dan belakang mereka segerombolan zombie bergerak mendekat. Bibir seksi Charlotte terus berkomat kamit mengucapkan doa berharap adanya bantuan dari langit, berharap semua ini hanya mimpi buruk.
"You really pick a great time for praying kiddo," ejek Brad. "So what should we do now capt? I said I go straight forward and hope that I'm able to make a way for all of you."
"Or we can sacrifice the most useless "human" we have here to do the dirty work," kata Ethan, sambil melihat ke arah Charlotte yang ketakutan mendengar kata-kata Ethan yang baru dikenalnya sekitar 20 menit lalu.
"Calm yourself down. No one will die tonight, not on my sight. And don't talk like that again to your comrade ever again," kata kapten Jackson berusaha menenangkan anak buahnya dan tentunya dirinya sendiri dari situasi yang amat berbahaya ini.
"Comrade? yeah right," kata Ethan dengan pandangan sinis kearah Charlotte yang masih menundukkan wajah manisnya. "The last thing I remember about my "comrade" here, is she did a very good job out there turning Jacob into one of "them"."
"Stop it Ethan, it's not her fault. Now gather your grenade here," perintah kapten Jackson.
"What for?" tanya Brad.
"Just do it!"
Tak lama kemudian mereka berempat bergerak menjauh dari lokasi bom, mendekat pada zombie yang terus berjalan. Brad, kapten Jackson, dan Charlotte menembaki zombie yang terus bergerak mendekati mereka, melindungi Ethan sang penembak jitu mengincar targetnya. Dor. Blarr!!! Tembok gang itu terbuka akibat ledakan. Dengan bergegas mereka bergerak masuk kebalik dinding yang berlubang, kapten Jackson masuk paling akhir.
I hope this is not another dead end...
****************************
'Ting tong!' bersamaan dengan suara yang keluar dari dalam lift, pintu lift terbuka. Dor dor dor dor. Empat tembakan. Nenek zombie itu roboh di atas tubuh seksi Julia. Tak lama tubuh yang menindihnya disingkirkan sebuah tangan berbalut sarung kulit warna hitam. "Julia masuk! Cepat!"
Julia menggenggam pistol miliknya yang terjatuh dan dengan bantuan orang dari dalam lift ia bergegas masuk kedalam lift yang langsung menutup pintunya dan naik ke lantai atas.
"Made!"
"Kamu baik-baik saja?" Tanya Made.
Meski ia berusaha keras untuk tidak memperlihatkannya, wajah gantengnya terlihat tegang. Mungkin sedikit senyuman dapat lebih meyakinkan Julia kalau pria idamannya ini dapat tetap tenang dalam mimpi buruk ini.
"Ya, kurasa aku baik-baik saja," kata Julia sambil memeriksa tubuhnya sendiri. Pakaian dinasnya sudah basah berlumuran darah nenek tadi, rambutnya yang panjang pun tak luput dari noda darah, karena ikatannya sudah lepas semenjak pertempuran dijembatan tadi. "Terima kasih."
"Hei, hei. Aku juga ikut menolong lho tadi," goda Jaka.
"Iya aku tahu. Terima kasihku untuk kalian berdua tadi," kata Julia.
Julia memperhatikan kedua pria itu dari belakang ketika mereka langsung melesat keluar begitu pintu lift terbuka. Dengan sigap, cepat, dan cekatan mereka langsung berbaur membantu yang lain memasang blokade di tangga jalan yang sudah berhenti beroperasi. Jaka adalah teman seangkatannya, wajahnya dapat dikatakan buruk dengan banyaknya jerawat, tetapi dia orang yang sangat baik dan dapat diandalkan. Ia meletakkan senapan yang sebelumnya diberikan Jaka di antara pintu lift, untuk mencegahnya tertutup, lalu ia mencari barang lain yang bisa menggantikan tugas senapan mesin itu.
"Hei sebaiknya jangan berkeliaran sendirian dulu."
"Huh, bukannya alasan kalian berada diatas adalah untuk membersihkan daerah ini?"
"Iya, tapi kami menyisir wilayah ini hanya berdua."
Julia keluar dari dalam kamar mandi, ia mengganti pakaiannya yang kotor dan mencuci rambutnya.. "Oke, tenang saja aku akan hati-hati."
Jaka yang menunggunya di luar tertegun juga melihat pemandangan di hadapannya, Julia wanita tercantik dikepolisian yang bertubuh seksi dengan payudaranya yang berukuran 36C dan kulitnya yang putih mulus keluar hanya mengenakan kaus tanpa lengan, memang tidak ketat tapi tetap tidak mampu menyembunyikan keindahan tubuhnya, sementara tubuh bagian bawahnya diganti dengan celana pendek ketat yang pastinya digunakan demi meningkatkan mobilitasnya, tetapi justru memperlihatkan pahanya yang putih mulus. Rambut panjangnya sudah kembali terikat memperlihatkan lehernya yang jenjang.
"Bagaimana menurutmu?" Tanya Julia sambil mengenakan topi yang ia ambil dibutik tempat ia mengambil pakaian.
"Co.. cocok..." Jawab Jaka tergagap.
"Cocok? Apanya yang cocok?" Tanya Julia kebingungan akan respon temannya.
"Eh. Lho? Ka... Kamu tanya apa memangnya?"
"Barikade itu," jawab Julia, sambil menunjuk kearah tangga. "Memangnya kau pikir aku bertanya soal apa?"
"Oh. Bu... bukan apa-apa. Hahaha."
Hanya wajah kebingungan yang diperlihatkan Julia sebagai respon atas tingkah rekannya.
"Kurasa barikade itu cukup kokoh untuk menahan mereka," tambah Jaka.
"Itu juga yang kita bilang dijembatan sebelumnya bukan? Bagaimanapun tidak aman bagi kita semua untuk tetap berada disini, kita harus menemuk-"
"Julia! Oh. Wow," kata Doni takjub melihat penampilan Julia.
"Doni kau sudah baikkan?"
"Ya. Berkat doamu hehehe," jawab Doni cengengesan.
Ruangan luas itu hanya diisi 14 orang, termasuk mereka para anggota kepolisian. Julia baru menyadari kalau pakaiannya mungkin terlalu... Ia juga baru sadar kalau hanya dia seorang satu-satunya perempuan -bukan zombie- di mall ini. Aneh, tak ada kerisihan dalam dirinya justru sebaliknya sebuah sensasi yang tak dapat dijelaskan dengan kata-kata semakin tumbuh dalam dirinya.
**********************************
Nafasnya terengah-engah, kepalanya menoleh melihat kesegala arah. Tak lama ia kembali berlari menyusuri jalan besar kota mati yang sebelumnya berpenduduk (mungkin) ratusan ribu ini. Charlotte menghentikan langkah kakinya, ia mengambil nafas untuk yang kesekian kalinya. Ditangannya masih tergenggam Remington kaliber 9mm. Suara erangan para zombie ditiap sudut memaksa pikiran dan stamina tubuhnya yang sudah nyaris mencapai batas untuk terus aktif mencari "jalan keluar". 'Caffe Treadmill', nama sebuah gedung di hadapannya. Lampu berwarna oranye masih menerangi tiap sudut ruangan itu, seolah memberikan kedamaian bagi Charlotte yang sejak tadi terus-menerus berjuang bertaruh nyawa.
Kuharap yang lain baik-baik saja...
Ia mengambil sebuah gelas dari rak didekat meja kasir yang menempel pada dinding dan menuangkan air putih dari dalam teko kedalamnya. Dalam lima tegukan tenggorokannya mulai terasa membaik.
Klek...
Charlotte membalikkan tubuhnya, disana seorang zombie yang dulunya pemilik restoran itu menatapnya dengan tatapan kosong. Diiringi suara erangan berat zombie itu berlari menerjang ke arah Charlotte yang tersentak kaget. Ini pertama kalinya ia melihat zombie yang dapat berlari.
Oh, no!
Tanpa berpikir dua kali ia mengangkat Remington digenggamannya, tanpa membidik lagi 2 peluru dimuntahkan. Tembakan pertama meleset, tembakan kedua mengenai pundak kiri. Memang belum cukup untuk membunuhnya tapi cukup membuat gerakannya terhenti sesaat dan itu memberi Charlotte waktu untuk membidik tepat dikepala.
Bam!
Zombie itu roboh ditanah disusul Charlotte. Kakinya terjulur lemas, jantungnya berdegup kencang. Jika saja tembakan kedua tadi meleset...
JGREK!
"Is anybody here?"
Ethan! Charlotte berdiri dan memperlihatkan dirinya pada Ethan yang baru masuk kedalam caffe. "Thank, God. Where are the others?"
Ethan cukup terkejut melihat gadis muda ini bisa selamat setelah mereka terpencar akibat serangan monster yang menghancurkan bis yang mereka harapkan dapat membawa mereka keluar kota hancur berkeping-keping. Entah bagaimana nasib Brad yang saat itu berada didalam bus untuk memeriksa keadaan didalam. Ethan menarik sebuah kursi dan duduk.
"I don't know about the others. I got here because I heard gunshots."
Charlotte menghela nafas. Perasaannya campur aduk antara senang dan takut. Ia senang karena ia tidak sendirian lagi, dilain sisi ia juga merasa takut karena sejak awal Ethan memang tidak menunjukkan sikap bersahabat, terutama setelah Jacob sahabatnya harus menggantikan posisi Charlotte untuk menjadi santapan para zombie karena tindakan amatir Charlotte. Ketakutan Charlotte semakin diperburuk dengan wajah Ethan yang memang tak menarik selain jerawat dimana-mana juga ada beberapa bopeng menghiasi wajahnya. Entah setan apa yang menghampiri Ethan, pikirannya menjadi kalap begitu melihat Charlotte yang bertubuh ramping dan seksi ditambah dengan wajahnya yang teramat sangat manis membuat pikiran Ethan terus menerus dipenuhi keinginan untuk membalaskan "dendam" temannya, Jacob. Meski jujur saja rambut pendeknya yang dipotong teramat pendek gaya lelaki agak kurang disukainya karena ia lebih suka dengan perempuan berambut panjang, meski harus diakuinya pula potongan rambutnya itu memang menambah nilai tampang innocentnya. Dengan gaya rambut seperti itu Charlotte terlihat seperti bintang Hollywood tahun 90-an Winona Ryder atau artis jaman sekarang Kiera Knigthley yang memang sering memotong pendek rambutnya. Matanya terus-menerus jelalatan menelikung tiap lekuk tebuh Charlotte yang sedari tadi entah kenapa terus berjalan kesana-kemari. Pikirannya mencari cara terbaik untuk menyantap "hidangan" dihadapannya. Karena kalau ia langsung menyerangnya, bisa-bisa kepalanya berlubang karena pistol di genggaman gadis muda itu, terutama setelah pelurunya sudah habis untuk menyelamatkan dirinya hingga kini. Dan ia tahu gadis itu tidak terlalu bodoh untuk menyerahkan pistolnya begitu saja padanya terutama setelah ia berkali-kali mengancamnya.
"We'll carry on, we'll carry on.. Though your dead and gone believe me. Your memory will carry on," bunyi ponsel Ethan memainkan nada dering "Welcome to the Black Parade" gubahan band rock My Chemical Romance dan mengejutkan kedua insan didalam caffe itu.
Ia membacanya sekilas, pesan itu berasal dari Jimmy, rekannya yang bertugas disisi lain kota, ia memberitahu kalau Capt. Jackson dan beberapa rekan lainnya bergabung di kantor percetakan pusat. Jimmy, goddamn Jimmy made it this far. Lalu menutupnya tanpa memperlihatkan pada Charlotte isi pesan itu. Ketika ia hendak memasukkan ponselnya kembali kekantong celana tak sengaja ia melihat kamera handphonenya... Seringai jahat mulai merekah...
"Who is it? It's one of your friend right?" Tanya Charlotte.
"Nope. It's from my goddamn family in Kanada." Jawab Ethan berbohong.
*********************************
Mall Citra Land Lantai 5, Jakarta Barat, Indonesia, pukul 21:37
BRAKK!!! Dengan keras pintu bertuliskan "STAFF ONLY" terbanting terbuka disusul gerakan cepat serta terkoordinasi masuk ke dalam. Lampu yang menerangi koridor sudah mati hidup memaksa keempat polisi menghidupkan senternya. Mereka berhenti di pintu pertama sebelah kanan dan mengambil posisi masing-masing 2 menempel dinding masing-masing di sebelah pintu kiri dan kanan dan dua lainnya mengacungkan senjata ke arah pintu. Made yang sudah memegang kenop memberi isyarat dengan sebuah anggukan yang langsung dibalas dengan anggukan juga oleh ketiga rekannya. Bersamaan dengan terbukanya pintu, Made langsung bergerak masuk berbelok kiri sementara Jaka yang sebelumnya berjaga disebelah pintu bagian kanan mengikutinya masuk dengan berbelok ke arah kanan. Julia dan Doni menyusul belakangan dan langsung menyisir area depan.
Senter mereka mengarah kesagala sudut ruangan ditiap daerah yang mereka awasi terutama karena ruangan itu padam lampunya. "Aman," "Aman juga," "Aman."
"Jaka?" tanya Julia berharap ia membalas dengan kata "Aman" juga.
"Jaka?" ulang Julia.
Tidak adanya respon membuat mereka serentak mengarahkan senjata kearah sebelah kanan, area dimana Jaka bertanggung jawab untuk menyisirnya.
Dengan formasi 1 garis mereka serentak maju. Ternyata ruangan ini lebih luas dari yang mereka duga. Ada banyak meja dengan tumpukan barang dan loker-loker ditiap sudut, beberapa ditengah ruangan.
KLIK!
Ruangan itu mendadak terang, membuat silau mata 3 polisi yang kaget karena tiba-tiba cahaya masuk kematanya. Disudut ruangan terlihat Jaka menekan saklar. "Aman," katanya sambil cengar-cengir.
"Bagus dengan ini kita sudah memeriksa seluruh lantai dan ruangan," kata Made.
"Belum semuanya. Tadi masih ada lanjutan sebelum masuk kesini kan? Lagipula dengan gedung seluas ini, kita tak bisa pasti," kata Doni.
Semua menghela nafas panjang, mencoba membuang kelelahan yang sedari tadi menyiksa mereka.
***************************
"So, what do we do now?" tanya Charlotte.
Ethan hanya menunduk diam, ia tidak bisa menunjukkan wajahnya yang tak bisa menahan tawa. Tawa karena ia sudah menemukan cara untuk membalas dendam. "Charlotte, would you take a look at my leg. It hurt a little. You're a doctor, right?"
"I'm a not a doctor. I-"
"Please..."
"Okay," jawab Charlotte. Ia mulai berlutut dihadapan Ethan dan memeriksa kaki kanannya yang dijulurkan, pistolnya ia letakkan dilantai di sampingnya.
I think he's okay, pikir Charlotte
Melihat Charlotte yang begitu lengah dan sudah meletakkan pistolnya Ethan segera bertindak cepat. Kaki kirinya menginjak pistol Charlotte dan menyeretnya membuang jauh kebalik kursi diujung tembok. Charlotte yang terkejut dengan gerakan mendadak Ethan tak sempat bereaksi banyak ketika Ethan tiba-tiba mendorong tubuhnya.
"Ethan what are-"
PLAKK! sebuah tamparan yang keras mendarat di pipinya yang mulus dan mengubah warnanya yang putih menjadi merah. "Shut up bitch."
Charlotte terus meronta, rontaannya semakin kuat ketika ia menyadari apa yang Ethan inginkan. Tangan Ethan menjelajahi tubuh bagian atas Charlotte, payudaranya diremas kuat, lalu ia mencoba merobek pakaiannya. Menyadari tindakan Ethan, Charlotte semakin beringas, tangannya bergerak kesana kemari.
Oh God, he want to rape me.
Tanpa disadarinya gerakan tangan Charlotte yang liar menggores pipi kiri Ethan hingga berdarah. Rasa perih yang tiba-tiba membuat genggamannya melemah. Melihat Ethan yang lengah, Charlotte segera mendorong jatuh Ethan. Tanpa pikir panjang Charlotte segera merangkak menjauhi pemburu dibelakangnya, matanya mencari-cari pistolnya yang ditendang Ethan.
JLEBB. Sebuah tendangan yang kuat masuk keperut Charlotte yang terbuka, tepat ketika ia baru mencoba berdiri.
"Ghhh... Akkkkhh..." erang Charlotte memegangi perutnya yang kesakitan.
"You son of a bitch!" Jerit Ethan, sambil menendang perut Charlotte untuk yang kedua kalinya membuat erangan gadis muda itu semakin kuat. "I see you don't like your clothes get ripped of, eh? Well then I give you time to strip yourself. How's that sound? I'm such a nice guy, ain't I?" ejek Ethan, bibirnya menyeringai jahat.
Masih tetap memegang perutnya yang seolah-olah ingin meledak, Charlotte mengumpulkan tenaga untuk menjawab. "Uhuk... uhuk... NO!! Please don't ukh... do this... I beg you..."
"Shut up!! Shut your fucking mouth!!" Seru Ethan dan menendang tubuh Charlotte lagi berkali-kali. Lalu ia maju dan langsung menarik pakaian Charlotte mencoba merobeknya.
"Gaakh.. sto-- akh... please..." Sadar tak punya kesempatan lagi untuk melawan, Charlotte akhirnya dengan pilu berkata. "Ok. Uhuk ok. I'll strip. So please..."
Ethan tersenyum mendengar jawaban itu. Lalu ia membantu Charlotte untuk duduk. Dengan tubuh yang bergemetar hebat antara sakit dan malu Charlotte mulai menarik kausnya keatas melewati kepalanya. Kini hanya bra berukuran 34D saja yang menutupi tubuh bagian atasnya. Tanpa dapat ia kendalikan, air matanya mulai meleleh keluar. Ia menatap kearah Ethan ketika hendak membuka kaitan branya, ia bermaksud memohon belas kasihan Ethan untuk segera menghentikan semua ini, tapi dengan sebuah anggukan kecil Ethan memaksa Charlotte meneruskan pekerjaannya. Melihat Charlotte yang menangis sesunggukan dan tubuhnya bergemetar hebat menahan sakit dan malu, menimbulkan sensasi tersendiri didada Ethan, ia ingin menyiksa gadis itu lebih jauh lagi, mempermalukannya lebih dalam lagi, membuatnya menangis, meronta-ronta memohon pertolongan yang sia-sia. Ia menutupi dadanya yang sudah polos dengan kedua belah tangan. Kepalanya tertunduk malu. Wajahnya yang manis merah padam. Ini pertama kali baginya telanjang di depan orang lain.
"Proceed!" perintah Ethan.
Masih dengan tangan menutupi gundukan payudaranya yang cukup besar, Charlotte bangkit berdiri dengan gontai. Setelah adu tatap beberapa detik dengan Ethan akhirnya ia mulai menggerakkan tangannya untuk membuka celana panjangnya. Posisi tubuhnya yang menunduk membuat gundukan payudaranya terlihat membesar dan tentunya menarik minat lelaki manapun untuk menikmatinya, tidak terkecuali Ethan yang sedari tadi menelan ludah sendiri berkali-kali, tercekat kagum melihat sosok bidadari dihadapannya. Kini tubuh Charlotte sudah polos, tak sehelai benangpun menutupi tubuhnya. Ethan berjalan mengelilingi sambil memperhatikan lekuk tubuh sempurna Charlotte. Kulitnya yang putih mulus, wajahnya yang ultra-cute, dadanya yang indah dihiasi puting berwarna merah, pantatnya yang montok, padat, dan kencang, dan tentunya kemaluannya yang ditutupi oleh kedua tangannya. Observasinya berhenti di wajah wanita itu dimana matanya dengan masih meneteskan air mata, melotot marah sekaligus malu, sekaligus sedih. Kumpulan perasaan Charlotte tergambar langsung dibenak Ethan. Tanpa berlama-lama ia langsung menarik tubuh Charlotte dengan cara meremas pantatnya kuat seraya menariknya mendekat. Wajah Charlotte yang menggemaskan langsung dilumat habis. Lidahnya menjilati tiap jengkal permukaan kulit wajah Charlotte sementara tangan kirinya asik meremas-remas bokongnya, tangan kanannya menahan wajahnya agar tidak menghindar dair serangan lidahnya. Pipi Charlotte yang tembem diciuminya berkali-kali. Charlotte sendiri hanya bisa memejamkan matanya karena tak bisa menggerakkan kepalanya dan takut melihat pemandangan didepannya dimana wajah Ethan yang penuh jerawat dan bopeng itu menunjukkan nafsu setan yang menggebu-gebu. Hingga akhirnya bibir Charlotte yang masih perawan itu dilumat habis oleh Ethan. Dengan penuh nafsu ia terus melumat bibir tipis Charlotte yang seksi.
My first kiss... Mengingat itu membuat Charlotte kembali terisak. Padahal ia ingin ciuman pertamanya menjadi ciuman yang amat berkesan dan tentunya dilakukan oleh pria yang dicintainya. Tapi dunia telah berubah, dengan zombie sebagai mayoritas penduduk bumi, maka hanya sedikit pria yang dapat dicintainya, namun bukan berarti ia pantas mendapatkan ini. Lidah Ethan meminta-minta didalam rongga mulut Charlotte. Charlotte tidak menghiraukannya sama sekali, ia tidak membalas cumbuan Ethan. Namun meski begitu Ethan tak perduli karena ia hanya berkeinginan melumat Charlotte hingga tuntas. Ia hanya ingin memuaskan dirinya sendiri, ia tidak perduli apakah Charlotte menikmati ini atau tidak, bahkan menurutnya lebih baik jika mangsanya itu tidak "dapat" menikmati ini. Charlotte begitu terkejut ketika menerima banyak air ludah di dalam mulutnya. Ternyata Ethan membuang ludahnya kedalam mulut Charlotte dalam posisi masih berciuman. Dengan keagresifan dan memposisikan kepalanya untuk mendongak keatas, karena Ethan lebih tinggi darinya, ditambah bibirnya yang tidak dilepas sama sekali, membuat Charlotte tak punya pilihan selain meneguk seluruh cairan itu. Hal ini berlanjut terus berulang-ulang hingga akhirnya Ethan melepaskan kepalanya. Charlotte yang dicampakkan tiba-tiba, terlempar jatuh ke lantai.
"hiks... hiks..." hanya isak tangis yang dapat digunakannya untuk mengekspresikan perasaannya saat ini. Ia amat terkejut ketika tiba-tiba Ethan menurunkan celananya dan menunjukkan "magnum"nya yang berukuran panjang dan berdiameter besar itu.
"Ethan. Le... Let's stop this... Lo... Look I'm still a virgin, so... I beg you... Show mercy..." Pinta Charlotte dengan bibir yang bergemetar hebat.
Seringainya semakin lebar, terutama ketika melihat ekspresi Charlotte yang merinding melihat senjatanya. Pikirannya dipenuhi beragam akal jahat untuk menyiksa Charlotte lebih jauh lagi. This slut must suffer inside out. She will pay for what she has done... and of course with interest...
"I see you've got a good reason to stop this. So I give you a chance to save your virginity," kata Ethan.
Charlotte tidak berkata apa-apa, ia menunggu kata selanjutnya. Dengan harapan ia dapat selamat dari mimpi buruk ini.
"Try to make me cum within five minutes. If you succeed, I promise I won't even touch your pussy," tambah Ethan.
Mendengar syarat yang Ethan ajukan sama sekali tak melegakan hati Charlotte. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan untuk membuat Ethan berejakulasi. Ia mengingat-ingat lagi video porno yang pernah iseng ditunjukkan teman-temannya dulu, ia masih ingat dimana ada seorang wanita terlihat memasukkan penis itu kedalam mulutnya dan sang pria nampak bahagia, namun ia adalah gadis polos yang lugu dan video itu adalah hal yang paling memalukan yang pernah dilihatnya seumur hidupnya, oleh karena itu ia langsung pergi. Dan sekarang instingnya mengatakan ia harus melakukan yang video itu tampilkan. Hati dan harga dirinya yang kuat membuatnya tak mudah tunduk. Akhirnya ia hanya menggunakan tangannya untuk meremas-remas penis Ethan. Hanya ketika pertama disentuh Ethan terlihat begitu bahagia, tapi dalam remasan selanjutnya Charlotte tidak lagi melihat hal itu di wajah Ethan. Ia mulai memikirkan cara lain karena sedari tadi Ethan hanya diam saja sambil terus memperhatikan jam tangannya. Melihat kepolosan Charlotte dan kebingungannya membuat Ethan tersenyum simpul, ia tak percaya jaman sekarang dan dikota besar ini masih ada gadis seperti dia. Tapi itu tidak menyurutkan niat jahatnya sama sekali, karena didalam hatinya ia sudah berjanji. If somehow she able to make me ejaculate, well there's still two things she'll get. She'll have to swallow my cum and I will rape her ass instead her pussy hihihi. Either way Charlotte... you will end up regret you ever born...
"One minute," seru Ethan.
Mendengar itu Charlotte menjadi panik, ia mulai menggerakkan tangannya maju mundur mengocok penis Ethan. He looks happier than before, maybe this'll do, pikir Charlotte polos.
"Two minute."
Ternyata usaha tangannya sia-sia, ini membuat Charlotte semakin panik.There's no other way... I... I must do it... with my mouth...Melihat wajah Charlotte dengan mimik yang penuh rasa takut, ragu, serta malu semakin mendekat kearah batang penisnya, membuat Ethan tersenyum senang. Looks like she offers her mouth virginity on her own willí...Akhirnya lidahnya terjulur keluar dan mulai menjilati kepala penis Ethan yang besar. Charlotte melihat reaksi Ethan yang sampai memejamkan matanya merasakan kenikmatan yang menjalar diseluruh tubuhnya. Ini membuatnya merasa yakin, jilatannya pun mulai bergerak ke seluruh batang penis Ethan, membuat pemiliknya merem melek keeenakan. Tapi keyakinan Charlotte kembali pupus ketika semakin lama ia menjilati penis itu semakin sedikit reaksi yang diberikan Ethan, hingga akhirnya Ethan mengucapkan kata-kata yang pendek namun terdengar bagaikan petir menyambar di telinga Charlotte.
"Three minute"
Tanpa bisa berpikir jernih lagi ia mulai membuka mulutnya lebar-lebar dihadapan penis Ethan. Sambil mengumpulkan keberanian sedikit demi-sedikit mulutnya semakin mendekati kepala penis Ethan. Karena mulutnya yang mungil, penis itu hanya dapat masuk hingga kepalanya saja, itupun sudah membuat bibi Charlotte terasa perih serasa mau robek. Meski begitu Charlotte masih tidak tahu apa yang harus ia lakukan setelah kepala penis itu masuk dimulutnya. Akhirnya ia memainkan lidahnya di ujung kepala penis Ethan selama beberapa detik hingga akhirnya ia mulai mengetahui apa yang harus ia lakukan. Bibirnya mulai menyedot-nyedot kepala penis itu. Wajah Ethan yang tampak kelojotan meyakinkannya kalau apa yang dilakukannya sudah benar. Chlop... Chlop...
Sementara itu Ethan yang merasa kurang puas hanya dikulum kepala penisnya, menarik paksa kepala Charlotte mendekati selangkangannya agar penisnya masuk lebih dalam lagi ke dalam mulut wanita itu. Ia tidak mempedulikan Charlotte yang meronta ataupun apabila tindakannya merobek bibirnya, ia hanya ingin memuaskan hasratnya. Charlotte yang merasa kesakitan dibibirnya tak sanggup lagi menahan rasa sakit dan mulai mengatupkan mulutnya.
"AWW!!!" Jerit Ethan tiba-tiba seraya mendorong kepala Charlotte melepaskan kulumannya. PLAKK PLAKK PLAKK 3 tamparan telak mendarat dipipi Charlotte membuat gadis itu kembali bergidik merinding, menyadari posisinya yang lemah.
"How dare you bite my dick. Are you wishing become zombies meals bitch?"
"I'm so sorry... It won't happen again... I promise..."
"You better, cause you only got one more minute."
Mendengar itu Charlotte langsung mendekati batang penis Ethan, tanpa pikir panjang ia mulia membuka mulutnya selebar-lebarnya dan memaksakan benda itu masuk kedalam rongga mulutnya. Rasa sakit dibibirnya tak diperdulikannya lagi, ia hanya ingin menyelamatkan keperawanannya. Akhirnya setengah batang penis itu berhasil masuk, tampaknya memang hanya sebatas itu yang mampu dikuasai Charlotte. Ethan mulai menggerakkan kepalanya maju mundur, bukan untuk membantu Charlotte, tapi karena ia mengetahui saat itu Charlotte merasakan perih yang amat sangat karena bibir dan mulutnya yang mungil harus menahan benda sebesar itu dimulutnya. Gesekan penis Ethan memang membuat Charlotte hanya bisa menahan sakit, oleh karena itu ia hanya diam saja dan berusaha agar giginya tidak menggigit lagi.
"Only 15 seconds left"
Mendengar itu Charlotte mulai menggerakkan kepalanya sendiri dan lidahnya pun turut aktif, ia terus mengulum batang itu sambil terisak-isak menangis karena Ethan tidak menunjukkan gejala apapun yang meyakinkannya bahwa Ethan akan berejakulasi. Air matanya mengalir deras, ia menangis sesunggukan membayangkan apabila penis besar yang sudah merobek mulutnya ini akan merobek vaginanya juga.
Oh God, please help me, somebody, anybody, hiks... hiks...
"Hey bitch are you listening, your time is up. It's time for your pussy to make me cum hehehe HAHAHAHA," kata Ethan
Refleks Charlotte menahan tubuh Ethan dengan memegang bokongnya. Bukan karena ia mulai menikmati penis dimulutnya, tapi karena ia tidak ingin Ethan menjalankan agendanya. Ethan merasa puas melihat Charlotte begitu ketakutan, tangisannya diselangkangannya membuat gairahnya semakin berkobar.
"What's this? You fall in love with my dick? What a slut. Don't worry kid, I'll make sure your virgin pussy fell in love with my dick too heheheh." Ejeknya.
Kata-kata Ethan membuat Charlotte ketakutan setengah mati. Ia semakin merapatkan tubuhnya, namun jambakan keras di rambutnya membuatnya tak punya pilihan lain selain melepaskan penis itu dari dalam mulutnya. Dengan sekali dorong, Charlotte sudah terbaring terlentang dilantai caffe. Cahaya lampu berwarna kuning semakin menambah keindahan lekuk-lekuk tubuhnya yang sudah dipenuhi peluh. Ethan pun sudah mengambil posisi di depan vaginanya.
"No stop, don't do it... please..." Pinta Charlotte.
"It's too late for that now. Anyway it's all your fault for not be able to make me cum in time. So why don't you start to pray to your God hehhehheh."
Agak kesulitan Ethan memasukkan kepala penisnya pertama kali, hingga akhirnya ia menemukan tempatnya. Kepalanya akhirnya mulai masuk. "Oh... so tight..." erang Ethan.
"Gyah... it hurts... st... stop it... akh..You're way too big... won't fit hiks hiks" Erang Charlotte menahan derita di vaginanya, hal yang wajar mengingat belum ada cairan pelumas disana.
Ethan mulai memasukkan penisnya sedikit demi sedikit hingga sudah setengahnya masuk didalam, terlihat darah mengalir keluar dari dalam vagina Charlotte.
"Hehehe still got a half way to go... this gonna be fun... I mean hurt a lot HEHEHE"
Charlotte terus menangis, tak ada kenikmatan yang ia rasakan, jauh berbeda dari yang teman-temannya katakan selama ini. Mungkin karena mereka melakukannya dengan orang yang dicintai dan bukan... batinnya menangisi nasibnya. Tanpa menunggu kesiapan Charlotte, dengan beringas Ethan menusukkan sisa penisnya sedalam-dalamnya dan langsung dilanjutkan dengan genjotan yang kasar dan kuat. Rintihan, erangan, tangisan, dan permohonan ampun Charlotte semakin memicu semangatnya.
"AAKKHHH!!!" Jerit Charlotte ketika Ethan dengan brutal menghantam penisnya jauh kedalam tubuhnya. "GYA!!! AKHH! St-AKHH!! Hiks sto- pl--se" Jeritan pilu Charl;otte menggema diseluruh caffe ketika Ethan tanpa ampun dan belas kasih sedikitpun langsung melanjutkannya dengan goyangan yang cepat dan kuat. Why... why this happen to me... What have I done that makes me deserve this...
Tangannya mulai bergerak maju menangkap payudara Charlotte, dengan sebuah remasan kuat dan ganas membuat pemilik sang gunung kembar meringis kesakitan. Dadanya pun memerah perih. Ekspresi Charlotte, wajahnya yang imut berubah menjadi penuh derita dan menjadi santapan yang memuaskan untuk mata Ethan. Tak lama Ethan menundukkan tubuhnya menindih Charlotte dan kembali melumat segala yang ada diwajah Charlotte, hidungnya, pipinya, matanya yang berwarna biru bulat besar nan indah, tak luput dari sasarannya, dan tentunya bibirnya yang menggemaskan yang terus terkatup rapat karena dirinya sedang menahan sakit. Semua orang yang melihat adegan panas itu passti tahu, kalau ini bukanlah adegan percintaan sepasang kekasih. Pertama, sang gadis terlihat tidak menikmati sama sekali, bahkan terus menangis. Kedua, amatlah sulit dipercaya gadis secantik Charlotte sukarela meyerahkan tubuhnya yang indah tanpa cacat pada pria buruk rupa seperti Ethan yang hanya keren dinamanya saja. Merasa kurang puas dengan posisi ini, Ethan membalikkan tubuh Charlotte dan memposisikannya menungging, namun karena Charlotte tak punya tenaga lagi untuk menahan tubuhnya sendiri maka tubuh bagian atasnya tetap terbaring, hanya kakinya saja yang ditekuk mempertontonkan pantatnya yang montok. Menurut Ethan dengan posisi ini ia dapat menghujam vagina Charlotte lebih keras lagi. Melihat lubang pantat Charlotte yang ternganga begitu saja didepan matanya membuat Ethan ingin menggasak lubang itu juga, namun ia merasa lebih baik disimpan untuk lain waktu saja, jika masih ada kesempatan dan seolah diberitahu oleh setan, ia mendapat keyakinan kalau kesempatan menikmati lubang sempit itu akan datang nanti. Dengan perlahan penis besar itu mulai masuk lagi. Begitu masuk, kembali dengan tanpa ampun ia langsung menggenjot vagina Charlotte dengan kecepatan penuh, PLAKK PLAKK bunyi benturan paha mereka berdua. Sesekali Ethan yang tak tahan lagi melihat kemontokan dan mulusnya pantat Charlotte turut meramaikan suara itu dengan menampar-nampar pantat Charlotte berkali-kali. Ini berlanjut terus hingga akhirnya Ethan merasa akan segera keluar. "Hehehe yo're lucky kid. You're going to have my baby."
Kata-kata Ethan mengembalikan kesadaran Charlotte yang sudah hampir pingsan, dengan tenaga yang tersisa ia berusaha melepaskan penis Ethan dari dalam tubuhnya. Sia-sia dengan tenaganya sekarang, mustahil bagi dirinya untuk melepaskan diri, satu-satunya yang bisa ia lakukan adalah memohon.
"NO! Hiks.. Don't! AKkkhh... Please,... I'll do anything... just don't cum inside me."
Ethan tersenyum puas melihat usaha Charlotte berusaha mempertahankan harga dirinya meski ia tahu kalau dia sama sekali tak memiliki kuasa apapun. Ia senang melihat gadis itu menyadari kalau saat ini dialah "Tuhan"-nya, dialah yang berkuasa atas dirinya. "Allright then I won't cum inside you. But I will cum inside your mouth and you must swallow it."
Tanpa berpikir panjang lagi Charlotte menyanggupinya. "I'll do it. I'll do it."
Ethan tertawa terbahak-bahak mendengar kepasrahan Charlotte. Dengan segera ia membalikkan tubuh Charlotte lagi dan mengarahkan penisnya didepan bibir mungil Charlotte.
"Now, open your mouth!" perintah Ethan yang langsung dituruti Charlotte.
Setelah penis itu masuk kedalam mulut Charlotte, dengan disertai erangan panjang, penis itu pun menyemburkan laharnya kedalam mulut Charlotte. Meski sudah diperintahkan untuk menelannya, Charlotte tidak langsung menelannya, ia takut, malu, ia merasa teramat sangat hina mendapat perlakuan ini.
"That's good, don't gulp it down just yet. Let it gather up in your mouth, until I finish cumming completely." Setelah semburan terakhir, Ethan mulai memberikan perintah lagi sambil menarik keluar penisnya dari dalam mulut Charlotte yang penuh oleh sperma. "Smear it around in your mouth with your tongue, get a good taste of it. Ok you can drink it all now."
Setelah meratakannya di dalam mulut sesuai perintah Ethan dengan menggunakan lidahnya, Charlotte mulai menelan sperma itu sedikit demi sedikit. hingga habis. Gulp Gulp Setelah itu Ethan bergegas pergi setelah mengenakan pakaiannya, meninggalkan Charlotte yang kesakitan dan kelelahan berbaring merintih-rintih di lantai masih telanjang. Kondisinya amat menyedihkan, tubuhnya penuh memar, dan daerah selangkangannya masih terlihat bercak-bercak darah, sementara dibibirnya masih ada sedikit sperma. Tapi pemandangan itu tidak membuat Ethan merasa kasihan sedikitpun, menurutnya itulah kondisi yang sepantasnya Charlotte dapatkan. ia lalu membohongi Charlotte untuk menyusulnya kalau sudah baikan. Ia mengatakan kalau orang-orang yang selamat berkumpul di rumah sakit pusat yang berlawanan arah dengan kantor percetakan pusat yang masing-masing berlokasi jauh.
"I hope you get there safely, since you'll be running without a gun," kata Ethan tersenyum jahat dan memberi salam sambil menunjukkan kalau ia membawa pistol milik Charlotte atau satu-satunya senjata yang mereka punya.
Secara mengejutkan Ethan tiba-tiba menembak kaca di sebelah pintu masuk caffe, membuatnya pecah dan menjadikan pintu masuk baru bagi siapapun diluar.
"Ups sorry. My bad. Hope that doesn't attract anything nasty, hehehe" ujarnya sambil berlalu pergi melalui pintu belakang.
Suara menggeram terdengar jelas dari luar caffe. Semakin lama semakin keras menandakan pemilik suara itu bergerak semakin mendekati Caffe Treadmill...
To be continued...
By: Blackheart