Lust in Broken Home 2
18 November 2008
|
Carline & Christine |
Setelah membaca komentar dari para pembaca semua, saya sangat berterimakasih atas semua masukan, saran atau kritikannya. Semoga semua itu bisa memperbaiki isi cerita ini dari segi kualitas ataupun variasinya. Cerita ini memang disusun berdasarkan perasaan seorang wanita dan pemikirannya tentang sex dilihat dari sisi liarnya.————————————————
Hari menjelang sore ketika kudengar suara deru mobil digarasiku, tak lama kemudian ciciku Christine terlihat setengah berlari menuju kamarnya. Tak sengaja kulihat ada air menggenang dipelupuk matanya, aku tersentak beberapa saat kemudian. Ada apa dengan ciciku itu, biasanya dia tidak pernah menangis apalagi bila terlihat orang. Tanpa mempedulikan aku, dia berlari kecil kekamarnya. Dengan rasa penasaran kuikuti cici kekamarnya, aku mulai kuatir dengannya. Pelan-pelan kubuka pintu kamarnya dan terlihat ciciku itu benar-benar menangis dikasurnya. “Cici, ada apa? Kenapa nangis?” kataku sambil mendekati ciciku dan kupegang bahunya. “Fei chen…. cici putus… ” suara ciciku tercekat diantara tangisnya.
Aku sebenarnya tidak terlalu aneh mendengar hal ini karena sudah kukira hubungan mereka cepat atau lambat pasti segera berakhir. Steven nama pacar ciciku itu, dia sering kupergoki sedang kencan dengan gadis yang berbeda, Steven itu tipe cowok mata keranjang, selama ini aku tidak berani memberitahu ciciku tentang perilaku Steven, aku tahu cici begitu berharap padanya karena disamping wajahnya yang keren, dia juga terkenal tajir, aku tidak mau melihat ciciku sedih, meskipun akhirnya sekarang ciciku sudah putus, aku pura-pura tidak tahu saja. Aku memeluk ciciku dan berusaha menghiburnya, “Sudahlah ci, mungkin Steven bukan yang
terbaik buat cici, mendingan cici lupain aja, toh semua sudah terjadi, tenang ci, masih banyak cowok yang lebih baik” kataku sambil mengusap-usap punggung ciciku. Dia masih terus menangis, tapi kubiarkan saja, dia memang butuh menangis untuk meluapkan kesedihannya, pelan-pelan
aku bertanya padanya “Ci, ada apa dengan kalian? apa yang terjadi? padahal kemarin sabtu kalian terlihat baik-baik saja, kenapa sekarang koq bisa putus tiba-tiba?” Sambil terisak ci Christine menceritakan apa yang dialaminya. Aku tidak tahu harus menulis apa untuk menceritakan kembali kata-kata ciciku buat para pembaca sekalian karena dia ceritakan itu sambil menangis dan dalam keadaan emosi. Aku tersentak kaget mendengar pengakuan ci Christine karena semua dugaanku meleset jauh. Aku jadi semakin membenci para cowok seperti Steven, apalagi setelah kudengar ternyata cicikupun sudah diperawaninya. Yah, pembaca sekalian, ciciku menceritakan Steven yang dipaksa menikah oleh keluarga pembantunya karena telah manghamili Surti, gadis 16 tahun yang menjadi pembantunya, keluarganya tentu menentang ini tapi mereka tidak bisa berbuat banyak karena ternyata keluarga Surti tidak bisa terima anaknya hamil diluar nikah. Diberi uang banyakpun keluarga Surti tetap tidak mau, malah balik mengancam keluarga Steven, dan pada akhirnya keluarga stevan harus menyerah menikahkan stevan dengan Surti sang pembantu. Semua menyayangkan kejadian ini, betapa tidak, Steven coeok ganteng,chinesse,tajir pula harus menikah dengan Surti gadis jawa pembantu rumah
Hari menjelang sore ketika kudengar suara deru mobil digarasiku, tak lama kemudian ciciku Christine terlihat setengah berlari menuju kamarnya. Tak sengaja kulihat ada air menggenang dipelupuk matanya, aku tersentak beberapa saat kemudian. Ada apa dengan ciciku itu, biasanya dia tidak pernah menangis apalagi bila terlihat orang. Tanpa mempedulikan aku, dia berlari kecil kekamarnya. Dengan rasa penasaran kuikuti cici kekamarnya, aku mulai kuatir dengannya. Pelan-pelan kubuka pintu kamarnya dan terlihat ciciku itu benar-benar menangis dikasurnya. “Cici, ada apa? Kenapa nangis?” kataku sambil mendekati ciciku dan kupegang bahunya. “Fei chen…. cici putus… ” suara ciciku tercekat diantara tangisnya.
Aku sebenarnya tidak terlalu aneh mendengar hal ini karena sudah kukira hubungan mereka cepat atau lambat pasti segera berakhir. Steven nama pacar ciciku itu, dia sering kupergoki sedang kencan dengan gadis yang berbeda, Steven itu tipe cowok mata keranjang, selama ini aku tidak berani memberitahu ciciku tentang perilaku Steven, aku tahu cici begitu berharap padanya karena disamping wajahnya yang keren, dia juga terkenal tajir, aku tidak mau melihat ciciku sedih, meskipun akhirnya sekarang ciciku sudah putus, aku pura-pura tidak tahu saja. Aku memeluk ciciku dan berusaha menghiburnya, “Sudahlah ci, mungkin Steven bukan yang
terbaik buat cici, mendingan cici lupain aja, toh semua sudah terjadi, tenang ci, masih banyak cowok yang lebih baik” kataku sambil mengusap-usap punggung ciciku. Dia masih terus menangis, tapi kubiarkan saja, dia memang butuh menangis untuk meluapkan kesedihannya, pelan-pelan
aku bertanya padanya “Ci, ada apa dengan kalian? apa yang terjadi? padahal kemarin sabtu kalian terlihat baik-baik saja, kenapa sekarang koq bisa putus tiba-tiba?” Sambil terisak ci Christine menceritakan apa yang dialaminya. Aku tidak tahu harus menulis apa untuk menceritakan kembali kata-kata ciciku buat para pembaca sekalian karena dia ceritakan itu sambil menangis dan dalam keadaan emosi. Aku tersentak kaget mendengar pengakuan ci Christine karena semua dugaanku meleset jauh. Aku jadi semakin membenci para cowok seperti Steven, apalagi setelah kudengar ternyata cicikupun sudah diperawaninya. Yah, pembaca sekalian, ciciku menceritakan Steven yang dipaksa menikah oleh keluarga pembantunya karena telah manghamili Surti, gadis 16 tahun yang menjadi pembantunya, keluarganya tentu menentang ini tapi mereka tidak bisa berbuat banyak karena ternyata keluarga Surti tidak bisa terima anaknya hamil diluar nikah. Diberi uang banyakpun keluarga Surti tetap tidak mau, malah balik mengancam keluarga Steven, dan pada akhirnya keluarga stevan harus menyerah menikahkan stevan dengan Surti sang pembantu. Semua menyayangkan kejadian ini, betapa tidak, Steven coeok ganteng,chinesse,tajir pula harus menikah dengan Surti gadis jawa pembantu rumah
tangga, sungguh Surti yang beruntung dan ciciku yang malang. Sejak putus dengan Steven, ci Christine menjadi pemurung, sering melamun dikamarnya. Aku ikut prihatin melihat keadaannya itu. Sikapnyapun berubah drastis dari cuek menjadi pemarah. Aku sudah menduga sikanya sekarang ini akan menjadi bencana baginya dikemudian hari, tapi akupun tidak berani menasihatinya karena sikapnya benar-benar meradang.
Suatu hari sepulang kuliah aku mendapati ciciku sedang memarahi Oman, sopir truk yang biasa disewa papa untuk mengangkut barang. Usep sang kernet berusaha menengahinya, tapi sia-sia malah ikut kena marah ciciku,.”Dasar goblok, liat liat dong kalau jalan, ini buku mahal sekali tau!” teriak ciciku yamg ternyata buku kuliahnya terinjak Oman waktu mengangkut barang.”Maaf neng, ga sengaja” gagap Oman dengan wajah pucat. ” Iya, maaf neng, tadi ga liat ada buku dibawah jadi ga sengaja kita injak, maaf ya” Usep tampak berusaha sesopan mungkin menghadapi ciciku yang memang sedang kalap. ” maaf-maaf enak saja kalian bilang maaf, gimana buku gua jadi kotor neh, gaji kalian saja ga cukup kalau beli buku ini, enak saja bilang maaf, makanya kalau jalan matanya dipake atau kalian ga punya mata yah! cuih! dasar orang kampung ga tau diri! udah sana pergi, jangan bengong disitu! teriak ci christin sambil meludah kearah Oman dan Usep. Keduanya segera pergi dengan wajah menahan marah. Buru-buru aku menyusul mereka untuk minta maaf “mang Oman, maaf ya tadi cici sikapnya begitu, dia memang lagi stress, jangan diambil hati” kataku. Kedua orang itu memandangku masih dengan wajah marah ” iya neng, ga apa, memang begini nasib orang kecil, cuma bilang sama kakak neng jangan meludah sembarangan, ga semua orang bisa terima diludahi begitu” jawab mereka ketus. ” Iya nanti saya sampaikan sama cici, terimakasih ya” kataku berusaha tersenyum.Memang sejak aku digauli oleh para buruhku, sikapku berubah drastis terhadap mereka, mungkin ini reaksi bawaanku sebagai seorang gadis. Sebagai gadis keturunan, aku belum dapat menerima mereka sebagai orang pribumi, tapi naluri kewanitaanku memaksaku menerima mereka sebagai pejantan yang telah memerawaniku, aku tidak ingin mereka memuaskan nafsu mereka pada wanita lain. Aku selalu ingin merasakan jamahan tangan-tangan mereka pada tubuhku. Aku sekarang terbiasa ramah pada mereka dengan catatan mereka harus merahasiakan hubungan aku dengan mereka.
Tidak terasa hari-hari berlalu dengan cepat, dua bulan sudah sejak virginku hilang, aku mulai terbiasa dengan sex bebas dirumahku sendiri tanpa terasa sakit lagi pada vaginaku. Setiap habis dipakai, Dulah selalu memberiku obat anti hamil dengan diminum atau disuntikkan pada pantatku, sedangkan Suhe selalu memberiku jamu agar vaginaku tetap sempit katanya, aku sendiri rajin senam aerobic agar bentuk tubuhku tidak berubah akibat persetubuhan itu. Tak terasa pula koleksi rekaman yang isinya adegan persetubuhanku dengan mereka mulai banyak, Arman rajin sekali mendokumentasikan sex bebas kami. Akupun selalu wanti-wanti agar rekaman itu tidak tersebar, meskipun aku meragukan kejujuran mereka. Sebenarnya aku takut sekali pada Dulah, dia sering sekali mengancamku dengan adeganku atau dengan tidak memberiku obat anti hamil untuk memeras uangku, terpaksa aku memberinya uang demi menyelamatkan nama baikku. Kadang aku kesal sekali padanya, tapi aku tidak berdaya karena ancamannya itu, aku tahu dia tidak akan ragu untuk menyebarkan rekaman itu pada teman-temannya karena pada dasarnya mereka benci sekali pada orang-orang bermata sipit sepertiku. Aku menyesal sekali dulu pernah memulai permainan ini dengan membiarkan mereka merekam semuanya, tapi sesal kemudian memang tidak berguna, kini aku seperti memakan buah simalakama, harus rela melayani para buruhku dengan sperma dalam rahimku dan aku harus mengemis untuk mendapatkan obat anti hamil dari mereka, itupun aku harus membayar mahal sekali. Para buruh itu senang sekali mengerjaiku, sialnya tubuhku ini selalu merespon ulah mereka, dan aku tidak bisa menolaknya sama sekali.
Suatu hari setelah kelima buruhku bermain sex denganku, Kodir mengeluarkan spermanya dalam anusku karena vaginaku telah penuh cairan sperma Odet dan Dulah, sementara tubuhku telah basah oleh sperma arman dan suhe. Aku tergolek tanpa busana digudang tempat kerja mereka, diatas matras busa tempat tidur mereka. ” Bang, mana obat anti hamilnya? sekarang Fei lagi masa subur, please bang, Fei chen ga mau hamil” pintaku pada mereka.dan memang saat ini
adalah masa-masa suburku. “Gua juga udah tau lu lagi masa subur, barusan memek lu ngasih tau kita semua hehehehe”
Kodir berkata sambil tetap berbaring disampingku. “Moy, kenapa lu ga mau bunting? kita-kita juga mau koq punya anak dari lu, lagian sekarang harga obatnya naik jadi gua udah ga punya cadangan lagi” Dulah menimpali omongan Kodir dan membuatku kaget setengah mati. Hamil? aku tidak mau hamil!! apalagi aku tidak tahu sperma siapa yang membuahiku tadi. ” Tolonglah bang, berapapun Fei bayar asal abang semua carii lagi obat itu buat Fei, Fei ga mau punya anak dari kalian” kataku setenngah menangis. “Jangan nangis non, harganya sekarang xxxrb yang pil, kalau suntikan Rp xxrb.. nanti kita beli deh” wajah suhe cengengesan membuatku tidak percaya perkataannya.” xxxrb? kan biasanya juga cuma xxrb, kalo suntikpun cuma xxrb? ga
salah tuh bang?” Eh si non malah ngeyel, udah dikasitau sekarang semua harganya naik, kalau non ga mau ya sudah hamil aja hehehe” Kodir menimpali setengah mengancamku. “
Kalau lu ga percaya, lu beli sendiri sana” Aku memang tidak percaya, kalau xxxrb harga sekali digauli, berarti dalam sebulan aku bisa mengeluarkan uang banyak sekali untuk menjaga kehamilan, apalagi hampir tiap hari mereka menggauliku kecuali jika aku haid. oooo aku harus beli langsung obat itu. “iya deh bang, Fei beli sendiri aja, tapi Fei ga tau tempatnya, minta alamatnya saja, nanti Fei beli sendiri” kataku akhirnya. Kodir segera mengambil kertas kecil dimejaku, lalu menuliskan sebuah alamat kemudian memberikannya padaku sambil tersenyum penuh arti, anehnya semua temannyapun ikut tersenyum nakal.
Waktu kubaca tertera sebuah alamat yang ternyata masih daerah rumahku hanya beda beberapa blok. Aku ingat daerah itu adalah tempat yang rawan karena sering ada preman mabuk dan pemalak-pemalak yang korbannya anak sekolah yang kebetulan lewat situ, aku tahu karena dulu Albertpun pernah kena palak dan nyaris dipukuli. Tapi selama ini aku sendiri belum pernah kesana karena aku selalu keluar rumah memakai mobilku atau diantar papa waktu masih kecil, jadi selalu dilarang bermain diluar rumah. yah begitulah gadis-gadis keturunan Chinesse, tempat mainpun tidak boleh sembarangan. Tak terasa bulu kudukku merinding membayangkan daerah rawan itu, tapi aku tidak mau terus menerus diperas para buruh ini, aku harus mencari anti hamil itu karena aku yakin sekali harganya tidak semahal yang dikatakan Kodir.
“lu cari aja yang namanya Ahmed atau asistennya si Parjo, lu bilang aja tau dari Dulah, taukan tempatnya? kakau ga tau, biar ntar gw anterin, tapi harus jalan kaki karena rumahnya masuk gang, gimana moy? ” Dulah merinci alamat itu.” ehmm iya deh bang, nanti besok pagi kalau papa dan mama sudah berangkat, kita kesana, Fei belum tau tempatnya, abang anterin Fei ya” kataku akhirnya. ” nah gitu dong neng, harus ada pengorbanan biar ga hamil, jangan cuma bisa nyuruh-nyuruh kita, cuma neng Carline harus pakai sunblok dulu biart kulitnya ga jadi item, sayangkan kulit putih mulus gini harus jadi item” Suhe memberi masukan tentang kulitku, aku tersenyum, mereka tidak tahu kulitku ini sangat unik, kepanasanpun paling cuma merah sebentar lalu balik lagi putih kapas. ” iya deh bang, nanti Fei pake sunblok biar abang selalu horny” kataku sambil memegang batang penis suhe yang dalam posisi setengah tegang, suhe pun tersenyum mesum.
Jam menunjukkan pukul 4 sore, diruangan itu aku masih tampak telanjang bulat bersama kelima buruh yang juga telanjang, aroma spermapun tercium pekat sekali terutama ditubuhku. “Non cepat pake baju non, sebentar lagi papa non pulang, mama non juga pasti sebentar lagi pulang, nanti kita malah dikawinin heheheh”arman mengingatkanku. Aku tersentak, gawat, dengan cepat aku memakai kembali bajuku lalu segera berjalan cepat kekamarku dan mandi bersih. buruh-buruh itupun segera berpakaian lalu kembali
ke mess mereka dibelakang rumahku. Jam 4.45 sore mamaku pulang bersama Nurdin dari kantornya, sementara papaku masih belum pulang. Mereka terlihat mesra sekali, apakah mama sudah jatuh cinta pada Nurdin? kataku membatin.
Aku tahu pasti Nurdin sengaja menjerat mamaku agar gajinya jadi berlipat. ahhhh sudahlah, itu urusan mereka. tak lama kemudian papaku pun pulang. ” Fei chen,
mana Fei ling dan Fei shuang? papa ada perlu nih” kata papa, ” Wah ga tau pap, dari siang Fei chen belum liat cici atau Evelyn. ada perlu apa gitu pah? tanyaku ingin
tahu.
“ya sudah nanti kalau sudah pulang, suruh ketemu papa ya, kamu sendiri hari ini koq ga kuliah? “
” Sudah koq pah, tadi siang Fei sudah pulang” kataku datar
Huh biasanya dia tidak peduli aku kuliah atau bolos, basa basi sekali. Tapi kasian juga papa, mama sudah nyeleweng pun dia masih mau tinggal serumah, benar-benar pria yang baik. Malamnya aku kembali merenungkan kejadian yang kualami hari itu, aku membayangkan betapa dulu aku sempat membenci kulitku yang putih ini karena aku sering menjadi bahan pelecehan orang, tapi sekarang aku bangga sekali pada kulitku yang mulus, aku ingin orang-orang yang dulu sering melecehkanku itu menjamah tubuhku, keinginanku sudah terlaksana.
Aku teringat cerita-cerita buruhku bahwa mereka ingin sekali menikmati tubuh gadis-gadis chinesse sepertiku, tapi mereka hanya mendapatkannya dariku. Dalam keadaan wajar mereka tidak mungkin mendapatkan wanita sepertiku, dari ras, status sosial atau sifat kebudayaan yang membuat tidak dapat bersatu. yah, itu kata sejarah, tapi di rumahku ini telah terjadi hal yang melawan sejarah, aku malah sudah ketagihan merasakan keperkasaan buruhku, kebencian dan nafsu terpendam mereka seakan mendapatkan pelampiasannya padaku, dan aku sangat menikmatinya.Apalagi wajahku ini tergolong cantik inocent, yang saat ini jadi trend dikalangan anak-anak muda. Albert bagiku sudah menjadi kenangan, dia cowok baik, tapi kurang berani bertindak, sedangkan aku lebih membutuhkan cowok jantan yang bisa memuaskan hasratku. Aku sungguh mendapat kepuasan itu dari para buruhku, orang-orang yang dulu sering kuhina, yang ternyata juga sangat berhasrat menyetubuhiku. Hari sudah malam saat aku mengatur rencana untuk besok, aku ingin membeli banyak obat anti hamil untuk persediaan
dikamarku, tentunya aku bisa mendapatkan harga yang murah, otak bisnisku muncul dengan sendirinya. Aku ingat teman-teman kuliahku yang rata-rata sudah melakukan ml
dengan pacarnya tentu membutuhkan obat itu dan aku bisa menjualnya dengan harga tinggi.
“Carline, bangun dong sayang, udah siang nih, mama mau pergi survey dulu ya, mau nitip apa kamu?” mamaku teriak didepan kamarku, tak terasa hari sudah jam 7 pagi.
“iya ma, sebentar lagi, Fei masih ngantuk, nitip nasi tim aja deh buat nanti sore, siang ini Fei makan diluar” teriakku pula dari kamar, wuahhh, masih malas nih, apalagi disuruh
bangun, badanku masih terasa penat sekali, otot-otot dipangkal pahaku terasa pegal dan ngilu-ngilu, mungkin akibat acara gangbang kemarin. Aku sudah terbiasa dengan
keadaan itu karena hampir tiap hari aku pasti pegal-pegal bila bangun pagi.
Tiba-tiba aku ingat rencanaku hari ini, bisnis baruku ini harus lancar. Buru-buru aku mandi karena kamar mandinya ada di dalam kamar tidurku, aku segera berpakaian, ku pakai baju kaos merah dan celana jeans biru kesukaanku. Aku harus cepat menemukan obat itu karena aku terancam hamil kalau terlambat mengkonsumsinya. Dengan terdesa-gesa aku ke mess buruhku di belakang rumah. Kelima orang itu tampaknya sudah bersiap-siap kerja menuju rumahku, belum apa-apa tampang mereka sudah terlihat mesum begitu melihatku datang.
“aduh non Carline pagi-pagi gini udah kesini, kangen ya sama kita”Suhe menyapaku dengan tampang sesopan mungkin tapi tetap saja matanya itu seperti mau menelan tubuhku.
“non, siapa aja yang tahu hari ini non mau kemana?” tanya Kodir
“tenang aja bang, ga ada yang tau koq, semua pasti ngira Fei pergi kuliah dijemput temen, toh tadi pagi mama sudah berangkat jadi gak bakal ada yang tanya-tanya lagi, cici dan Evelyn kayaknya masih tidur.
“duh dasar amoy pemalesan, gua kira cuma kita doank yang males, ya udahlah tapi kenapa lu pake pakaian kayak gitu” Dulah dengan mata besarnya memandangku dari ujung kaki sampai ujung kepala.
“Maksud abang? inikan sudah rapi, katanya kemaren ga boleh kena sinar matahari, daripada pake bodi lotion kan lebih enak pake baju ini, jadi ga lengket kulitnya” kataku.
“Hahaha dasar bego lu, kaya-kaya tapi tetep aja bego, kemaren maksud kita lu ga usah pake baju yang tertutup gitu, jangan sok munafik, memek lu aja udah kita jebol, jadi ga usah pura-pura, kalo lu ga mau pake lotion gua sih ga peduli, ayo, lu ganti baju lu sekarang atau ga gua anter, siapa tahu lu lagi bunting anak gua. hahaha”
Tentu saja aku kaget dan terhina sekali mendengarnya tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa, sekarang mereka memang sudah mengendalikan keadaan, “jangan deh bang, Fei belum biasa keluar rumah pake baju yang terbuka, malu ah” kataku berusaha memberi alasan, aku memang tidak pernah berani keluar rumah memakai bau yang minim kecuali kalau
jalan-jalan ke mall, itupun kalau aku naik mobilku sendiri.
“hai, lu mau hamil ya, udah gua bilang lu harus ikut kata gua, gua mau pamerin lu ke temen-temen gua di deket terminal, mereka udah lama pengen kenalan sama amoy secantik lu”
“apa, jangan kurang ajar gitu bang, emangnya Fei ini murahan gitu, jangan karena kita udah pernah gituan jadi seenaknya ya!” teriakku marah, harga diriku tersinggung mendengar kata-kata Dulah tadi.
“Neng, gapapa kalau neng ga mau, tapi neng harus siap-siap hamil anak kita ya, kemarinkan neng lagi subur, saya justru seneng koq, kapan lagi ada amoy yang mau kita hamilin hehehe”
Kembali aku tersentak mendengar celoteh Odet yang sangat melecehkanku itu, tapi pikiranku cepat berfikir jernih, aku tidak mau hamil anak mereka, aku hanya mau beli obat anti hamil, toh cuma sekali ini saja aku keluar rumah, sebaiknya aku tidak membuat masalah dengan mereka, disamping aku takut sekali mendengar ancaman mereka itu.
“Jadi Fei harus pakai baju yang mana bang? jangan macem-macem dong, kita kan cuma mau beli obat, masa pakai baju yang minim sih?”
“Lu jangan banyak omong lah, lu pake aja rok yang 10 cm diatas lutut, bajunya sih gapapa kaos merah juga tapi gausah pake kutang” Dulah dengan seenaknya memberi usulan bajuku. Dengan nafas panjang aku segera kembali kerumahku untuk ganti pakaian sesuai permintaan mereka, untung saja baju kaosku cukup tebal sehingga putingku tidak terlalu terlihat jelas.
“Ci, pagi-pagi gini mau kemana? gile, roknya koq mini banget?!” tiba-tiba suara adikku, Evelyn terdengar diluar pintu kamarku dan tak lama kemudian masuk ke dalam kamarku.
“Gua mau kuliah dulu ya, nanti pulang kuliah ada temen yang ulang tahun, jadi sekalian aja gua pake baju ini, bagus ga? kataku berkelit”
“wow, keren banget ci, mirip Utada Hikaru” kata adikku polos.
“hehehe thnx ya, udah deh, cici buru-buru nih nunggu yang jemput didepan rumah”
“ya deh ciciku yang cantik, siapa lagi yang jemput nih, ko Albert ya”
“eh, ehm, iya, udah ya, bye” kataku berbohong, dan dengan cepat aku keluar rumah lalu berjalan kebelakang rumah.
Tampak Dulah sudah menungguku
“ayo cepat sedikit, jem 8 gua harus kerja lagi nanti bapak lu marah, gaji gua dipotong lagi, nah gitu donk, lu harus banyak pamerin kaki mulus lu” Dulah mulai mengejekku
“tenang aja bang, papa tadi jam 7.30 sudah pergi ke bank, paling balik lagi jam 9an” kataku sambil mengikuti langkah Dulah.
Sudah kuduga sebelumnya, daerah itu sangat sangar terutama bagi pejalan kaki wanita sepertiku, baru aku masuk blok itu, terdengar suitan-suitan kurang ajar yang muncul entah darimana karena di situ banyak sekali rumah-rumah kumuh yang letaknya berdempetan, jalanannya hanya dapat dilalui satu mobil, mobil yang lewatpun kebanyakan angkot-angkot atau truk barang karena bukan jalan utama, hasilnya sudah
tentu jalan menjadi rusak berat, pantas saja mobil-mobil pribadi enggan lewat jalan sini.
Aku masih kesal, karena Dulah melarangku untuk memakai mobil, tapi melihat kondisi
jalan yang parah begini, aku agak mengerti juga meski aku ragu apa ini alasan Dulah melarangku.Aku merasa banyak mata yang memandang padaku dengan pandangan aneh, waduh daerah ini lebih dari dugaanku,mungkin penduduknya para pemulung atau orang-orang buangan semua, Dulah malah sengaja berjalan sangat cepat didepanku seakan mau
meninggalkanku disitu.
“Bang masih jauh ga?” kataku gelisah.
“Cerewet lu, ikutin aja gua mau jauh atau ga, mending lu inget-inget ini jalan supaya lu bisa kesini sendiri” tanpa banyak bicara aku terus menikuti Dulah, hingga akhirnya Dulah berhenti disuatu rumah yang bertulisan Jual Obat Kuat Pria.
“Ayo lu masuk, jangan malu-malu, gua kenalin lu sama penguasa sini, hehehe lu pasti puas” Dulah menarik tubuhku kedalam ruangan yang mungkin ruang tamu tapi kumuh sekali.
Sekelebat aku melihat mobil truk barang yang tak asing bagiku.
“lho, itukan truk papa” pikirku, koq bisa ada disini?
Dari dalam ruangan itu muncul seorang pemuda berpakaian lusuh dan kurus.
“weleh, ini toh amoy yang lu ceritain itu dul, cantik amat, beruntung lu ya, hai, nama lu Carline yang tinggal dirumah besar itukan? gile, ga beda jauh sama difilmnya yah, panggilan lu siapa moy, kenalin gua Paijo”
Celoteh orang itu seenaknya membuat aku kaget setengah mati, film? dia bilang film? film apa? perasaanku mulai gelisah, ada yang tak beres, tapi aku berusaha tenang
“nama saya Carline, biasa dipanggil Fei chen bang, film apa ya? ada yang mirip saya gitu?” tanyaku tak mengerti.
“ya ada dong neng, film lu kan udah kita tonton semua, wuih, ternyata aslinya juga mulus banget ya, dul, anak majikan lu ini boleh juga, si bos pasti suka nih, diakan udah lama ngincer amoy-amoy kayak gini” lemaslah tubuhku mendengar itu.
Aku mengerling kearah Dulah, dia dengan tampang kurang ajarnya berkata ” hehehe u ga usah kaget, film lu emang sengaja gua sebarin dikalangan kita-kita aja koq, sori yah moy, abis kita semua memang kepingin cewek kayak lu sih, disini banyak yang naksir sama lu tuh, lu tinggal pilih”
aku berkata lirih ” kan dulu Fei bilang jangan sampai tersebar, koq malah disebarin, gimana sih?”
aku marah sekali karena merasa dibohongi kelima buruhku, sebenarnya aku sudah merasa ada yang tidak beres dengan kelima buruhku ini tapi aku tidak menyangka film ku akan disebarluaskan. Aku bangkit berdiri dan langsung keluar dari situ, tapi belum sampai dipintu ada seorang pria berbadan tinggi kekar menghadang jalan keluarku.
“Wah akhirnya lu dateng juga dul, lu tau aja gua lagi konak nih, bawa-bawa amoy segala lagi, owh, yang difilm itu ya, neng adegan lu sama Dulah boleh juga, gua suka rintihan
lu, boleh dong gua coba juga, lho kalau ga salah lu pacarnya akew yang kita kerjain kemaren minggu kan?”
Hampir pingsan aku mendengar itu, ada apa pula dengan Albert, apa yang terjadi dengannya, kita memang hampir putus, jadi jarang komunikasi, aku tidak tahu apa yang
terjadi minggu kemarin karena Albert memang tidak kerumahku.
“apa maksud abang? Albert?” tanyaku
terbata-bata.
“Wah, gimana nih dul, koq dia gak tau apa-apa” tanya orang yang baru datang itu.
” Biasa bos, amoy-amoy memang munafik semua, tapi mungkin pacarnya malu
jadi kagak cerita hehehe kasi liat aja bos videonya, biar joss”
Tanpa banyak berkata lagi orang yang dipanggil bos itu menarik bajuku sehingga mau tidak mau aku harus mengikuti arah tarikan agar bajuku tidak sobek.
“sini Lin, lu musti liat kontol pacar lu, lu pernah liat ga?” dia mengambil handycam di sudut ruangan, lalu memberikannya padaku, aku penasaran, jadi aku menurut saja waktu dia memperlihatkan film yang membuatku merasa jijik sekali pada Albert, di film itu
Albert tampak ketakutan sekali berada disudut ruangan, tampak habis dipukuli, lalu tampak 3 orang preman memegangi tangan dan kakinya lalu melucuti pakaian Albert, terdengar suara Albert memohon ampun, tapi ketiga orang itu tidak peduli, malah tampak sangar sekali, pakaian Albert dilepas paksa sampai bugil, lalu penis Albert di close up pada jarak dekat.
“liat tuh moy, ga disunat mana enak, kecil lagi..” Dulah berkata dibelakangku.
“o, itu pacar lu moy, kasian deh lu punya pacar kayak banci gitu” kata orang pertama yang kuduga adalah teman si bos.
Adegan berikutnya tampak Albert dikencingi ketiga preman itu sambil merangkak dan
membersihkan air kencingnya dengan lidah, tampak seorang preman menendang Albert, dan memaksanya trus menjilati lantai lalu membersihkan penis preman-preman itu. adegan berdurasi kira-kira 15 menit itu berakhir dengan proses mastubasi Albert di depan preman itu yang tertawa-tawa mengerikan.
“Pacar lu tuh udah belagu, pelit lagi, makanya biar tau rasa dia dikerjain si Abdul botak, tapi pacar lu cuma kita kasi pelajaran aja koq”
aku memejamkan mataku membayangkan kejadian yang menimpa Albert itu, dia memang tipe orang yang sok kaya dan pelit, aku kasihan melihatnya.
“bos, sekarang mana si botak itu? katanya mau nyobain ngentot ni amoy, tapi koq belum datang?” Dulah bertanya dan cukup membuatku shock.
Tak lama kemudian datang lagi 2 orang yang langsung kukenali sebagai sopir truk papa dan kernetnya.
“Lho non Carline koq ada disini, mau obat kuat juga ya, hehehe denger-denger non suka
ngentot juga ya, kenapa ga ajak-ajak kita non?” kata Usep sang kernet. aku terdiam, panik dalam hatiku.
“Jo, ambilin obat kat buat kita semua dong, hari ini kita pake ni amoy sampe puas”Oman dengan berani mendelik padaku.
“Ok semua kebagian koq, gratis buat hari ini, dul lu mau ikutan ga?” Kata orang yang dipanggil jo, rupanya dialah Paijo sang asisten, bosnya tentu Ahmed.
“gua ga ikutan deh, mau kerja dulu, kalian saja yang nikmati ni amoy sampai puas, oya,
jangan lupa kemaren kita keabisan anti hamil, ni amoy lagi subur, pengen beli obatnya langsung biar lebih murah” katanya, Dulah akhirnya memberitahu maksud kedatanganku sebenarnya.
“Tenang aja neng amoy, nanti abang kasih murah anti hamilnya, yang penting lu hari ini mesti layanin kita semua ya” Teriak Ahmed tidak sabaran.
dengan ketakutan aku memelas “Jangan bang, Fei gak mau, bang Dulah tolongin Fei, Fei ga mau, Fei cuma mau beli anti hamilnya, Fei ga mau hamil” kataku hampir menangis “Emang gua pikirin, udah ga usah bawel, lu layanin aja mereka disini, gua mau kerja dulu, nanti lu pulang sendiri aja ya, kalo ga tau jalan minta anter aja sama Oman, makanya
layanin baek-baek ya, nanti malem baru giliran gua dikamar lu” Dulah berkata demikian sambil pergi keluar dengan tenangnya.
Lemaslah aku, sudah kubayangkan hari ini akan panjang bagiku, aku akan menjadi bulan-bulanan orang-orang yang tak kukenal. Lalu kudengan Oman berkata keras padaku
“harusnya kakak lu yang gua bantai, tapi ga apalah ga ada kakak, adiknya juga lumayan mulus buat gua bantai, hahahaha akhirnya kesampaian juga gua ngentotin anak majikan gua, sayang gua keduluan si Dulah merawanin ni cewek”
“Iyalah, ini juga udah bagus, gua sebenernya juga ngincer kakaknya, eh malah dapet adiknya, gapapalah yang penting gua puas” Usep menimpali Oman.
“Kita harus tunggu si Abdul dulu, jangan dientot sekarang, si Abdulkan yang paling pengalaman ngentotin amoy, mending kita bikin memeknya basah-basah dulu” Paijo tanpa diperintah mulai mendekatiku diikuti ketiga yang lainnya,
aku berusaha mundur tapi ruangan itu sempit sekali, dua langkah mundurpun punggungku sudah menempel ditembok.
“ayolah non Carline, masa dientotin Dulah aja mau, masa sama kita-kita ga mau, kontol kita juga besar koq, kita kan rajin kesini ya bos, khusus ngegedein kontol” Oman terus mendekatiku
“Kontol kita semua jaminan mutu koq neng, mau liat dulu buktinya? gini-gini gua punya ramuan khas arab” Ahmed mulai beraksi melepas celananya diikuti yang lainnya,
aku tercekat tidak tahu harus berbuat apa dikelilingi pria yang terlihat bernafsu sekali memperlihatkan penisnya padaku. Dadaku serasa terbakar melihat penis mereka yang
ternyata diatas ukuran normal, rata-rata hitam lagi membuatku bergidik, badan merekapun hitam berdaki, malah Oman bertatoo didadanya.
“bang jangan begitu please, saya kesini cuma mau beli anti hamil, tolong deh bang, jangan perkosa saya” kataku bergetar ketakutan.
“Duh si neng, kita udah pada lepas kolor nih, harus dituntasin, gapapa neng, nanti abang traktir anti hamil yang maknyus, sekarang buka dulu bajunya ya, kontol abang udah tegang nih, pasti badan neng mulus sekali, abang liat ya” kata Ahmed sambil meraba payudaraku,
aku berusaha memberontak tapi tak bisa karena tiba-tiba saja tangan-tangan mereka sudah memegangi tubuhku hingga tak bisa bergerak, aku panik sekali waktu itu karena memang aku tidak memakai bra akibat menuruti Dulah.Paijo meraba-raba kakiku mulai dari betis sampai paha sambil menyingkap rokku.Oman sibuk mengocok-ngocok penisnya didekatku, Ahmed meremas-remas payudaraku, dan Usep memegangi tanganku sambil mulutnya menjilati tengkuk, telinga dan bahuku dari belakang.
“Buset ni amoy kulitnya putih amat, halus banget kulit lu neng, kakak lu dalemnya kayak lu juga atau gak?” bisik Usep ditelingaku.
Diperlakukan seperti itu lama kelamaan gairahku bangkit juga, tapi aku sungkan sekali pada mereka karena sebagian tidak kukenal, Oman dan Usep pun hanya kukenal sepintas karena mereka jarang ada dirumahku.
Hatiku kacau sekali ingin melawan tapi nafsu ini terlalu kuat untukku, tubuhku rupanya sudah ketagihan sodokan penis, maksud hati ingin melawan, tapi reaksi tubuhku mengatakan yang sebaliknya, aku diam saja waktu baju atasku dilucuti Ahmed, hingga aku setengah telanjang, kulihat kepala penis Oman sudah berkilat basah. Ahmed menciumi kedua payudaraku dengan rakusnya hingga putingku mengeras tegak.
“Nah yang begini ini yang gua mau dari dulu, kulit putuh mulus dengan puting merah pink, neng, enak gak abang sedotin putingnya? Jo, lu buka aja roknya, ni amoy kayaknya udah konak juga, gua penasaran pengen liat jembutnya, difilm kan kurang jelas.” Paijo tanpa disuruh duakali segera melepas rok yang kupakai, lalu Usep memelorotkan celana
dalamku hingga aku polos tanpa busana.
“Aduh neng, bener-bener mulus, koq bisa sih badan amoy kayak gini, pantes aja si Dulah betah kerja disana, neng jadi simpenan abang aja ya.. “
Aku tertunduk malu sekali dilihat oleh empat pasang mata buas, aku hanya bisa menutupi kemaluanku dengan tangan kiri sementara tangan kanan menutupi payudaraku. Dinding vaginaku terasa berdenyut membayangkan komentar-demi komentar mereka. Sepertinya hari ini aku akan menyerahkan diriku pada mereka..Detik berikutnya tubuhku digotong Paijo dan Usep kedalam kamar entah kamar siapa yang jelas ukurannya tidak sebesar kamarku dan warnanya sudah kumuh sekali, diterangi lampu neon, aku dibaringkan diatas dipan.
“Nah lu akhirnya nyerah juga, bilang kakak lu jangan belagu gitu, suatu saat kakak lu juga akan merintih-rintih kita entot rame-rame” Oman agaknya masih dendam pada ciciku, dia sepertinya akan melampiaskan nya padaku.
Keempat orang itu sudah telanjang bulat didepanku tanpa malu-malu.
“Ayo moy dimulai dong, katanya sepongan lu yahud, coba isepin kontol gua”
“neng lu telentang aja posisinya, biar abang isepin memek lu, keliatannya udah basah ya, kayaknya enak tuh”
“Tangan lu kocokin kontol gua yah”
“biar gua yang isepin susu lu” kata-kata mereka meluncur begitu saja dalam otakku, aku
tidak tahu lagi siapa yang bicara padaku, tubuhku menuruti perintah mereka, Ahmed mendekatkan penisnya pada mulutku
“isep ya moy, lu bikin gua enak dulu nanti gantian lu gua bikin menggelepar nikmat” dengan terpaksa aku mengisap penisnya, untunglah aku sudah pengalaman menisap penis
buruh-buruhku dirumah.
Tangan kananku mengocok penis Oman, sementara Usep sibuk mengisap dan menjilati seluruh tubuhku. Paijo sudah merangkak membuka kedua kakiku sehingga pahaku mengangkang dengan lubang vagina menghadap ke wajah Paijo.
“Wuih, bulu jembut nya tipis ya non, abang isep memeknya ya,” kata Paijo dengan lidah yang mulai menyeruak membuka vaginaku yang sudah basah, lidahnya mempermainkan birahiku, aku merintih merasakan kenikmatan seperti itu.
Sejak dipermainkan buruh-buruhku dirumah, aku memang berubah menjadi lebih bitchy, secara penampilan aku berubah 180 derajat, ternyata tubuhkupun sekarang menjadi
haus belaian pria, aku bukan jablay , justru karena sering dibelai pria, tubuhku menjadi mudah bereaksi. Aku menjadi penurut sekali pada pria yang menyetubuhiku, demikian pula saat Paijo memberi instruksi agar aku membuka lebih lebar lagi kedua kakiku, aku refleks mengikutinya hingga wajah Paijo benar-benar tepat didepan vaginaku yang membuka, dia mengisap cairan vaginaku yang memang sudah basah tak keruan. Sensasi itu demikian hebatnya dalam dadaku hingga dadaku terasa bergolak menahan nafsu yang meledak-ledak, aku merasa malu untuk menunjukkan kalau akupun bernafsu sekali waktu itu, tapi tetap saja aku tidak dapat menyembunyikannya lama-lama karena bukti cairan di vaginaku itu cukup untuk membuat keempat pria ini tahu pasti bahwa aku sedang ingin digauli.
Mengetahui bahwa aku sudah takluk, mereka malah mempermainkanku dikamar itu, satu
persatu mereka meraba-raba daerah sensitiveku tanpa memuaskanku dengan permainan final mereka. Aku tergolek diatas ranjang itu tanpa busana disekelilingku tampak pria-pria buas sedang mempermainkanku, aku hanya dapat menunggu mereka menggagahiku. Mereka tampak liar sekali dengan mata yang hampir tidak berkedip dan air liur pada penis mereka yang sudah mengacung siap merobek pertahananku. Tiba-tiba suara pindu digedor , lalu masuklah seorang pria tinggi besar agak botak dengan mata merah.
“Med, lu lagi apa pagi-pagi gini masih dikamar?” Sewaktu matanya melihatku, tampak mulutnya menyeringai buas
“wah, ada amoy disini, inikan yang pacarnya gua kencingin, hehehe gua juga mau dong ngencingin ceweknya tapi pake sperma gua.”
Aku kaget melihatnya tiba-tiba datang, tapi tubuhku yang telanjang tidak dapat berbuat apapun lagi untuk menutupi keadaanku itu, apalagi seluruh pakaianku entah dibuang
kemana oleh Paijo, aku hanya bisa menutup kedua kakiku yang sedang terbuka sehingga wajah Paijo tidak lagi didepan vaginaku.
“hei dul, kita memang lagi nungguin lu, dapet mangsa nih, amoy lagi kesukaan lu, mana si Somad sama Tirta, koq ga bareng?” Ahmed menanyakan pada pria botak yang baru datang yang ternyata Abdul yang kulihat videonya waktu melecehkan Albert, sontak saja aku ketakutan melihatnya karena dari mukanya seperti sedang mabuk dan bertampang residivis.
“mereka masih tidur semua, gara-gara kemaren banyak dapet mangsa jadi bisa mabok sepuasnya, eh sekarang malah bisa ngentotin cewek, terakhir gua ngentotin cewek amoy waktu di Jakarta minggu kemaren, eh sekarang dapet lagi amoy disini”
” Dasar lu lagi beruntung kali dul, dikejar-kejar polisi tapi selalu bisa lolos, gua salut” Oman memuji Abdul.
“hehehe iyalah, sekarang gua punya target ngerampok lagi di kota ini, hehehe pasti anak gadisnya banyak juga yang kayak gini nih” katanya sambil meremas dadaku dihadapan yang lainnya,
aku hanya bisa memandang sayu pada mereka semua, aku sudah bisa membaca nasibku hari ini.
“Iya dul, lu kan pengalaman ngentotin amoy-amoy gini, apa enaknya sih? kita ikutan dong” Usep sambil mengerling padaku.
“Weleh-weleh, amoy gini sih memang enak memeknya, apalagi yang badannya putih mulus dijamin jembutnya sedikit, tuh kan bener” kata Abdul sambil membuka kakiku secara kasar, lalu meremas vaginaku yang memang berbulu tipis.
“Dapetinnya yang susah, amoy gini kudu dipaksa dulu ngerasain kontol, baru nyerah, tapi amoy yang ini sih gampang, udah kepelet si Dulah hohohoho, tenang aja, lu harus layanin kita semua hari ini, nyantei aja neng sama gua sih gampang mau hamil atau engga tetep enak, terakhir amoy yang gua entotin hamil gampang digugurin koq, tinggal bilang trus gua sodok lagi.”
Sudah kuduga Abdul ini residivis, perampok yang sadis.Abdul segera saja membuka pakaiannya, tampak penis hitam bergelantung diantara kakinya, tubuhnya kotor penuh
daki.
“kalian liat ya, gua mau entotin ni cewek, nanti giliran kalian, nih gua kasih contoh titik-titik penting kelemahan cewek amoy, dijamin meler tuh memeknya” tangannya yang besar menarik kedua kakiku, lalu menggesek-gesek klitorisku,
aku terpejam merasakan sensasi yang terbaru ini, jari tengahnya mulai menerobos vaginaku, besar sekali jari ini, mungkin tiga kali jari tanganku. aku menggelinjang ditengah-tengah kasur dengan ditonton oleh lima pasang mata, kali ini vaginaku diaduk-aduk oleh tangan Abdul, lima menit kemudian aku langsung orgasme, tubuhku melenting diiringi lenguhan panjang tanda kepuasanku. Tampak kelima orang diselilingku menyeringai puas melihatku. Abdul manarik tubuhku,
“Nih moy, jilatin kontol gua atau lu gua kencingin kayak pacar lu” Aku bangkit pelan-pelan merangkak mendekati penis Abdul yang sudah tegak,
aku berusaha cepat memuaskannya, tapi sepuluh menit kemudian Abdul membanting tubuhku hingga telentang, lalu penis hitam itu akhirnya mengaduk-aduk vaginaku, aku
merintih, ya tuhan penis ini enak sekali didalam rahimku, terasa denyutannya dan sodokannya menyentuh dinding rahimku hingga akhirnya aku terkapar lagi dilanda orgasme dasyat diiringi tawa liar Oman dan kawan-kawannya. Tak lama kemudian Abdul memuncratkan spermanya dalam rahimku, kembali aku sadar saat ini aku dalam masa subur, tapi sudah kepalang, tampak keempat pria itu mulai meminta jatahnya menyetubuhiku, lalu mereka bergantian menyetubuhiku. hari itu bertambah panas karena tak terasa sudah jam 2 siang, sekujur tubuhku terasa lengket oleh sperma demi sperma yang menyiram tubuhku di dalam dan luar rahimku. Oman dan kernetnya tersenyum puas melihat keadaanku itu.
“Gila, gua belum pernah ngerasain amoy seputih ini, biasanya amoy-amoy blasteran yang gua entot, akhirnya gua bisa juga ngentotin yang bener-bener amoy, enak ya, kulit badan lu halus amat moy, sering luluran ya? Kata Abdul kemudian, aku menggeleng lemah,
“Ehm engga juga bang, memang udah dari sananya gini” kataku sambil
beristirahat.
“Dul, emang semua anak majikan kita putih-putih, apalagi lu liat adiknya pasti kontol lu gakan normal lagi, alias ngaceng terus, kapan-kapan boleh kan non kita maen sama adik non atau kakak non? ” pertanyaan Oman ini sangat mengganggu pikiranku karena bagiku ini kata-kata yang sangat kotor berani menghina cici dan adikku, tapi aku tidak berani berkata kasar pada mereka, aku takut tidak bisa pulang.
“maen apa maksud abang?” tanyaku pura-pura tidak mengerti.
“terus terang ya non, sejak kita berdua kerja dirumah non, kontol kita cape ngaceng terus kalau liat kalian bertiga, jadi kalau bisa kita juga mau ngentotin kakak sama adek non” celoteh Usep membuatku shock.
“Jangan bang, cukup saya saja, jangan cici atau adik saya, mereka juga ga akan mau digituin sama kalian” protesku kesal.
“Yeuh si neng mah, neng aja betah kita entotin, siapa tau non Christin sama non Evelyn juga suka, kan rame semua anak bos kita dientotin, ga percuma gaji kita kecil, tapi bisa ngewe anaknya, kita baru puas nih” Oman berkata lagi, tapi aku kali ini tidak mempedulikannya, malas berbantah dengan orang kasar seperti mereka.
“Sudah ah bang, saya mau pulang, mana obat anti hamil yang saya pesan? tanyaku pada Ahmed yang sedang duduk menuntaskan spermanya yang masih menetes kelantai.
“Ok siap non, tapi lu bersihin dulu kontol gua nih, spermanya banyak yang masih netes-netes” katanya sambil mendekatkan penisnya pada mulutku, mau tidak mau aku terpaksa menjilati kepala penisnya dari sperma kental yang masih sedikit keluar.
“Nah gitu dong moy, kalau udah baru gua kasih anti hamilnya” Aroma sperma pekat seperti telah biasa kuhirup sejak aku hobi pesta sex di rumah hingga aku tak asing lagi dengan aroma sperma.
Tak lama kemudian aku menyudahi jilatanku karena sperma Ahmed tidak lagi keluar.
“Lu tunggu disini ya, jangan pake baju dulu, gua mau ambil obatnya dikamar sebelah” Kata Ahmed sambil segera keluar kamar dan tak lama kemudian dia melemparkan satu butir pil diatas perutku.
“Nih lu makan obat ini hasil racikan gua jadi ga dijual bebas dipasaran, lu kalau mau obat ini lagi harus kesini sendiri, puasin gua dulu baru gua mau jual pil ini, kalau ga mau yah selamat hamil aja ya…hahaha”
“Setuju med, pinter juga lu jadi kita bisa entotin lagi nih amoy sampe puas”
Aku memandang mereka tampa berkata lagi, percuma saja aku mau beli obat itu, aku malas melayani mereka, lebih baik aku batal bisnis anti hamil daripada aku jadi bulan-bulanan preman-preman seperti mereka. Aku segera berpakaian diiringi tatapan mesum lima orang pria diruangan itu.
“Non, celana dalamnya jangan dipake, nantikan abang anterin” Kata Oman sambil tangannya merebut celana dalam yang baru akan kupakai, lalu dia membuangnya kesudut
ruangan.
“Titip disini aja celananya, nanti gua anterin kerumah lu, boleh kan?” Tiba-tiba Somad berkata demikian yang membuat bulu kudukku berdiri.
“Tenang aja moy, gua denger mama kamu aja udah jadi perek sekarang, asal lu tau aja, si Nurdin itu minta peletnya dari gua, makanya mama lu betah sama kontol si Nurdin, gua juga suka pake memek mama lu, jadi kalau gua kerumah lu, pasti mama lu bakal kesenengan, tapi gua sekarang lebuh suka memek lu, lebih enak dari mama lu, siapa tau memek cici lu lebih enak lagi” Somad menjelaskan panjang lebar membuatku lebih sedih, ternyata preman inipun pernah meniduri mamaku, entah siapa lagi yangpernah tidur dengan mamaku.
Aku takut sekali mendengarnya, badanku sampai menggigil, siapa sangka orang yang baru saja menyetubuhiku ternyata juga pernah menyetubuhi mama.Tanpa berkata-kata lagi aku segera keluar diikuti Oman dan UIsep yang mau mengantarku. Sementara kutinggalkan kudengar para pria itu meneriakiku. Aku duduk ditengah diapit Oman dan Usep dalam mobil box papaku. Sepanjang jalan aku menunduk tanpa kata, aku tidak berani bertatapan dengan Oman dan Usep, aku merasa malu sekali terutama pada diriku sendiri, aku merasa orang-orang dijalan berpandangan aneh melihatku gadis berambut pirang duduk diapit orang yang tidak pantas disebelahku, sementara aku tidak bisa berbuat banyak, aku masih terpukul masalah mamaku, sekarang orang-orang seperti para buruhku sudah melecehkanku, malah aku memberikan keperawananku pada mereka.
Tangan jahil Usep mulai menggerayangi pahaku yang terlihat sangat putih terkena sinar matahari, Sementara tangan kiri Oman menarik paha kananku kearahnya lalu Usep mengelus-elus vaginaku yang tampak memerah dan agak bengkak.
“Sudah ah bang, saya capek, mau cepat pulang”
“hehehe iya deh neng, abis paha neng Carline putih sekali begitu menggoda” Tangan kiri Oman kembali menyetir mobilnya.
Akhirnya aku sampao di depan pintu rumah, aku tidak mau Evelyn atau ciciku tahu keadaanku, dengan mengendap-endap aku bergegas kembali kekamarku.
“Lho non sudah kembali ya, koq bau peju non, enak ga maen sama Somad? hehehe
ketagihan ya non, tuh matanya masih sayu gitu, masih kerasa ya? ” Odet menyapaku dari belakang membuatku kaget setengah mati, kukira papa.
“aduh, bang jangan bikin kaget ya, mana Evelyn?mana cici? papa dimana?” tanyaku
buru-buru.
“Tenang non, tadi semua udah pada berangkat kuliah, malah papa non baru saja berangkat 5 menit yang lalu.”
Plong dadaku mendengarnya, tanpa mempedulikan ocehan Odet aku segera mengunci pintu kamarku dan meminum pil anti hamil yang diberikan Ahmed padaku, sekujur tubuhku penat, rasa ngilu pada selangkanganku makin terasa. Pikirku aku butuh banyak istirahat hari ini, nanti malam Dulah sudah memesanku dikamarku, staminaku harus segera pulih atau aku bisa pingsan nanti malam.
“Ci, bangun! sore gini malah tidur” Samar-samar tubuhku merasa diguncang-guncang.Aku membuka mataku, tampak Evelyn adikku teriak-teriak membangunkan aku.
“Hah? sekarang jam berapa Lin?” tanyaku setengah sadar.
“Jam 5 sore ci, cepet bangun, mandi tuh udah ditunggu mama?”
“Lho mama kan biasa pulang jam 6?” tanyaku heran.
“Ga tau tuh mama pulang sendiri tadi ga sama mang Nurdin, lagi berantem kali, sukurin aja yah ci, kita kan mana mau punya papa tiri kayak gitu” Ujar Evelyn berbisik.
“Yah biar ajalah, toh kasian juga mama kalau gak punya pelampiasan, mama kita kan masih muda” kataku juga berbisik.
“Iya juga sih, tapi kenapa harus sama mang Nurdin coba?kan masih banyak cowok lain, kenapa harus sama sopir, kan memalukan!” Aku kembali teringat pembicaraan dengan Somad, aku baru mengerti kejadian ini, rupanya mamaku kena pelet yang dibuat Somad untuk Nurdin.
“Sudahlah plin, kita jangan ikut campur, nanti malah terbawa arus” kataku berusaha
menenangkan adikku,
memang adik dan ciciku sangat membenci Nurdin yang dianggap telah merusak hubungan mama dengan papa, akibatnya mereka jadi tidak suka semua pegawai dirumahku, apalagi sejak kejadian mama dengan Nurdin, semua buruh-buruh itu sering menatap kami semua dengan pandangan buas. Yah aku memang telah menjadi korban
nafsuku sendiri akibat sering melihat mama bersetubuh dengan Nurdin, rupanya pelet Somad begitu ampuhnya hingga aku yang cuma melihatpun jadi ikut menyerahkan diriku. Aku melihat adikku, pantas saja mereka juga begitu menginginkan adikku ini, Evelyn cantik sekali, dengan potongan tubuh yang seksi dalam usia belianya ditambah dengan tekstur kulitnya yang lembut, menjadi kelebihan dari aku dan ciciku, selain putih sepertiku kulit Evelyn juga tampak sangat lembut, pria mana yang tidak akan tergoda menyentuhnya, hanya saja gaya berpakaian Evelyn yang memang sangat dijaga bila bertemu dengan orang-orang pribumi, tapi bila shoping dengan teman-temannya, Evelyn
begitu modis.
“Ada apa mama nyari gua plin? Tanyaku setelah pikiranku kembali kealam sadarnya. “Gak tau ci, kayaknya mau ajak kita jalan-jalan tuh, mungkin dia lagi bete sama si Nurdin itu, tapi aku gak mau ikut ah, biar tau rasa tuh mama”
“Iya yah, gua juga ga ikut ah, males, lagi pengen tidur neh” kataku memberi alasan,
Sebenarnya aku tidak mau karena ingat acara malam ini dengan Dulah, lagian malas jalan-jalan sama mama.
“Fei Chen, kamu lagi apa?” Tiba-tiba mama sudah nongol dipintu kamarku
“Ikut mama yu kita makan diluar”
“waduh mama, malam ini Fei harus buat tugas kuliah” kataku berdalih.
“ooo, jadi mama makan sendirian dong, papa kamu lagi sibuk, gimana ya” mama merengut.
“Sama Nurdin aja ma” Evelyn memotong cepat.
“Mang Nurdin lagi mama suruh kerumah klien diluar kota, jadi ga bisa temenin” mama menjawab ketus.
Kami berdiam diri menunggu reaksi mama selanjutnya.
“Yah sudahlah kalau kalian gak bisa temenin mama, mama tunggu Fei ling aja, dia pasti mau diajak, oya, mama denger dia putus lagi ya sama pacarnya” Entah darimana mama mendapat informasi ini.
Aku tidak berani berkomentar, hanya mengangguk saja mengiyakan. Akhirnya mama pergi dari kamarku.
“Ci, koq akhir-akhir ini aku jarang lihat ko Albert? kemana dia ci? gak pernah lagi berkunjung kesini?tanya Evelyn sambil badannya siap-siap untuk pergi juga
“Yah, cici juga ada masalah sama Albert, lagi break”
“OOO break dulu ya, pantes aja gak pernah liat bareng, ya udah ya ci, aku mau mandi dulu” kata Evelyn benar-benar pergi dari kamarku.
Tiba-tiba aku merasa menyesal telah menyerahkan keperawananku pada buruhku, aku iri melihat adik atau kakakku yang sedang menikmati masa mudanya tanpa jadi budak sex.
Tak terasa, malam pun tiba sangat cepat, hari ini aku lelah sekali, semua orang dikeluargaku sudah ada dirumah, aku tegang sekali karena tadi pagi Dulah minta jatah malam ini dan aku harus memenuhinya karena kalau sekali aku tidak memenuhinya, tentu Dulah akan membuat aku malu di depan papa dan mama atau didepan cici dan adikku atau pula didepan semua teman-temannya, malah mungkin aku bisa jadi mangsa teman-teman Dulah yang lainnya. Entah kenapa vaginaku berdenyut tak karuan padahal hatiku menolak perlakuan buruhku yang selalu ingin menikmati tubuhku, aku menjadi kesal sendiri merasakan dua hal yang bertentangan dalam hatiku dan dalam tubuhku, belum lagi aku takut ketahuan orangtua, cici dan adikku. bagaimana kalau mereka sampai tahu kegiatanku ini, ditambah ketergantunganku pada anti hamil yang justru makin menyeretku pada freesex terbayang juga kebuasan wajah Dulah terutama bila kutolak, tentu aku akan semakin dilecehkan.Cuma satu hal saja yang tak dapat kutahan, yang berhasil mengalahkan semua pertimbanganku, yaitu nafsuku yang tak dapat kubendung
terutama bila vaginaku mulai berdenyut dan basah, tentunya aku akan rela-rela saja dibuat semakin basah oleh semburan sperma, dan ini pula yang terjadi malam ini, keperkasaan Dulah membuat vaginaku ketagihan. Aku teringat percakapan Abdul tadi siang, antara percaya dan tidak aku telah terkena pelet Abdul cuma gara-gara melihat mamakuyang kena pelet dengan bersetubuh dengan Nurdin. Benarkah? Yah entahlah, aku tidak terlalu mempercayainya, yang jelas kelompok mereka mempunyai cara-cara membuat penis pria jadi besar dan perkasa hingga mampu membuat aku dan mama
ketagihan. Jam telah menunjukkan pukul 11 malam, akhirnya terdengar ketukan dipintu kamarku, lalu muncullah Dulah dengan wajah mesumnya yang sangar sekali.
“Ada yang tahu gak bang?” tanyaku penuh kuatir,
“ga ada koq, semua udah pada tidur, lagian gua udah punya kunci duplikat pintu gerbang depan sama kamar lu” Dulah mencium bibirku penuh nafsu, akupun dibuat gelagapan melihat reaksi spontan seperti itu, meskipun pada akhirnya aku hanya pasrah menerima apapun perlakuan Dulah padaku, sampai Dulah membuka seluruh pakaian yang kupakai. Aku menggelinjang di tempat tidurku sambil melihat Dulah membuka seluruh pakaiannya hingga kami telanjang bulat dikamarku. Nafasku mendengus tak teratur, sementara Dulah tanpa basa-basi menjilati seluruh tubuhku.
“mmmmmhhh…. bang, enakkk…” tak terasa aku merintih merasakan lidah Dulah menjilati dan menjalari seluruh lekuk tubuhku.
tanpa sadar pula aku malah membuka keduabelah kakiku seolah-olah berharap Dulah menjilat dan menghisap isi vaginaku yang semakin membanjir. Dulah semakin bernafsu merangsangku sedemikian liarnya.
“lu belum puas ya, tadi siang kata Usep lu ngelayanin si Abdul ya, masih pengen ya moy” Dulah seolah menghinaku, aku tak menjawab karena Dulah bertanya sambil mengisap-isap vaginaku, aku hanya mengangguk lemah tak peduli
Dulah melihat anggukanku atau tidak.Dulahpun mungkin tak melihat anggukanku, dia hanya ingin melecehkanku.
“Udah gua bilang coba dari dulu lu rasain kontol kita semua, lu pasti ga akan sombong kayak sebelum kita perawanin, nahkan sekarang lu udah tau enaknya ngewe sama kita, tuh memek lu udah basah sekali moy, ga tahan ya, lu keluarin aja tuh pejunya, gua isepin sempe abis, lu isepin juga kontol gua ya”
tanpa disuruh duakali akupun menggenggam penis Dulah yang terasa sangat tegang dengan kepala jamurnya yang membasah juga. Aku dan Dulah mulai dengan posisi saling mengisap, kata Dulah itu posisi 69.Aku mulai terbiasa dengan aroma penis, jadi akupun
menikmati penis Dulah, lama sekali kami dalam posisi itu.
“wah moy, lu ngacret ya, kerasa tuh memek lu ada yang nyembur, enak, tapi asem” wajahku mungkin memerah mendengar kata Dulah,
ya tentu saja aku malu ketahuan menikmati permainan Dulah, tapi tubuhku tak dapat menutupi harga diriku di hadapan Dulah.
“Sekarang giliran gua yang ngecrot ya, gua mau dikeluarin didalem biar hemat kondom,
kan kata papa lu juga kita harus hemat biar kaya” Dulah ngomong seenaknya
“Jangan terlalu sering bang, saya ga mau hamil” kataku perlahan.
“Gua ga peduli lu hamil atau kaga, yang penting gua puas, paling papa lu jadi punya cucu
haram” kata Dulah sambil bersiap memasukkan penisnya dalam vaginaku,
Aku memejamkan mataku, hatiku mengeluh mendengar kebencian Dulah pada keluargaku, padahal dia sendiri hidup dari bekerja pada papa. Tapi sekali lagi kepala penisnya yang besar telah meruntuhkan pemikiranku, lagi-lagi aku menyerah pada kenikmatan penis buruhku ini.Penis Dulah segera memasuki rahimku karena memang lubang vaginaku sudah membasah hingga memudahkan proses penetrasi. Aku melenguh pelan merasakan kenikmatan saat penis Dulah menyentuh dinding rahimku, mengaduk-aduk isi vaginaku. Kakiku yang terkangkang tanpa sadar telah menjepit pinggang Dulah seolah aku tak mengizinkan penisnya lepas dari vaginaku, padahal hatiku berkata yang sebaliknya.
“mmmh… enak sekali bang, terussss…” lenguhku pelan sampai akhirnya terasa vaginaku mengeluarkan cairan kenikmatan, aku orgasme, sementara Dulah terus menggenjotku cepat sekali, lalu pelan, begitu seterusnya berirama hingga suatu saat kurasakan penisnya menegang keras sekali, aku tahu dia akan orgasme, lalu aku menarik pantatku supaya spermanya keluar di luar tubuhku.
“Heh mau kemana lu moy, sperma gua harus gua tanem di badan lu! teriak Dulah sambil malah menekan tubuhnya kearah tubuhku,
tentu saja niatku gagal, dan terasalah dalam rahimku cairan hangat yang muncrat-muncrat memenuhi rongga vaginaku.
Kulihat Dulah tersenyum puas, dia tak segera mencabut penisnya, sampai mengecil barulah dia cabut dari vaginaku. Seiring dengan keluarnya penis Dulah, keluar pula cairan dari vaginaku bercampur dengan sperma Dulah. Aku memejamkan mataku lagi merasakan sensasi kenikmatan saat penis dicabut dan melelehnya semua cairan hingga
membasahi kasurku.
“Gila, lu enak amat moy, gua jadi demen ngentot sama lu, lu jadi simpenan gua aja mau ga?”
“Jangan gila bang, saya gak mau!” kataku ketus.
“Udah gua kasih enak masih ga mau juga, daripada pacar lu kan ga bisa apa-apa, lagian papa lu juga dulu simpenannya banyak cewek-cewek pribumi sampe dia impoten sama istrinya sendiri. hahaha, apa salahnya kalau anaknya juga jadi simpenan gua, kan adil”
“Pokoknya ga mau, masa depan bisa suram” kataku bersikeras.
“heh lu amoy jangan menghina gua, lu liat aja nanti semua sodara lu bakal kita perkosa termasuk mama lu, kita liat siapa yang mohon-mohon minta gua kawinin. hehehe”
Bergidik aku mendengarnya, terdengar begitu menyeramkan, aku berusaha memperbaiki kata-kataku
“Jangan gitu dong bang, jangan bawa-bawa cici dan adik saya, cukup saya sama mama saja, lagian mungkin suatu saat saya juga berubah pikiran, tapi harus resmi nikah, ga mau jadi simpenan.” kataku melunak ketakutan.
“hahaha akhirnya lu nyerah juga, gua heran, kenapa sih amoy-amoy kayak lu semuanya sombong-sombong baru udah dientotin nyerahnya kayak lu, mama lu aja udah kena pelet baru nyerah sama mang Nurdin. Pokoknya sekarang lu musti tidur bugil bareng gua malem ini biar kalau nanti malem gua pengen ngentot lagi bisa langsung, atau gua bangunin seisi rumah ini.”
tentu saja aku lebih memilih tidur bareng Dulah meskipun terpaksa karena badannya bau sekali, karena jarang mandi, daripada seisi rumahku tahu kelakuanku dengan buruhku ini.
Begitulah sekelumit kisah hidupku, hari-hari kulalui dengan penuh hasrat sexual, dengan duabelas orang pria kasar yang selalu ingin menikmati tubuhku, hingga akupun menjadi selalu ketagihan akan adukan penis-penis pria itu didalam rahimku. Meskipun aku tahu bahwa kemungkinan besar aku terkena ilmu pelet(guna-guna), entah siapa dari mereka yang mengerjaiku dengan cara itu, hingga aku benar-benar takluk pada mereka. Sejak awal aku memang sudah ingin merasakan enaknya bersetubuh dengan pria, tapi Albert tidak dapat kuharapkan melakukan itu padaku karena dia memang bukan tipe pria yang berjiwa petualang. Bagai gayung bersambut mungkin keadaanku itu ditambah ilmu pelet yang ditujukan buruh-buruh itu padaku, membuatku benar-benar menikmatinya hingga tidak bisa lepas dari mereka. Padahal dalam hati kecilku sebenarnya aku ingin menjalani kehidupan normal seperti sebelum ada kejadian itu yang menimpaku. Kini aku harus dengan sukarela menyerahkan tubuhku untuk dinikmati bersama oleh para buruh sekaligus preman didaerahku. Namun hingga saat itu belum ada satupun dari keluargaku yang mengetahui kejadian ini, termasuk mama, entahlah. hingga suatu saat…….
By: Carline