Pukul 20.48 di sebuah rumah kecil di pinggiran kota.



‘Plak’ pria berwajah sangar dan berambut cepak ala tentara itu melayangkan telapak tangannya pada seorang pria muda yang terikat tak berdaya di sebuah kursi. Tamparan itu cukup kuat sampai kursi tempat pria muda itu terikat agak limbung.

“Guoblok…masih tutup mulut juga lu! Hah!” bentaknya.

Sebelum si rambut cepak itu sempat melayangkan tamparan berikutnya, seorang pria lain berpenampilan parlente, memakai kemeja biru muda yang lengannya digulung hingga siku, memegang tangannya. Ia lalu mendekati si pria yang terikat itu dengan memasang wajah mengejek.

“Nah…bagaimana? Apa ga sebaiknya lu ngomong aja dimana sebenarnya rekaman itu dan siapa lagi yang tau selain lu?” tanyanya sambil menjenggut rambut pemuda itu.

Wajah pria yang terikat di kursi itu sudah babak belur sana-sini, bibirnya pecah-pecah akibat siksaan yang dideritanya sejak tadi, belum lagi bengkak pada mata kirinya. Pakaiannya pun sudah penuh noda darah, debu, dan bekas cetakan sol sepatu yang didapatnya dari tendangan para penyiksanya. Robby (28 tahun), sudah tahu inilah risiko yang akan diterimanya karena tugasnya sebagai wartawan. Dari penyelidikannya pada sebuah perusahaan bermasalah ia mendapati indikasi perdagangan narkoba yang melibatkan Munarman, salah satu kepala staff perusahaan tersebut, yang tidak lain adalah pria yang kini menjenggut rambutnya itu. Keesokan harinya ia berencana menyerahkan file hasil rekaman hidden camera berisi kegiatan transaksi mereka di sebuah gudang di pelabuhan kepada yang berwajib. Namun tadi sore ketika baru saja masuk ke mobil tiba-tiba seseorang membekap mulutnya dari belakang, ia sempat meronta dan melakukan perlawanan namun tak sanggup melawan pengaruh obat bius yang dibekapkan padanya sehingga kehilangan kesadaran.





Kesalahan fatal yang telah dilakukan Robby yang membuatnya sampai tertangkap seperti sekarang ini adalah ketika melakukan rekaman secara diam-diam itu, ia secara tidak sengaja menyenggol sebuah benda hingga jatuh. Suara itu tentu saja memancing perhatian mereka yang sedang bertransaksi ilegal itu. Adegan kejar-kejaran pun tak terhindarkan, meskipun berhasil mencapai mobil dan melarikan diri sejauh mungkin namun flashdisk-nya yang tersimpan di tas kameranya yang setengah terbuka jatuh. Benda itu dipungut oleh salah satu anak buah Munarman, dari situlah ia mengetahui siapa orang yang tadi telah mengintipnya karena di antara data-data di dalamnya terdapat beberapa foto Robby bersama kekasihnya, Liany, ketika berlibur. Robby sendiri bukannya tidak tahu dirinya telah kehilangan benda yang dapat membuat orang-orang itu melacaknya. Ia hanya kalah cepat dengan mereka, sehari sebelumnya ia memang telah menyuruh Liany buru-buru kabur ke rumah sepupunya di Solo untuk bersembunyi sementara disana. Namun sebelum ia sendiri meminta perlindungan dari polisi dan menyerahkan file rekaman itu, anak buah Munarman telah menyergapnya terlebih dulu dan membawanya ke tempat ini.

“Oke…hsshh…hhsshh…ada di…” Robby mulai bersuara sambil mengatur nafasnya yang ngos-ngosan menahan sakit karena dihajar sejak tadi.

“Dimana? Ayo katakan?” Munarman mendekatkan wajahnya pada Robby agar bisa mendengar lebih jelas.

“Cuiihh!” Robby meludahkan darah tepat mengenai wajah Munarman.

“Bah…sialan! Masih belagu juga lo anjing!” maki Munarman sambil menendang dada Robby hingga ia tersungkur bersama kursinya, “Syad hajar dia sampe mampus!”

Irsyad, si muka sangar berambut cepak itu segera maju dan turut menyiksa Robby seperti yang diperintahkan bossnya.



Keduanya masih menghujani Robby dengan tendangan dan pukulan ketika tiba-tiba dari arah luar terdengar bunyi gaduh. Irsyad dan Munarman saling berpandangan, lalu berlari kecil ke pintu samping ke arah datangnya suara tersebut. Sesaat kemudian terdengar sebuah jeritan perempuan disertai bentakan pria. Seorang pria lain yang rambutnya dikuncir ke belakang dan berwajah kasar menyeret tubuh seorang gadis yang meronta-ronta berusaha untuk lepas.

“Lepas…lepasin saya!” jerit gadis itu.

Pria berambut kucir itu segera membekap mulut gadis itu dan meminting tangannya ke belakang agar tidak berteriak lagi.

“Siapa nih!?” tanya Munarman pada pria itu.

“Dia ada di halaman samping Bos, waktu saya panggil dia lari…dia pasti udah liat semuanya” jawab pria itu.

“Ngapain lu disini hah!?” bentak Munarman.

“Mmhh…saya…saya cuma lewat mau pulang ke vila, tapi hujan tambah besar jadi saya kepaksa berteduh dulu…tolong lepasin saya, bener saya ga liat apa-apa!” jawab gadis itu ketakutan, matanya yang indah mulai berkaca-kaca.

“Bohong Bos, dia pasti udah denger dan liat semuanya!” potong si rambut kuncir, “untung tadi saya sigap”

“Gimana nih Bos sekarang?” tanya Irsyad menunggu perintah.

Munarman mengelus-elus dagunya yang berjenggot kambing itu sambil memandangi gadis itu. Usianya masih muda sekitar awal 20an, dari penampilannya sepertinya ia seorang mahasiswi. Parasnya sungguh cantik dengan rambut hitam yang lurus dan panjang, tubuhnya yang langsing dibungkus oleh kaos hitam tanpa lengan dilapisi cardigan pink untuk melindungi dari udara malam serta bawahan berupa celana pendek longgar yang menggantung sejengkal di atas lutut sehingga memperlihatkan pahanya yang jenjang dan mulus. Pakaian dan rambutnya agak basah terkena hujan, nampaknya ia memang bermaksud berteduh.


Grace

Grace

“Siapa namalu manis?” tanya Munarman mendekati dan mengelus pipi gadis itu.

“Kalau ditanya jawab hah! Siapa namalu!?” bentaknya melihat gadis itu terdiam ketakutan.

“Saya…Grace, tolong lepaskan saya, saya gak akan bilang siapa-siapa” ibanya tanpa bisa menahan air matanya yang menetes membasahi pipi.

“Grace heh, nama yang indah, seindah rupanya hahaha!” Munarman mengangkat dagu gadis itu, menatapi wajah cantik itu sambil tertawa disambut tawa kedua anak buahnya.

Rabaan Munarman dari pipinya merambat turun ke leher, bahu, hingga akhirnya payudara kiri Grace.

“Jangan…jang…eemmhphp!” jeritan Grace langsung terhambat karena si pria berkucir kembali membekap mulutnya.

“Buka mulutnya Di, biar aja dia teriak…ayo teriak, ga akan ada yang denger suara lu, daerah ini sepi dan lagi hujan!” kata Munarman sambil tangannya mulai meremasi payudara gadis itu.

“Ayo kita nikmatin dulu cewek cantik ini, sayang kan yang bening gini lepas gitu aja…Syad sumpal dulu mulut anjing itu kita urus dia nanti abis ini!” perintahnya pada Irsyad.

“Siap Bos…kita juga kebagian kan, capek nih dari tadi mukulin melulu hehehe!” Irsyad nampak antusias dan tersenyum mesum, demikian pula Muchdi, temannya yang rambutnya dikucir itu.

“Iya, yang penting pastiin dulu ikatan si goblok itu kencang…sampai dia lolos gua kebiri juga lu!”

“Hehe…emang Bos dingin-dingin gini paling enak ya ngentot!” sahut Muchdi yang tangannya mulai ikut menggerayangi tubuh Grace.



“Hentikan! Jangan lakukan itu!” jerit Grace sambil meronta berusaha melepaskan diri, namun tenaganya bukanlah tandingan kedua pria itu yang telah menghimpit tubuhnya.

Ia menggeleng-gelengkan kepalanya menghindari Munarman yang hendak melumat bibirnya, sementara tangan-tangan kasar mereka sudah bergerilya di tubuhnya. Dalam satu kesempatan ketika kuncian Muchdi mengendur karena sibuk menggerayangi tubuhnya, Grace berhasil menendang perut Munarman dengan lututnya sehingga pria itu terhuyung ke belakang sambil mengaduh memegangi perutnya. Gadis itu buru-buru lari ke arah pintu, namun baru saja beberapa langkah sebuah tangan menariknya ke belakang. Irsyad yang baru saja mengencangkan ikatan Robby dan mengikat mulutnya, rupanya bertindak cukup sigap. Ia berhasil menggapai cardigan gadis itu, menariknya hingga lepas dari tubuhnya. Sesaat kemudian gadis itu sudah berada dalam dekapannya.

“Bajingan! Lepaskan saya!” jerit Grace memakinya.

“Huehehe…mau kemana Non…emmhh…uuh!” Irsyad memperkuat dekapannya sambil berusaha menciumi leher dan tenguk gadis itu.

“Plak! Aawww!” rintih Grace ketika telapak tangan Munarman yang marah mendarat di pipinya.

“Diam perek!” bentaknya.

Air mata gadis itu makin mengucur membasahi pipinya ketika tangan Munarman membetot keras kaosnya hingga robek. Mata ketiga pria bejat itu melotot melihat buah dada gadis itu yang masih terlindung di balik bra kremnya. Tubuh Grace bergetar saat Irsyad menyusupkan tangannya ke balik branya dan mulai meremas payudaranya dengan kasar, jarinya sesekali menjepit dan memelintir putingnya.

“Wuih…ini bener-bener mantep Bos, montok bener!” celoteh Irsad.

Grace semakin menangis mengiba dan menjerit ketika Munarman menarik lepas branya.



“Jangan nangis sayang, kita kan mau bersenang-senang hahaha!” kata Munarman sambil meremas payudaranya, “yang gini nih yang gua suka, bener-bener seger!”

“Ayo Non, abang bisa kok bikin Non kejang-kejang keenakan huehehehe!” Muchdi mendekatinya dan mulai menggerayangi tubuhnya yang sudah topless.

Desahan gadis itu di sela-sela tangisannya membuat ketiga pria bejat yang mengerubunginya semakin bernafsu. Tangan Muchdi kini merambat turun ke bawah, menyusup masuk ke pinggang celana pendek yang dikenakan gadis itu. Grace merasakan tangan kasar pria itu menyentuh permukaan vaginanya, jari-jarinya mengelusi bibir vaginanya. Tubuhnya menggelinjang ketika jari-jari itu menyusup ke vaginanya dan mulai bergerak keluar masuk menggeseki dinding vaginanya. Pada saat yang sama, Munarman menundukkan badannya dan melumat payudara Grace dengan gemas.

“Mmhhh…lepaskan…aaahhh-aahh….jangan!” ia mulai mendesah tak tertahankan.

Irsyad menyibakkan rambut panjang gadis itu ke kanan agar bisa menjilati dan mencupang leher sebelah kirinya. Lidah Irsyad yang kasar dan basah itu menyapu telak kulit lehernya membuat bulu kuduk gadis itu merinding. Mereka lalu menyeret tubuh Grace dan membaringkannya di atas sebuah meja kayu di ruangan itu. Munarman yang mengambil posisi di antara paha gadis itu menarik lepas celana pendek berikut dalamannya. Kini vagina Grace yang ditumbuhi bulu-bulu hitam lebat terekpos sudah membuat mata ketiga pria bejat itu nanar menatapinya.

“Wah…gua suka yang kaya gini, jembut lebat, bibirnya rapet!” sahut Munarman sambil meraba kemaluan gadis itu yang sudah agak basah karena dipermainkan Muchdi tadi.

Ia lalu menusukkan jari tengahnya ke liang vagina Grace sehingga tubuh gadis itu mengejang dan jeritan kecil keluar dari mulutnya. Dengan gemas Munarman memutar-mutar jarinya mengobok-obok vagina gadis itu. Tanpa bisa tertahankan Grace menggelinjang, ia memohon agar mereka tidak meneruskan perbuatannya sambil diiringi desahan-desahan yang justru membuat mereka semakin nafsu.



Sementara Muchdi dan Irsyad juga tidak tinggal diam, mereka ikut menggerayangi tubuh mulus Grace yang sudah terbaring tak berdaya. Irsyad mencaplok payudara kiri gadis itu dan mengemut-emutnya, dihisap dan digigitinya puting susu itu hingga pemiliknya semakin menggelinjang dan mendesah tak karuan. Grace menggeleng-gelengkan kepalanya ketika Muchdi hendak menciumnya, tapi reaksinya malah membuat pria itu tertawa-tawa lalu menjenggut rambut panjangnya, lidahnya langsung menyapu pipinya yang halus lalu menempel pada bibir tipis gadis itu. ‘eeemmhhh….eemmm!’ Grace mengatupkan mulutnya menolak diciumi Muchdi, namun rangsangan pada sekujur tubuhnya membuatnya tak tahan untuk tidak mendesah, Muchdi sendiri saat itu juga aktif menggerayangi lekuk-lekuk tubuh gadis itu. Mulut Grace yang tertutup pun kian mengendur hingga akhirnya Muchdi berhasil memasukkan lidahnya ke mulut gadis itu dan mencumbuinya dengan liar. Lidah Muchdi mengais-ngais mulut Grace dan menyapu rongga mulutnya, ludah mereka saling bertukar dan tanpa sadar Grace pun mulai ikut memainkan lidahnya beradu dengan lidah pria itu karena libidonya semakin naik tanpa dapat ia kendalikan. ‘Eeenngghhh!’ lenguh gadis itu di tengah percumbuannya karena merasakan ada benda hangat basah menyentuh bibir vaginanya. Ia menggerakkan bola matanya melirik ke bawah sana dimana Munarman tengah membenamkan wajahnya agar dapat melumat vaginanya. Sensasi geli segera timbul dari bawah sana menjalar ke syaraf-syaraf kenikmatan di tubuhnya dan membuat birahinya semakin naik tanpa dapat ia kendalikan. Lidah Munarman menyapu telak bibir vaginanya lalu menyusup masuk menggelitik dinding bagian dalamnya.

“Uuuummhh…gurih, bener-bener hoki kita hari ini bisa nikmatin yang sedap gini hahaha!” celoteh Munarman di tengah lumatannya terhadap kewanitaan Grace.

Dengan dua jari ia membuka bibir vagina gadis itu semakin lebar sehingga menampakkan warna merah merekah. Sementara Irsyad terus menjilati kedua payudaranya secara bergantian, sebentar saja kedua gunung kembar itu sudah basah oleh ludahnya, bekas gigitan memerah juga tampak pada beberapa bagian.



Setelah hampir lima menit bercumbu, Muchdi melepaskan mulutnya dari Grace. Gadis itu bernafas terengah-engah sambil terisak dan mendesah. Belum terlalu lama ia mengambil udara segar Muchdi sudah menarik rambutnya sehingga kepalanya kini terjuntai ke bawah di tepi meja dan pandangannya terbalik.

“Aaah…jangg….eeemmphhh…mmmm!” kata-katanya terputus karena Muchdi menjejalkan penisnya ke mulut gadis itu.

Pria itu memaju-mundurkan penisnya pada mulut Grace seperti menyetubuhinya, kedua kantung pelirnya menampar-nampar hidung gadis itu, aroma tak sedap segera menyergap hidungnya. Namun Grace tidak punya pilihan lain selain beradaptasi mengisap penis di mulutnya. Tubuhnya menggelinjang-gelinjang di atas meja kayu itu tanpa dapat ditahannya. Tangan-tangan kasar dan lidah-lidah para pria bejat itu terus merangsang tubuhnya. Di bawah sana, lidah Munarman menjelajah semakin dalam ke dalam vagina Grace dan menemukan klitorisnya. Daging kecil yang sensitif itu digigitnya pelan dan dihisap-hisap, kontan Grace pun semakin menggelinjang dan mendesah tak karuan dibuatnya.

“Eemmhhh….eemmmm!” dari mulutnya yang dijejali penis Muchdi terdengar desahan tertahan.

Sebentar saja Grace merasakan vaginanya makin berdenyut-denyut hendak mengeluarkan cairan klimaksnya. Akhirnya…ssrrrr…cairan bening dan hangat itu meleleh dengan derasnya dibarengi dengan mengejangnya tubuh gadis itu. Dengan rakus, Munarman menyeruput cairan itu seperti orang kehausan.

“Ssshhrrppp…ssllluurrpp…ini baru sip, hhmmm udah ga sabar gua jejelin kontol gua kesini!” kata Munarman setelah puas menyeruput cairan kewanitaan Grace.

Setelah itu ia buru-buru membuka celana dan mengeluarkan penisnya yang sudah mengeras lalu mengarahkan kepalanya ke belahan bibir vagina gadis itu yang sudah becek siap melakukan penetrasi. Saat itu Grace yang masih mengulum penis Muchdi membelakkan mata merasakan sebuah benda tumpul menyeruak masuk ke vaginanya.



Munarman melenguh keenakan merasakan himpitan dinding vagina Grace yang begitu sempit dan bergerinjal-gerinjal. Tak lama kemudian ia mulai mengocok penisnya keluar masuk, mula-mula pelan hingga frekuensi genjotannya main naik dan menimbulkan bunyi kecipak dari gesekan alat kelamin mereka dan cairan dari vagina gadis itu. Tubuh Grace tergoncang-goncang, demikian pula sepasang payudaranya sehingga nampak makin menggemaskan, sepasang gunung kembar itu tidak pernah lepas dari tangan dan mulut mereka.

“Hhuuuhh…seret banget…uuhh…ini baru top!” sahut Munarman sambil menyetubuhi Grace semakin liar.

“Sepongannya juga sip Bos…edan kaya diisep-isep nih!” timpal Muchdi yang penisnya sedang dioral oleh gadis itu.

“Gantian dong Di, gua juga pengen nyicipin, kayanya enak tuh ya!”

Muchdi mempersilakan Irsyad mengambil posisinya karena ia sendiri tidak ingin buru-buru keluar sebelum menikmati hidangan utamanya yaitu mencoblos vagina gadis itu. Pria berambut cepak itu segera meraih kepala Grace, gadis itu sempat mengambil udara segar sebentar dan sedikit terbatuk-batuk sebelum akhirnya mulutnya kembali dijejali penis, kali ini oleh Irsyad, pria itu memegangi kepalanya sehingga kini kepala gadis itu tidak lagi terjuntai terbalik yang membuatnya tidak nyaman.

“Sudah…saya mo…hhhmmmhh!” Irsyad memasukkan penisnya dengan paksa ke mulut gadis itu dan memotong kata-katanya.

Irsyad mendesah nikmat merasakan mulut gadis itu memanjakan penisnya dengan ludahnya yang hangat dan lidahnya. Grace nampak kewalahan karena penis Irsyad diameternya lebih lebar daripada milik Muchdi. Dengan susah payah Grace mencoba menggerakkan lidahnya menyapu kepala penis itu.

“Uuuhh…mantap Non, yah…jilatin terus…emuthh!” desah pria itu sambil meremasi rambut Grace.



Muchdi menarik kursi ke dekat meja itu lalu duduk di atasnya, ia mengamat-amati tubuh mulus Grace yang sudah mulai berkeringat dan mengelusinya dengan kagum. Lidahnya terjulur keluar menjilati wilayah puting gadis itu sementara tangannya yang satu meremasi payudaranya yang sebelah. Di sisi lain, Munarman semakin cepat menggoyangkan pinggulnya menyodok-nyodok vagina Grace dengan penisnya. Mulut pria itu menceracau tak karuan hingga akhirnya melenguh panjang, ia menekankan penisnya dalam-dalam ketika mencapai klimaks. Akhirnya setelah dua puluh menitan menggarap Grace, Munarman tidak bisa lagi menahan keluarnya spermanya yang mengisi vagina gadis itu. Pada saat hampir bersamaan, Grace pun kembali berorgasme, nafasnya mendengus-dengus, erangan tertahan terdengar dari mulutnya yang tengah dijejali penis, tubuh telanjangnya hanya bisa menggelinjang-gelinjang menyebabkan dadanya makin membusung dan membuat Muchdi yang sedang menyusu semakin bernafsu dibuatnya. Terdengar suara ‘plok’ saat Munarman menarik lepas penisnya dari vagina Grace, liang vagina gadis itu ternganga selama beberapa saat sebelum menutup kembali, cairan orgasmenya meleleh keluar dari liang itu bercampur dengan cairan kental berwarna putih susu membasahi selangkangan dan meja di bawahnya.

“Ayo siapa mau coba nih!” sahut Munarman seusai melampiaskan nafsunya.

“Gua Boss…gua dah konak nih daritadi!” Muchdi buru-buru mengambil posisi di antara kedua paha Grace, “eh, Syad…turunin dulu dong, gua mau gaya doggy nih, biar lebih enak!”

Irsyad yang sedang asyik menikmati penisnya dikulum membantunya menurunkan tubuh gadis itu ke lantai. Grace berusaha beringsut untuk menjauh dari mereka, namun ia harus pasrah mendapati kenyataan bahwa tubuhnya sudah terlalu lemas untuk itu, belum lagi ditambah rasa nyeri pada vaginanya yang baru saja dibombardir penis Munarman.



Muchdi mengatur tubuh Grace menungging di lantai kayu itu dengan bertumpu pada kedua lutut dan siku tangannya. Tak lama kemudian kepala penisnya sudah membelah vagina gadis itu.

“Ooohh…sakit!” Grace mendesah lirih, “Aahhkk!!” Muchdi menyentakkan pinggulnya kuat-kuat setelah penisnya menancap setengahnya hingga benda itu melesak masuk dan gadis itu menjerit.

Tanpa memberi kesempatan pada gadis itu untuk beradaptasi, Muchdi menyodok-nyodokkan penisnya dengan buas. Nampak sepasang payudara Grace terayun-ayun seirama goncangan tubuhnya menciptakan suasana yang semakin erotis. Tangan kiri Muchdi meraih payudara itu dan meremasinya sambil terus menyodoknya dari belakang. Erangan Grace semakin keras, matanya merem-melek, secara refleks ia juga turut menggerakkan pinggulnya mencari kenikmatan. Munarman dan Irsyad tertawa-tawa melihat reaksi gadis itu.

“Hahaha…tuh kan jadi ketagihan, tadi nangis-nangis minta dilepasin sekarang malah pengen dientot!” ejek Munarman.

“Biasa Bos…belum tau enaknya dia hahaha!” timpal Irsyad.

Sodokan Muchdi semakin cepat, lenguhannya bercampur dengan erangan Grace memenuhi ruangan itu, ditambah lagi dengan bunyi tumbukan alat kelamin mereka, ‘plok…plok…plok!’. Sementara itu, Robby yang terikat tak berdaya hanya bisa menyaksikan gadis itu diperkosa tanpa bisa berbuat apa-apa. Sebenarnya ia merasa sangat kasihan dan ingin menolongnya, namun apa yang dapat diperbuatnya? bahkan nasibnya sendiri sedang di ujung tanduk. Secara naluriah, ia sendiri terangsang melihat gadis secantik Grace diperkosa massal oleh ketiga bajingan itu, tanpa dapat ditahan penisnya pun mengeras karenanya.



“Uuuhh…uhhh…enak kan Non…seretnya!” ceracau Muchdi yang terus menggenjoti gadis itu dan meremas-remas payudaranya.

“Ditanya jawab yah!! Enak gak!!” Muchdi menjambak rambut panjang gadis itu hingga kepalanya menengadah.

“Aduuhh….ahhh…iyah enak…sakit, jangan ditarik gitu….aahh!” rintih Grace yang wajahnya semakin berlinang air mata.

Ketiga pria bejat itu tertawa-tawa, ejekan-ejekan yang melecehkannya terus keluar dari mulut mereka.

“Ayo Di…bikin dia kelepek-kelepek hahaha!” kata Irsyad.

Merasa tertantang Muchdi semakin mempercepat sodokannya pada vagina gadis itu. Hingga akhirnya tak lama kemudian pria itu semakin melenguh-lenguh, frekuensi genjotannya semakin cepat dan remasannya pada payudara gadis itu semakin keras. Desahan Grace bercampur dengan rintihan kesakitan. Dengan satu lenguhan panjang, preman berkuncir itu menancapkan penisnya dalam-dalam dan melepas orgasme. Untuk kedua kalinya vagina Grace terisi dengan sperma, ia dapat merasakan kedutan-kedutan penis pria itu dan cairan putihnya yang hangat memenuhi rahimnya. Ketika Muchdi mencabut penisnya nampak cairan spermanya bercampur cairan kewanitaan gadis itu membentuk untaian sepanjang lima centian.

“Nih…bersihin!” perintah Muchdi menarik rambut panjang Grace dan mendekatkan penisnya yang belepotan ke bibir gadis itu.

Grace pun melakukan yang diperintahkannya, penis itu ia jilati dan kulum, cairan-cairan yang berlumuran disana dijilatinya hingga bersih sampai sisa-sisa sperma pun dihisapinya.

“Hhhssshhh…ngisepnya jago juga lu Non, dah pengalaman ya!?” komentar Muchdi

“Lu pecun yang suka beroperasi di puncak ya Non, hahaha!” ejek Irsyad membuat kupingnya memerah.

“Hus…yang bener aja lu Syad pecun disini mana ada yang bening gini, biasanya item-item kaya babu gitu hehehe” sahut Munarman.



Grace merasakan tubuhnya luluh lantak sehingga ia harus bersandar pada kaki meja menopang tubuhnya, namun ia masih merasakan kurang karena bersama Muchdi tadi ia hampir mencapai klimaks namun pria itu sudah lebih dulu klimaks dan menarik lepas penisnya. Sekarang giliran Irsyad mencicipi tubuhnya, pria cepak bertubuh besar itu mendekapnya, lalu duduk di kursi dan menaikkan gadis itu ke pangkuannya dalam posisi memunggungi.

“Angkat badan lu dikit manis!” perintah Irsyad di dekat telinga Grace, “buka memek lu terus masukin nih kontol gua”

Orgasme yang tidak kesampaian membuat Grace menikmati persetubuhan itu. Ia mengangkat tubuhnya sedikit, tangan kanannya membuka lebar-lebar bibir vaginanya dan yang kiri menggenggam penis Irsyad yang berurat, mengarahkannya memasuki liang senggamanya. Ia mulai menurunkan tubuhnya pelan-pelan setelah dirasanya kepala penis itu menyentuh bagian tengah vaginanya. Desahannya mengiringi proses penetrasi penis itu. Berkat cairan kewanitaan yang telah membanjiri vaginanya, penis besar Irsyad lebih mudah memasuki vaginanya, namun tetap saja rasa ngilu mengiringinya karena vaginanya sudah sejak tadi digempur. Irsyad lalu memutar wajah Grace dan melumat bibirnya. Grace membalas permainan lidah pria itu sambil beradaptasi dengan penis yang menyesaki vaginanya itu. Tanpa disuruh, Grace mulai menggerakkan tubuhnya naik turun tanpa melepas percumbuannya dengan preman itu. Kedua tangan kasar Irsyad terus bercokol pada payudara gadis itu, meremasi, memilin atau mencubiti putingnya. Goyangan tubuh Grace kian cepat, mulutnya juga semakin menceracau menahan nikmat. Munarman yang mulai bernafsu lagi mendekati mereka, ia meraih kepala Grace dan menjejali mulut gadis itu dengan penisnya. Muchdi juga tidak membiarkan tangan gadis itu yang nganggur, ia menggenggamkan penisnya pada tangan gadis itu dan memintanya untuk mengocok. Sambil menikmati vagina Grace, Irsyad mencium dan menjilati leher jenjangnya, sementara tangannya bergerilya menggerayangi lekuk-lekuk tubuh yang mulus itu. Tanpa dapat ditahan Robby yang terikat di kursi juga terangsang melihat adegan itu, tak terasa penisnya juga mulai basah karenanya.



“Eeemm…mmmm…uuhhm!” suara desahan Grace yang tertahan oleh penis Munarman.

Ia merasakan penis itu semakin bertambah keras di mulutnya. Munarman tidak lagi memegangi kepalanya, Grace menggenggam sendiri penis itu sambil memaju-mundurkan kepalanya dan mengulum-ngulum benda itu. Sementara tangannya yang satu sedang mengocok penis Muchdi dengan kecepatan sedang disertai pijatan membuat pria itu melenguh menahan nikmat. Tak lama kemudian mengeluarkan penis Munarman dari mulutnya dan ganti mengoral penis Muchdi.

“Bagus…sekarang udah nurut ya! Udah ketagihan kontol rupanya” kata Muchdi.

Tanpa mempedulikan komentar-komentar yang merendahkannya itu, Grace terus mengulum dan mengocoki penis Munarman dan Muchdi sambil menaik-turunkan tubuhnya. Lidahnya menyapu kepala penis Muchdi dan menggelitik lubang kencingnya membuat pria itu semakin tak tahan hingga tak lama kemudian…croot…ccroot…diiringi lenguhan panjang Muchdi mengeluarkan spermanya di mulut gadis itu.

“Uuhh…enakhh!” lenguhnya sambil memegangi kepala gadis itu, “isep Non…isep kuat…minum peju gua!

Grace gelagapan namun mau tidak mau ia harus menghabiskan cairan putih yang tertumpah di mulutnya itu, baunya sungguh tajam dan kental, sebagian cairan itu meleleh di sudut bibirnya karena yang keluar cukup banyak. Ia terpaksa menelan cairan putih kental itu agar tidak terlalu terasa di mulutnya, selain itu juga dihisapinya penis Muchdi yang semakin menyusut itu dan dihisapi sisa-sisa spermanya hingga pria itu akhirnya mencabut penisnya dengan puas. Baru sebentar penis Muchdi lepas dari mulutnya, Munarman yang penisnya sedang sedang dikocok olehnya juga mencapai klimaks. Penisnya berkedut-kedut dan menyemprotkan isinya ke wajah cantik gadis itu. Pria itu tersenyum puas setelah berejakulasi di wajah gadis itu.

“Mulutnya dibuka!” perintahnya, ia lalu mengarahkan penisnya ke mulut Grace sehingga cipratan spermanya masuk ke mulut gadis itu.



Kembali mulut Grace dijejali penis, kali ini oleh Munarman yang memintanya mengisap dan membersihkan miliknya itu dari sisa-sisa sperma. Mereka tertawa-tawa melihat keadaannya dengan wajah telah belepotan sperma.

“Hehehe…gitu lebih cantik Non, lumayan tuh buat krim wajah, jadi tambah cantik!” ejek Muchdi.

Terlihat sekali Grace menikmati perkosaan atas dirinya itu, tubuhnya sudah dikuasai dorongan seksual tanpa menghiraukan cemoohan ketiga pemerkosanya itu. Ia meliuk-liukkan tubuhnya sehingga penis besar Irsyad semakin mengaduk-aduk vaginanya.

“Uuuhh…ngehek…mau keluar nih…eerrrhh!!” geram Iryad sambil menurunkan tubuh Grace dan bangkit dari kursi tanpa melepas penisnya yang tertancap.

Grace segera menumpukan kedua tangannya pada tepi meja di dekatnya, persetubuhan itu berlanjut dengan posisi si pria menyodoki dari belakang sambil berdiri dan si wanita berdiri nungging dengan bertumpu pada bibir meja di depannya. Dengan posisi demikian Grace merasakan penis Irsyad menyodok semakin dalam dan semakin kencang. Desahan Grace semakin menjadi-jadi, mulut gadis itu membuka bulat dan mengeluarkan desahan yang susul menyusul dengan lenguhan pria itu.

“Aaahh…aakkhh…ooooohh!” Grace mengerang sekuat tenaga seiring dengan ledakan orgasme yang seakan meledakkan tubuhnya dari dalam.

Tubuhnya mengejang dengan dahsyat, vaginanya semakin becek dan semakin kuat mencengkram penis Iryad yang juga sudah mau meledak. Pria berambut cepak itu pun akhirnya tak tahan lagi, dengan satu dorongan keras dilesakkannya penisnya dalam-dalam pada vagina Grace.

“Uugghh!” Irsyad mendesah nikmat sambil menumpahkan spermanya mengisi vagina gadis itu.

Pria itu meresapi orgasme itu dengan memeluk tubuh mulus itu merasakan kehangatan tubuh gadis itu menyatu dengan tubuhnya. Tangannya meremasi payudara gadis itu dan mulutnya menciumi tenguk dan pundaknya.



“Wah…gua konak lagi nih, sini Non sama abang lagi!” Muchdi yang penisnya mulai mengeras lagi meraih lengan Grace begitu Irsyad melepaskan dekapannya.

Tubuh Grace saat itu demikian lemah lunglai setelah mengalami orgasme panjang bersama Irsyad, namun Muchdi sepertinya tidak terlalu mempedulikannya. Pria itu duduk selonjoran di lantai dan mendudukkan gadis itu di selangkangannya.

“Aaahhh!!” desah Grace merasakan vaginanya kembali dimasuki penis.

“Yah Non…turun terus, masuk nih…uuhhh gitu!” Muchdi merasakan nikmat penisnya terjepit himpitan vagina gadis itu.

Pria itu menyentakkan pinggulnya ke atas setelah lebih dari setengah batang penisnya melesak ke vagina Grace, akibatnya tubuh gadis itu pun ikut tersentak dan jeritan kecil keluar dari mulutnya tanpa tertahankan.

“Goyang Non!” perintah pria berkuncir itu.

Grace pun mulai menaik-turunkan tubuhnya. Muchdi menikmati goyangan gadis itu sambil mengenyoti dadanya yang kanan. Tangannya menjelajahi kemulusan tubuh gadis itu. Lima menit kemudian Munarman mendekati mereka dan mendorong punggung gadis itu ke depan sehingga pinggulnya lebih menungging.

“Lubangnya masih ada kan, gua sekarang mau nyoba lubang yang ini nih!” kata Munarman sambil mencucukkan jarinya ke dubur Grace.

“Aaahh…jangan, jangan disitu!” Grace mengiba ketika pria itu mulai mengarahkan penisnya ke lubang belakangnya.

Muchdi memegangi lengan Grace yang meronta-ronta sementara Munarman terus menekan penisnya memasuki anus gadis itu. Grace merintih menahan sakit merasakan lubang belakangnya dimasuki paksa oleh penis pria itu. Jari-jari pria itu sudah lebih dulu memasuki lubang itu untuk membuka jalan bagi penisnya.

“Aaaaww….sakkiitt…aarrhh!” mata sipit gadis itu membelakak dan mulutnya menjerit merasakan nyerinya anal seks secara paksa itu.



“Uuuggh…sempitnya!” lenguh Munarman mengomentari lubang dubur Grace yang jauh lebih sempit dari vaginanya.

Penis kedua pria itu menyodok-nyodok kedua lubang Grace seperti mesin saja. Robby yang terikat di kursi sempat bertatap mata dengan gadis malang yang sedang diperkosa itu. Ia melihat beban penderitaan yang sangat berat pada mata gadis itu, dari tatapan matanya seolah ia ingin meminta tolong pada dirinya. Simpati, kasihan, marah, dan terangsang bercampur-baur dalam hatinya. Ia benar-benar muak dengan kebiadaban para begundal itu, mereka seolah tidak cukup menyiksa dirinya, tapi juga menzalimi orang lain yang tidak tahu apa-apa mengenai masalah ini. Giginya gemertak dan tangannya mengepal keras, seandainya saja ia mampu melepaskan ikatan, ingin rasanya menghajar ketiga pria amoral itu dan membebaskan gadis itu. Tidak tahan terus menyasikan, ia hanya dapat memalingkan wajah atau memejamkan mata tidak tahan melihat kebiadaban itu. Kini Irsyad juga maju, ia mengangkat wajah gadis itu dan menyuruhnya mengoral penisnya yang mulai bangkit lagi. Dengan terpaksa Grace meraih benda itu dengan tangan kanannya, ia tidak ingin pria itu dengan paksa menjejali mulutnya dengan penis sehingga membuatnya tersiksa karena gelagapan. Sambil menahan nyeri pada duburnya yang sedang dibombardir Munarman, ia mulai menjilati penis Irsyad dan memasukkannya ke mulut.

“Eemmm…eengghhh..mmmhh!” desah gadis itu tertahan.

Dengan diserangnya seluruh bagian sensitif tubuhnya, Grace merasakan darahnya semaking berdesir, gelombang klimaks akan segera menerpanya kembali. Namun sebelumnya, Munarman sudah terlebih dulu orgasme karena sempitnya lubang belakang gadis itu. Ia melenguh panjang, menarik penisnya dan menyemprotkan spermanya membasahi punggung dan bongkahan pantat gadis itu. Baru setelahnya, sekitar tiga menit kemudian Grace mencapai puncak kenikmatannya, tubuh mulusnya menggelinjang hebat di atas tubuh Muchdi, mulutnya mengeluarkan erangan panjang, tangannya mengocoki penis Irsyad semakin cepat. Kedua bawahan Munarman itu menurunkan tubuh Grace dan menelentangkannya di lantai. Muchdi terus menggenjotnya sampai lima menit ke depan hingga akhirnya ia mencabut penisnya dan menumpahkan spermanya membasahi perut gadis itu. Tubuh Grace semakin blepotan cairan putih itu setelah Irsyad menuntaskan hajatnya dengan menyemburkan spermanya di wajah gadis itu.



Ketiga pria tak bermoral itu pun meninggalkan tubuh telanjang gadis itu terbaring lemas bersimbah keringat dan sperma. Mereka tertawa puas berhasil menikmati kehangatan tubuh Grace. Mereka mulai memakai kembali pakaiannya. Ketika mereka bercengkerama antara mereka itulah tanpa disadari Grace merangkak diam-diam ke arah pisau lipat yang terjatuh dari kantung Muchdi, semakin dekat…terus…sedikit lagi…dan…

“Bajingan…kalian bangsat semua!” jerit gadis itu sambil merangsek mengayunkan pisau itu sehingga kontan membuat mereka terkejut.

Beberapa kali ia mengayun dan menusukkan pisau lipat itu pada Munarman, namun langkahnya masih sempoyongan karena tubuhnya belum pulih benar sehingga Munarman dapat mengelak walaupun dilanda kekagetan dan panik. Sebelum gadis itu kembali mengayunkan pisaunya, tiba-tiba Muchdi menyergapnya dari samping. Ditangkapnya pergelangan kanan gadis itu yang memegang pisau, namun kali ini gadis yang kalap itu menendang selangkangannya sehingga pria berkucir itu terhuyung ke belakang sambil menunduk-nunduk memegangi pangkal pahanya dan mengaduh kesakitan. Irsyad turut maju membela bosnya, ia terlibat pergumulan dengan gadis itu beberapa saat hingga akhirnya…jreb!! Pergumulan itu mendadak terhenti, tubuh mereka berhimpitan erat. Terlihat wajah Grace seperti menahan sakit, jari-jarinya mencengkram lengan berotot Irsyad dengan sangat erat. Suasana hening sejenak, semua mata tertuju pada mereka sampai Irsyad mundur selangkah sambil menarik tangannya yang berhasil merebut pisau itu…yang tertikam ke perut Grace.

“Akh…kamu…kalian…!” ucap Grace terpatah-patah sambil memegangi perutnya yang berdarah sebelum akhirnya ambruk ke lantai kayu itu dengan mata membelakak.

“Hah…dia, dia mati Bos!” sahut Muchdi gugup.

“Sialan, nambah lagi satu masalah baru!” maki Munarman, “itu kan pisau lu goblok, gara-gara lu sembarangan sampai ga nyadar tuh barang jatuh!”



“Udah Bos, mendingan sekarang kita habisin juga wartawan sial itu, dah gitu cepetan beresin semuanya!” usul Irsyad.

Munarman memandang sekeliling antara kedua anak buahnya, Robby yang terikat di kursi, dan tubuh Grace yang sudah tergeletak kaku sambil berpikir sejenak hingga akhirnya ia memutuskan,

“Oke, Syad…habisin dia sekarang juga, udah gitu cepet kita beresin mayat-mayat sialan ini!” perintahnya.

Tanpa menunggu diperintah lagi, Irsyad langsung mengambil belati rambonya yang terletak di meja lalu menghampiri Robby. Pemuda itu sudah pasrah akan nasibnya, kali ini sudah tidak ada jalan keluar lagi. Ia memejamkan mata menanti belati itu menusuk tubuhnya, namun baru saja Irsyad mengeluarkan benda itu dari sarungnya tiba-tiba terdengar suara cekikikan tawa perempuan yang membuat bulu kuduk berdiri. Suara itu membuat mereka semua di ruangan itu tercekat. Hawa malam pegunungan yang dingin di tengah hujan itu terasa semakin dingin menerpa tubuh mereka.

“Apa…apa itu tadi?” tanya Munarman gugup pada anak buahnya.

“Gak tau Bos, saya juga denger…suara apa tadi, hoi…siapa disitu!?” seru Muchdi yang tidak yakin ada setan di tempat ini.

Suara tawa itu kembali terdengar, kali ini terdengar lebih jelas membuat semua yang berada di ruangan itu celingak-celinguk mencari sumber suara yang ternyata dari…mayat gadis itu yang terbaring menyamping memunggungi mereka. Semua memandang dengan mata terbelakak ketika mayat itu mulai bergerak-gerak…bangkit…lalu menengokkan wajahnya yang sedikit tertutup rambut panjangnya, wajah itu begitu pucat dan mengerikan. Mereka semakin kaget melihat wajah sebelah kiri gadis itu yang rusak seperti meleleh memperlihatkan daging dan sebagian tulang wajah, bola mata kirinya seolah mau lepas dari tempatnya. Dari bibirnya mengembang sebuah senyum yang…seram dan dingin.


Grace's transformation

Grace's transformation

Ketiga pria bejat itu secara refleks mundur satu-dua langkah, termasuk Robby yang terikat di kursi pun ikut kaget namun ia hanya bisa bergoyang-goyang di kursinya.

“Siapa lu??” tanya Irsyad dengan membentak, padahal pisau di tangannya saja sudah hampir lepas karena gemetaran.

“Saya?…hihihi…saya malaikat maut kalian, lelaki bajingan…hihihi!” jawabnya sambil tertawa seram, makhluk itu mulai melangkah maju perlahan mendekati mereka.

“Hiaatt…pergi lu ke neraka setan!!!” Muchdi memberanikan diri menyambar kapak yang tergantung di tembok dan menerjang makhluk itu.

Mata kapak itu menebas bahu kanan makhluk itu, menghujam hingga hampir menyentuh dada, darah mengalir dari luka tebasan itu, namun makhluk itu tetap berdiri tak bergeming tanpa ekspresi kesakitan.

“Neraka katamu? Saya memang pernah di sana” ucap makhluk itu dengan nada dingin.

Saat itulah Muchdi merasa yang terburuk akan segera dialaminya. Tubuhnya kaku, wajahnya pucat pasi, pegangannya terlepas dari gagang kapak karena ketakutan. Sebelum ia sempat beringsut mundur, makhluk itu mengibaskan lengan kirinya dengan cepat. Preman itu berdiri kaku tanpa sempat mengeluarkan suara sambil memegangi lehernya yang nampak mulai dilelehi darah. Tidak sampai lima detik, ia ambruk ke lantai dengan kepala terlepas dari lehernya. Kontan mereka yang tersisa pun semakin ciut nyalinya. Munarman langsung menghambur ke arah pintu, ia menarik dan mendorong pintu itu sambil menekan-nekan gagangnya, namun pintu itu tidak juga terbuka. Sementara makhluk itu terus mendekat setelah melangkahi tubuh Muchdi yang sudah tak berkepala. Ia mencabut kapak yang menancap di bahunya dan menjatuhkan benda itu. Sosoknya jadi semakin menyeramkan dengan darah yang semakin berlumuran di tubuhnya.



“Mampus!!” Irsyad mengumpulkan sisa-sisa keberaniannya dan menyerang makhluk itu dengan belatinya.

“Aaakkhh!” terdengar erangan kesakitan dari mulut pria itu, pisau yang digenggamnya terlepas dari genggaman dan jatuh ke lantai.

Baik Robby maupun Munarman tidak dapat melihat jelas apa yang terjadi pada Irsyad karena tubuh besarnya memunggungi mereka, hanya terlihat makhluk itu menempelkan telapak tangannya ke dada pria itu. Sebentar kemudian terdengar suara seperti tulang dada remuk dan lalu makhluk itu menarik kembali tangannya sambil menggenggam jantung yang masih berdetak. Kuku-kuku di jarinya memanjang runcing seperti Lady Deathstrike, salah satu musuh X-men. Irsyad mundur selangkah memegangi dadanya yang telah bolong sebelum akhirnya ambruk dengan darah mengucur deras dari lubang di dadanya.

“Whuuaa…pergi kamu setan! Pergi!” Munarman melemparkan benda apa saja di dekatnya pada makhluk itu yang tetap berjalan mendekatinya.

Ia berlari ke arah jendela, mengambil kursi untuk memecahkan kacanya, namun anehnya kaca itu tidak pecah walau sudah dihantam sekuat tenaga.

“Ampun…ampun, jangan bunuh saya, saya akan lakukan apa saja!” mohonnya ketika sudah terpojok sampai punggungnya menempel di tembok.

“Ampun?….orang seperti kamu ternyata cuma sampah, mana kearogananmu tadi itu! Ternyata cuma tikus pengecut…Hihihi” ejek makhluk itu sambil mengerat jantung di genggamannya membuat Munarman dan Robby semakin bergidik menyaksikan pemandangan seram itu. Makhluk itu mengibaskan tangannya yang sebelah hingga belati milik Irsyad yang tergeletak di lantai tiba-tiba melayang…ke arah Munarman.



“Aaaaahh!” jeritnya sambil menyilangkan kedua tangan menutupi wajah.

Satu detik…dua…tiga, ia membuka matanya, ternyata pisau itu tidak menancap di tubuhnya melainkan di dinding tepat di samping kepalanya. Buru-buru diraihnya gagang belati itu dan dicabutnya dari tembok.

“Jangan mendekat…biarkan saya pergi…pergi!” gertaknya seraya mengacung-acungkan belati itu.

Makhluk itu hanya tersenyum sinis sambil memakan jantung di genggamannya itu, sungguh pemandangan yang membuat bulu kuduk berdiri dan mengocok perut, terlebih ketika darah dari jantung itu terciprat. Sorot matanya menatap dalam-dalam pria di hadapannya itu yang sedang gemetar ketakutan.

“Jangan…jangan…ampun!” ucap Munarman bergetar, tangannya yang memegang belati juga ikut gemetar.

Respon Grace hanya tertawa cekikikan sambil terus menjilati jantung manusia di genggamannya.

“Aaaa…aaaahh!” Munarman membuka mulutnya dan mengarahkan mata belati itu kesana, tubuhnya bergerak sendiri tanpa bisa ia kendalikan.

Dengan belati itu ia mengiris mulutnya sendiri kanan dan kiri hingga terbelah sampai ke telinga. Ia hanya bisa mengerang kesakitan tanpa bisa mengendalikan gerakan tubuhnya. Setelah mulutnya terbelah dari telinga kiri hingga kanan, Munarman membuka lebar-lebar mulutnya yang terbelah dan mengarahkan pisau itu ke dalam mulutnya. Sekuat apapun ia menahan tangannya tetap tak mampu menahan kekuatan asing yang menggerakkan tubuhnya itu.

“Aarrggh…gggrrrlll!!” ujung runcing belati itu mulai masuk dan melukai kerongkongannya, terus masuk tanpa bisa ditahan menciptakan pemandangan yang sangat miris dan mengerikan.



‘Bruk!’ ambruklah Munarman dengan mulut robek dan belati tertancap di sana. Tubuhnya menggelepar-gelepar sesaat hingga akhirnya kaku tak bergerak lagi dengan kepala terkulai ke samping menghadap Robby yang masih terikat. Ia tewas dengan sangat mengenaskan, darah segar mengalir dari mulutnya membasahi lantai di bawahnya, matanya membelakak menatap kosong pada Robby.

“Eemmhh…eeemmm….mmm!” jeritan Robby tertahan oleh kain yang menyumpal mulutnya, ia hanya bisa meronta-ronta di kursi tempatnya terikat, bagaimana ia tidak ketakutan menyaksikan pemandangan penuh horror dan berdarah-darah nyata di depan matanya sendiri.

Kini makhluk itu menengokkan wajahnya menatap dirinya dengan pandangan menusuk.

“Hihihi…sekarang tinggal kita berdua sayang”

Keringat dingin semakin membasahi tubuh wartawan itu, ia tidak tahu harus berbuat apa lagi dan merasa sebentar lagi akan bernasib sama seperti mereka. Makhluk itu mendekatinya sambil tertawa seram sambil sesekali memakan jantung yang digenggamnya. ‘Eeemmm….mmmm!’ Robby menggeleng-gelengkan kepalanya pada makhluk itu yang sudah tepat di hadapannya. Wajahnya nampak semakin mengerikan terutama bagian yang meleleh itu. Makhluk itu menggerakkan tangannya dan….’eeemmmm!!!’ Robby meronta dan menjerit sekuat tenaga walau mulutnya tersumpal sebelum akhirnya segalanya menjadi gelap baginya. Ada tertulis dalam sebuah puisi kuno,



Lidah ular Jia Sidao* menggiringnya pada kebinasaan,

Bukit tembaga Yuan Zai** membawa kehancuran bagi dirinya.

Mereka yang memangsa sesama,

berakhir sebagai korban kejahatannya sendiri.

Mereka mengundang bencana bagi dirinya,

semua tindakan dan pikiran telah diketahui langit,

Keadilan dari akhirat tak pernah meleset.

Dengan kebaikan dan kejahatan yang berdampingan,

engkau akan melihat mana yang diberkati mana yang dikutuk.

Ini adalah peringatan pada para pelaku kejahatan,

bahwa pembalasan karma tidaklah jauh.



******************************

Pukul 22.30, di sebuah villa terlantar



Hujan masih turun mengguyur wilayah perbukitan itu, bahkan makin deras. Grace melintasi ruang tengah villa itu. Wajah kirinya yang hancur telah kembali halus, namun warna kulitnya sepucat mayat dan tubuh telanjangnya masih berlumur darah. Tiba-tiba sebuah suara memanggilnya.

“Masih ingat pulang juga lu? Darimana aja seharian?”

‘Jger!’ kilatan petir disusul bunyi gledek memperlihatkan sosok itu lebih jelas dan seram. Gadis itu duduk menyilangkan kaki di atas lampu gantung besar di tengah ruangan, santai seperti duduk di atas ayunan saja. Rambutnya kemerahan dan agak bergelombang menutupi sebelah wajahnya yang cantik, namun kecantikan yang menyebabkan bulu kuduk berdiri karena kulitnya yang pucat dan noda-noda darah di gaun terusan yang dikenakannya.

“Biasa…cari angin aja supaya ga bosen” jawab Grace tanpa menoleh padanya.

“Cari angin? Keliatannya gak cuma itu…Hmmm… lu bau darah manusia, it turns me on.” lanjut gadis di atas lampu gantung itu, “jangan bilang itu darah anjing, kucing, atau sejenisnya ya”

”Hm… Do you think we are fools? Obviously you’re lying.” sahut sebuah suara lain dari sosok yang duduk di sofa.

Wujud sosok itu lebih menyeramkan lagi, ia tidak memiliki kepala, kepalanya diletakkan di pangkuannya sementara tangannya mengelus-elus rambut pirangnya. Kepala itu tersenyum menyeringai ke arah Grace.

“Siapa yang jadi korban hari ini say?” tanya gadis di lampu gantung itu.

“Cuma seonggok sampah nggak berguna yang pantas mati”

“Yah whateverlah…gua cuma minta lu gak ceroboh ninggalin saksi aja” katanya lagi.

“Did you enjoy your moment, baby? That sperm coming from your body smells deliciously sweet. Heheh.” tanya makhluk tak berkepala itu.

“I don’t talk to you…so just shut the hell up, headless bitch!” bentak Grace padanya lalu ngeloyor ke tangga yang menuju lantai atas.

“Ouch… now that’s rude.” kata kepala itu di pangkuannya.

“Easy Sam, only her bad temper like usual”

“Tsk…tsk…poor little Grace, cursed to be hungry ghost like that” kata kepala berambut pirang itu.

“No Sam, poor us, we’re all cursed…cursed to punish all lechers…yaahh…for our slutty life” gadis di lampu gantung itu berkata dengan suara rendah seakan menyesali masa lalu.



Grace menyusuri koridor lantai dua yang gelap itu lalu tiba-tiba ‘jrennngg!!’ dari langit-langit muncul sesosok makhluk dengan tubuh hitam melepuh habis terbakar dengan posisi menggelantung terbalik seperti kelelawar, wajahnya yang rusak tersenyum lebar mengerikan. Siapapun tentu akan terkejut atau bahkan pingsan ketakutan bila melihat penampakan itu.

“Udah ngelawaknya?” tanya Grace ketus, lalu tangan kanannya dengan cepat menarik leher makhluk itu dan membantingnya ke lantai.

“Aaaww…aauuhh…aduuhh…duh…kenapa sih Sis?” rintih makhluk itu sambil mengelus-elus kepalanya yang membentur lantai, “kasar banget sih, orang cuma bercanda juga…lagi datang ya? Emang hantu kaya kita masih bisa datang bulan apa…duhh!”

Sosok makhluk bertubuh hangus itu berangsur-angsur berubah, kulitnya menjadi mulus, wajah seramnya mulai membentuk wajah manusia dan tumbuh rambut kecoklatan sebahu. Makhluk seram itu akhirnya berubah menjadi sesosok gadis cantik yang tersungkur di lantai tanpa busana, sebuah pemandangan erotis di tengah suasana horror.

“Eeehh…Sis? Kenapa? Ada apa nih!?” Katherine, nama gadis itu, bangkit dan buru-buru menghampiri Grace yang tiba-tiba tubuhnya lemas dan bersandar di tembok sambil memegangi kepalanya.

“Nggak…gapapa kok, gua cuma perlu istirahat sebentar…tadi terlalu banyak pakai tenaga”

“Aduh, emang tadi ngapain aja sih Sis…sampai berdarah-darah gini!?” tanya Katherine nampak khawatir dengan keadaan temannya itu.

“Udah-udah…gua tambah pusing aja kalau dicerewetin terus…ntar aja ceritanya, gua mau istirahat dulu ah”

Katherine mengulurkan tangan padanya dan membiarkan Grace memeluk lengannya sebagai penopang lalu keduanya berjalan memasuki kamar dan menghilang di tengah kegelapan.



*******************************

Keesokan harinya, pukul 6.20, tempat Robby disekap



Mata Robby mulai membuka dan berkedip-kedip, sinar matahari pagi masuk dari kaca ventilasi mengenai wajahnya. Ia menemukan dirinya masih terduduk di kursi, tapi ikatan tangannya telah terlepas sehingga dapat menggerakkannya untuk melepaskan ikatan mulutnya. Setelah pandangan matanya jelas ia melihat sekeliling, nampak perkakas dan perabotan berantakan seperti baru terjadi perkelahian, namun tidak nampak setetespun ceceran darah. Apa gerangan yang terjadi? ia tidak apa-apa selain kemarin sore dirinya disergap dan dibius oleh Munarman dan anak buahnya, lalu dibawa ke tempat ini dan dipukuli untuk buka mulut…tapi apa yang terjadi setelahnya, apakah dipukuli hingga tak sadarkan diri, tidak jelas. Rasa sakit dan memar-memar pada tubuhnya masih terasa…jadi ini bukan mimpi, memang benar kemarin itu mereka telah menangkap dan memukulinya, tapi entah kemana mereka sekarang? mengapa mereka meninggalkannya disini hanya seorang diri? Seribu satu pertanyaan memenuhi benaknya. Ia mencoba bangkit dan terbatuk-batuk menahan rasa sakit yang masih terasa pada sekujur tubuhnya. Ia berjalan menuju pintu keluar dan membukanya, udara pagi pegunungan yang segar berhembus, berarti ini masih di dunia….ini bukan akhirat, tapi dimana? Ia tidak tahu daerah ini karena ketika dibawa kesini ia dalam keadaan pingsan dibius. Matanya melihat sesuatu di lantai dekat pintu itu, kunci dengan gantungan kunci remote mobil, untuk mobil kijang di samping rumah inikah? Dipungutnya kunci itu, lalu ditekannya tombol, terdengar bunyi ‘nit-nit’ pertanda kunci itu memang pasangan mobil itu. Ia melangkah tertatih-tatih menuju kesana dan menjatuhkan dirinya ke jok kemudi. Ia mencoba mengingat-ingat lagi apa yang telah terjadi, tapi tidak ada satupun diingatnya selain terakhir dirinya dijadikan samsak hidup oleh mereka. Setelah tenaganya terkumpul ia menghidupkan mobil keluar dari pekarangan rumah kecil itu.



Selama sepuluh menit ia menyusuri jalan yang sempit yang hanya bisa dilalui sebuah mobil, tidak ada seorang pun yang ia temui untuk menanyakan jalan selain beberapa satwa liar melintas sebelum akhirnya ia melihat tidak jauh dari situ terdapat perumahan, sepertinya itu wilayah villa elite. Robby tetap mengemudikan mobil itu pelan-pelan karena tidak mengenal daerah hingga ia bertemu seorang gadis sedang berjalan dengan menggendong sebuah tas ransel kecil yang biasa di punggungnya. Dari penampilannya yang memakai kaos dan celana pendek serta topi pet di kepalanya sepertinya ia sedang liburan di wilayah villa yang barusan dilihatnya itu.

“Mbak…Mbak…maaf saya numpang tanya sebentar!” Robby memanggilnya sehingga gadis itu menengok ke belakang, wajahnya cantik dengan rambutnya yang kemerahan, “Mbak ini dimana? Jalan keluar dari sini lewat mana? Saya harus cepat pulang ke Jakarta” tanyanya dengan ekspresi bingung.

Gadis itu dengan ramah menjelaskan posisi tempat itu bahkan menawarkan diri untuk mengantarkannya hingga ke jalan raya.

“Saya Arlene, villa saya ada di sana…biasa jam segini enaknya joging sambil nikmatin pemandangan” katanya memperkenalkan diri setelah masuk ke mobil, ia meletakkan ransel kecilnya di jok belakang, “kamu…kamu kenapa sampai begini?”

“Ceritanya panjang, saya….” Robby juga memperkenalkan diri dan menceritakan bagaimana ia bisa sampai di tempat itu hingga akhirnya kehilangan kesadaran dan menemukan dirinya hanya sendirian di pondok itu, “aneh yang saya gak ngerti mereka itu mau menghabisi saya, tapi paginya tinggal saya sendirian aja…saya juga ga inget apa-apa semalam itu, seperti ada yang kosong dalam ingatan saya”

“Yah…saya juga nggak tau gimana jelasinnya, tapi syukurlah kamu selamat…tapi kamu babak belur begitu, apa gak sebaiknya mampir di tempat saya biar kita rawat dulu lukanya?” tawar Arlene sambil menumpangkan kakinya yang kanan ke kaki sebelahnya, entah sengaja atau tidak ia melakukannya yang jelas hal itu sedikit banyak memancing perhatian Robby mencuri pandang ke pahanya yang ramping dan mulus.



“Nggak makasih, ntar ngerepotin kalian, gak enak…lagian saya harus buru-buru pulang ke Jakarta terus hubungi pacar saya…aahhh itu ya jalan rayanya?” tolak Robby dengan halus dan tak lama kemudian ia melihat jalan raya terbentang tak jauh di depannya.

“Iya…ntar kamu tinggal belok kiri lurus aja pasti ketemu gerbang tol ********, ok turunin saya disana aja, tinggal jalan dikit, tempat kita di atas sana” gadis itu menunjuk ke wilayah yang agak tinggi di kawasan villa tersebut.

Robby menurunkan gadis itu di daerah yang sepi dan ditumbuhi pohon-pohon rindang di tepiannya sesuai permintaan gadis itu.

“Makasih…hati-hati ya!” pamit Arlene setelah mengambil ranselnya dan turun dari mobil.

“Saya yang makasih…udah ngerepotin” balas Robby

Gadis itu melambaikan tangan pada Robby yang mulai menjalankan mobil menjauhinya. Baru dua meter maju, Robby baru ingat kenapa ia tidak meminjam ponsel saja pada gadis itu untuk menelepon Liany, dilihatnya spion samping untuk melihat apakah gadis itu masih disana, tapi…kosong…hah? Kemana dia, mana mungkin ia dapat pergi secepat itu tanpa meninggalkan tanda-tanda keberadaannya. Penasaran, Robby membuka kaca dan melongokkan kepalanya ke luar, sepi…tidak ada siapa-siapa disitu. Ia buru-buru menginjak gas meninggalkan tempat itu menuju jalan raya, aneh…sungguh hari yang aneh, tapi yang jelas ia bersyukur telah bebas dari Munarman yang hendak menghabisinya, yang kini harus dilakukannya adalah menghubungi Liany yang pasti sangat mengkhawatirkan dirinya, karena itu ia segera tancap gas agar dapat segera pulang dan berkumpul kembali dengan orang yang dikasihinya.



Manusia akan terbebas dari mulut kematian,

apabila waktu pembebasan telah tiba.

Karma dan darma selalu datang tepat waktunya.



******************************

Di villa



Segumpal asap putih kebiruan bergulung-gulung seperti awan di ruang depan villa itu dekat pintu masuk dan membentuk sebuah sosok yang tak lain adalah gadis yang ditemui Robby di jalan tadi.

“Well…well…little Grace has erased his memory last night!” kata Arlene, wajahnya kini lebih pucat daripada ketika di jalan tadi, sekitar matanya nampak lingkaran hitam, “careful enough, although cost her much energy”

“Yea…I also think that guy is nice, isn’t he” kata suara dari dalam ransel itu.

“That’s why I released him free” Arlene membuka ransel itu dan mengeluarkan sebuah kepala berambut pirang dengan darah kering di sekitar potongan lehernya, “a nice guy who dedicates to his lover, whom I never get when I was alive”

“So how about Grace now?” tanya Arlene sambil melemparkan kepala itu pada tubuh tak berkepala yang duduk di sofa dan langsung menangkapnya.

“Still have a rest, Kath is out, but I dunno where” jawab kepala Sam.

“I think we need a rest too…till tonight!” kata Arlene sambil menuju ke sebuah kamar.

Keheningan menyelimuti villa terlantar di atas bukit itu, semua tampak biasa saja bila melihat villa bertingkat dua itu dari luar.



Sementara itu di tempat lain agak jauh dari kompleks villa itu, di wilayah hutan lindung yang sepi nampak sebuah sepeda motor diparkirkan di pinggir jalan setapak itu. Sekitar sepuluh meter dari situ nampak sebuah semak-semak yang bergoyang-goyang. Sayup-sayup terdengar suara desahan dari sana. Di balik semak-semak itu seorang pria berusia 40an, bertubuh agak gempal dan berkumis tebal sedang berlutut di atas tanah berumput, ia hanya mengenakan pakaian atasnya saja berupa jaket kulit hitam dan kaos kampanye sebuah parpol warna hijau lusuh di baliknya. Mulutnya melenguh pelan sementara pinggulnya bergerak maju-mundur menyetubuhi seorang gadis cantik yang sedang menungging dalam posisi doggie di depannya. Rambutnya yang kecoklatan sebahu itu diikat ke belakang, wajahnya yang putih bersemu kemerahan akibat gelora birahi yang sedang melandanya. Kancing depan pada gaun terusan warna pink yang dikenakannya telah terbuka semua, branya telah tersingkap ke atas sehingga mengekspos payudaranya yang kini sedang digerayangi pria itu, bawahannya telah tersingkap hingga pinggang, celana dalamnya telah lepas dan tergeletak di dekat kakinya.

“Hhhssshh…oohh…oohh…iyah Pak, terus…enak nggghh!” desahnya sambil merem melek menikmati genjotan pria itu pada vaginanya.

Pria itu meningkatkan ritme genjotannya hingga tumbukan selangkangan mereka menghasilkan bunyi tepukan. Tangannya yang satu meremas pantat gadis itu dan menepuknya dengan gemas.

“Uugghh…Bapak mau keluar Non….uuuhh enaknya peret!” ceracau pria itu.

Tak lama kemudian, dengan sebuah lenguhan panjang, pria itu mencapai orgasme, ia menusukkan penisnya dalam-dalam ke vagina gadis itu dan menumpahkan spermanya di dalam sana. Tubuhnya mengejang sekitar 1-2 menit sebelum akhirnya ambruk menindih gadis itu.



Setelah beberapa saat berpelukan menikmati sisa orgasme, pria itu pun berguling ke samping hingga tubuh mereka terpisah.

“Hhhmmm…Non cantik banget…selama jadi tukang ojek baru pernah dapet penumpang kaya Non …rela deh Bapak tiap hari ngebonceng Non kalau gini, kasih gratis dah hahaha!” puji pria itu sambil menarik kepala gadis itu sehingga dapat mencium bibirnya yang tipis dan indah.

“Ohh ya? Kalau sama saya tiap hari kasian tuh istri Bapak” gadis itu tersenyum nakal.

“Aaaahh…si Non, istri saya sih, waktu muda aja kalau dibanding Non ga ada apa-apanya deh!” kata pria itu sambil mengelus-elus payudara gadis itu.

“Masa sih? Masa dibandingin sama istri Bapak, saya kan ga enak…mmmhh!” desahnya nakal karena pria itu melumat payudaranya dengan gemas.

“Iyah Non, kulit Non bening gini, mana cantik lagi…sssllrrpp…sumpah istri Bapak kalah deh!” ucapnya sambil mengenyot dan menjilati payudara gadis itu.

“Hihihi, gitu yah…jadi saya cantik? Bahkan kalau seperti ini?” gadis itu mengangkat wajah si tukang ojek yang sedang asyik menyusu darinya.

“Wwhuuaa!!” pria itu sangat terkejut melihat wajah si gadis yang telah berubah mengerikan, wajah cantik itu kini menjadi hitam melepuh sampai terlihat sebagian tulang wajahnya, belum lagi ditambah seringainya yang membuat bulu kuduk berdiri.

“Setann…toll…hheeekkhhh!” suaranya terpotong sebelum sempat berteriak, dari balik semak-semak itu nampak lelehan darah membasahi rumput.



Nafsu berlebih ibarat pedang yang memotong daging;

Kelemahan terhadap wanita membawa pada bencana.



NB:

* Jia Sidao (???, 1213-1275) adalah perdana menteri korup pada akhir Dinasti Song. Ia meraih jabatan berkat hubungannya sebagai adik dari selir kesayangan Kaisar Lizong dan kepandaiannya menjilat pada sang kaisar dungu itu. Sepanjang karirnya ia telah mencelakai banyak pejabat bersih dan menindas rakyat. Anggaran militer dikorupsinya sehingga pasukan Song tak dapat memperkuat diri dan akhirnya mengalami kekalahan besar dari bangsa Mongol. Para lawan politiknya mempersalahkan Jia atas bencana ini hingga ia akhirnya dipecat dan dibuang ke pengasingan. Dalam perjalanan ke pengasingan, Jia dan kedua putranya dibunuh oleh Zheng Huchen, perwira militer yang mengawalnya dan yang menyimpan dendam terhadapnya karena ayahnya pernah menjadi korban fitnah Jia.



** Yuan Zai (??, ?-777) adalah perdana menteri pada pertengahan Dinasti Tang semasa pemerintahan Kaisar Daizong. Ia seorang politikus dan ekonom yang gemilang, juga berjasa membantu kaisar membunuh kasim jahat, Yu Chao’en, namun sangat gila harta. Yuan dan keluarganya terlibat penyalahgunaan wewenang dan korupsi besar-besaran untuk memperkaya diri. Pada akhirnya skandal itu terungkap juga sehingga kaisar menjatuhinya hukuman mati beserta istri dan ketiga putranya. Ketika petugas kekaisaran mendatangi kediamannya untuk menyita aset-asetnya, mereka menemukan sejumlah besar emas, perak, dan benda-benda berharga lainnya yang cukup untuk memenuhi kas negara selama beberapa tahun. Bukit tembaga sendiri adalah ungkapan umum di China untuk kekayaan yang berlimpah ruah.



Kalau ingin mengetahui lebih jauh tentang Grace dan ketiga temannya silakan baca trilogi Villa Upon the Hill 1, 2 dan 3



Karya Shusaku