Wanita cantik bertubuh tinggi semampai itu mengambil kopernya dari roda berjalan lalu berjalan menuju pintu keluar bandara internasional JFK sambil menarik kopernya. Wajahnya menengok ke kiri dan kanan setelah keluar dari gerbang bandara.
“Aline! over here!!” seorang wanita memanggilnya sambil melambaikan tangan.
Wanita itu menengok ke arah datangnya suara yang memanggil namanya, sebuah senyum tergurat di wajah cantiknya dan ia pun segera mempercepat langkahnya menghampiri wanita bule yang memanggilnya itu.
“Vicky…ooh God, how are you?!” mereka berpelukan seolah melepas rindu lama tidak bertemu.
Aline…ya wanita yang baru keluar dari bandara itu adalah Caroline Inggrid Adita yang lebih dikenal dengan nama Aline Tumbuan atau Aline Adita, model dan presenter ternama Indonesia, yang baru saja bercerai dengan suaminya Aditya Tumbuan (Ayik), putra artis kawakan Rima Melati dan Frans Tumbuan. Ia datang ke negeri Paman Sam ini untuk berlibur dan menenangkan diri dari masalah rumah tangganya itu dan serbuan nyamuk-nyamuk pers yang selalu mencecarnya dengan pertanyaan seputar perceraiannya. Sedangkan wanita yang menjemputnya itu bernama Victoria (27 tahun) yang akrab dipanggil Vicky, salah seorang model Amerika. Ia memiliki kecantikan khas wanita kulit putih, rambut pirang sebahu lebih, mata hijau, dan tentunya tubuh indah yang tingginya sepantaran dengan Aline, bentuk tubuh yang memenuhi persyaratan seorang model. Aline mengenalnya ketika berkunjung ke Amerika beberapa tahun sebelumnya dalam rangka fashion show. Sejak awal Aline sudah merasa cocok dengannya, mereka sering berbagi cerita dan setelah Aline pulang ke Indonesia hubungan persahabatan ini pun terus berlanjut melalui email dan facebook. Ia pun sering curhat mengenai kemelut rumah tangganya itu pada Vicky dan atas saran model berambut pirang inilah akhirnya Aline mengambil keputusan untuk berlibur ke Amerika untuk refreshing dan dapat ngobrol lebih banyak. Vicky juga menawarkan padanya untuk menginap di apartemennya dan bersedia menemaninya belanja serta jalan-jalan karena kebetulan jadwalnya sedang tidak terlalu padat. Kali ini adalah pertemuan mereka yang kedua setelah beberapa tahun.
Vicky membantu Aline menarik kopernya ke tempat parkir, setelah memasukkannya ke bagasi, ia menyalakan mesin dan mobil pun mulai meninggalkan bandara. Saat itu waktu langit sudah hampir gelap, waktu telah menunjukkan pukul tujuh malam.
“You must be tired, rest at my place at least a minute or two and then we hit the road for dinner. How bout that?” tanya Vicky.
“Sounds good.” jawab Aline
Tak lama, mereka sampai lah di sebuah apartemen tempat tinggal Vicky, mobil memasuki basement dan mereka lalu menurunkan barang bawaan.
“Welcome to my place!” Vicky membukakan pintu dan mempersilakan Aline masuk.
Apartemen itu termasuk kelas menengah atas, kamarnya cukup luas dengan ruang tamu dan dapur mini, desain interior dan mebelnya juga elegan. Setelah mandi, Aline merasakan tubuhnya lebih segar dan siap untuk keluar makan malam. Vicky membawa mobilnya ke sebuah restoran Thai. Mereka menikmati hidangan suki dengan saus tomyam yang asam pedas itu sambil mengobrol seru karena sudah lama tidak bertemu. Vicky berkata bahwa ia sangat senang mendapat teman yang berkunjung dan mau menginap di tempatnya. Di kota-kota besar seperti New York ini gaya hidupnya terlalu individualis dan seringkali membuat kehidupan terasa hambar, apalagi kalau tinggal sendiri, jauh dari keluarga seperti dirinya. Sebenarnya saat jadwal tidak padat seperti sekarang ini, ia biasanya berkunjung ke tempat orang tuanya di Ohio, namun kebetulan saat itu mereka pun sedang berlibur ke Kanada. Mereka tertawa-tawa sambil menyantap makanan, keduanya sungguh cocok walaupun berbeda bangsa dan jarang bertemu. Sepulang ke apartemen, Aline sudah merasa sangat letih, setelah sikat gigi dan ganti baju, ia langsung menjatuhkan diri ke ranjang. Mereka tidur bersama di kamar Vicky. Baru ngobrol tidak sampai sepuluh menit Aline sudah tidak menjawab apapun lagi ketika ditanya oleh temannya itu. Vicky yang mengerti kondisi Aline yang baru menempuh perjalanan jauh itu pun segera menarik selimut hingga leher dan memejamkan mata juga.
*************************
Keesokan harinya, 8.20
Vicky
Vicky
Sinar matahari masuk melalui jendela kamar itu. Aline terbangun dari tidurnya, ia mengejap-ngejapkan matanya, ia menengok ke sebelah. Vicky sudah tidak ada di sana, ia pun lalu menegakkan tubuhnya dan menggeliat. Ia menurunkan sepasang kaki jenjangnya menyentuh lantai. Tubuhnya yang indah dibungkus gaun tidur pendek berbahan sutra pink. Ia meraih gelas berisi air putih di bufet kecil samping ranjang dan meminumnya. Setelah itu ia beranjak keluar dari kamar untuk mencari Vicky, baru saja keluar dari pintu kamar dan hendak memanggil nama temannya itu, telinganya menangkap suara desahan. Penasaran dan deg-degan, ia memelankan langkahnya agar tidak bersuara. Suara itu terdengar makin jelas, bukan hanya desahan wanita, juga ada geraman pria. Aline memepetkan dirinya pada tembok dan mengintip ke arah dapur minibar yang letaknya bersebelahan dengan ruang tamu di hadapannya.
“Ya Tuhan…Vicky!” serunya dalam hati menyaksikan adegan di dapur itu.
Vicky berdiri agak menungging, kedua tangannya bertumpu pada kulkas di hadapannya. Ia masih mengenakan kemeja gombrong yang dipakainya tidur semalam, hanya saja kancing-kancingnya telah terbuka semua dan celana dalam hitamnya telah melorot tersangkut di lututnya. Di belakangnya seorang pria berkumis bertubuh gempal (dari wajahnya sepertinya ia orang Pakistan atau India atau wilayah lain di Asia Selatan) sedang mendekap tubuhnya sambil menyentak-nyentakkan pinggulnya menyetubuhi wanita kulit putih itu.
“Ooh…what a bad boy you are, sshhh!” sahut Vicky di tengah desahannya.
“But you love it Vicky, don’t ya?”
“God damn it…hurry, do it quickly!”
“Uuhh…yeahh…you’re so tight babe!” dengus pria itu sambil meremasi payudara Vicky yang sudah terbuka.
Pria itu terus menggenjoti Vicky semakin ganas sampai kulkas tempatnya bertumpu ikut berguncang. Hal itu membuat Vicky mendesah semakin tak karuan, namun terlihat ia berusaha menahan suaranya agar tidak terlalu keras, sesekali nampak ia menggigit bibir bawahnya.
Jantung Aline berdebar kencang mengintip kedua insan yang sedang berasyik masyuk itu. Diakui atau tidak, ia terangsang juga karenanya, tanpa sadar tangan kirinya merabai payudara dan tangan kanannya merayap turun meraba selangkangannya. Ia merasakan darahnya berdesir dan vaginanya lembab. Terbayang lagi saat-saat indah bercinta dengan suaminya dulu ketika masih bersama. Sebelumnya memang Vicky pernah bercerita tentang kehidupan seksnya yang liar, seperti terlibat dalam pesta-pesta seks atau sex with stranger. Kalau mau terus terang Aline pun menyukai cerita-cerita nakal teman bulenya itu, bahkan seringkali menginspirasi teknik dan gaya bercinta dalam kehidupan seksnya dengan Ayik dulu. Namun baru kali ini ia menyaksikan seperti apa yang diceritakannya itu, matanya tidak berkedip mereka demikian nikmatnya berpacu dalam birahi dan membuatnya terhanyut. Desahan Vicky yang makin tak karuan walaupun ia berusaha menahannya menandakan ia sudah di ambang klimaks, ia turut menggoyangkan pinggulnya menyambut sodokan pria berkulit gelap itu.
“Ooohh…God…yessshhh….I got it…eeenngghhh!!” Vicky mengerang panjang dan tubuhnya menggelinjang.
Pria itu masih terus menggenjotnya, terdengar suara decakan karena selangkangan Vicky semakin becek oleh cairan orgasmenya. Baru tiga menit kemudian, ia menghentikan pompaannya dan menarik lepas penisnya dari vagina gadis bule itu. Saat itulah Aline tertegun dan menelan ludah melihat penis pria itu yang begitu hitam dan panjang. Dengan agak lunglai Vicky menjatuhkan dirinya berlutut di hadapan pria itu. Tangannya meraih penis yang masih mengkilap karena basah itu. Aline memperkirakan ukuran penis pria itu dua genggam melihat dari Vicky yang menggenggamnya dengan satu tangan dan menyisakan bagian yang masih cukup panjang, belum pernah dirinya merasakan yang sebesar itu. Vicky menyapukan lidahnya membersihkan benda itu mulai dari buah zakar hingga ke kepalanya yang menyerupai helm tentara.
“In my mouth please!” habis berkata Vicky langsung memasukkan penis itu ke mulutnya.
Pria itu merem-melek dan kepalanya sesekali menengadah menahan nikmatnya kuluman dan jilatan Vicky.
“Uuhh…great, I’ll cum in your mouth…mmhh!” desah pria itu sambil mengelus-elus rambut pirang Vicky.
Sementara di balik tembok, Aline merasakan birahinya semakin menggelegak, putingnya mengeras dan vaginanya semakin lembab karena gosokan-gosokan jarinya dari luar. Ada keinginan penis perkasa si pria berdarah Asia Selatan itu memasuki vaginanya dan merojokinya seperti yang terhadap temannya tadi, tapi tidak…bagaimanapun ia adalah wanita timur yang harus menjunjung tinggi norma-norma ketimuran sekalipun telah bercerai, ia merasa tidak pantas melakukan hal itu sembarangan apalagi mengingat statusnya sebagai public figure. Tak lama kemudian, pria itu mendesah lebih panjang, tubuhnya menegang.
“I’m cumming sweety…yeaahh…ooohh holy shit!” ceracaunya melampiaskan kenikmatan.
Vicky nampak berkonsentrasi menerima semprotan sperma pria itu di mulutnya, tangan kanannya mengocoki penis itu dan mulutnya menyedoti cairan putih kental yang muncrat dengan derasnya itu. Ia menyedotinya hingga habis, tak setetespun cairan itu meleleh di pinggir mulutnya, setelah itu barulah ia mengeluarkan penis itu dari mulutnya. Si pria langsung bersandar lemas pada meja dapur di belakangnya, penisnya menyusut namun ukurannya tetap besar bila di banding ukuran orang Indonesia pada umumnya. Aline menyudahi mengintipnya, dengan langkah perlahan ia kembali ke kamar karena tidak ingin ketahuan ngintip. Sampai di kamar, ia segera masuk ke kamar mandi yang terletak di dalam situ. Di dalam sana, adegan tadi masih terbayang-bayang di memorinya, tangannya kini bergerak masuk ke celana dalamnya. Ooohh…rasanya geli luar biasa ketika jarinya menyentuh bibir vaginanya, ia terus menggerakkan jarinya merangsang diri sendiri sementara tangannya yang lain menyusup masuk ke dadanya memilin-milin putingnya sendiri. Sekitar lima menit lebih ia melakukan masturbasi menuntaskan birahinya akibat mengintip adegan panas barusan. Akhirnya, desahan lirih keluar dari mulutnya bersamaan dengan cairan hangat dari vaginanya, tubuhnya yang bersandar di dinding melorot lemas hingga terduduk di lantai, nafasnya naik-turun. Ia melihat jari-jarinya, cairan bening yang berasal dari vaginanya belepotan disana.
Setelah mencuci tangan dan muka, Aline membuka pintu kamar mandi, ia berjalan perlahan ke luar kamar, dalam hatinya masih tertanya-tanya, apakah mereka masih bersetubuh di dapur. Baru saja beberapa langkah keluar dari kamar, ia berpapasan dengan Vicky dan pria yang menyetubuhinya tadi itu. Keduanya telah berbenah diri, Vicky telah mengancingkan kembali kemejanya, nampaknya ia hendak mengantarkan pria itu keluar.
“Oooh…Aline, get up already?” Vicky terlihat sedikit kaget tapi dengan cepat ia menutupi kegugupannya itu dengan memperkenalkan pria itu pada Aline, “Eeerr…let me introduce, this is Malik, electrician here, he has just fixed my kitchen’s exhaust fan…Malik….Aline, friend from Indonesia!” katanya memperkenalkan.
“Hi, nice to meet you…welcome to US!” Malik menjulurkan tangan menyalami Aline.
“Hello, nice to meet you too!” Aline menyambut tangan pria itu.
Pandangan Malik menyapu tubuh Aline dari ujung kaki hingga kepala mengagumi tubuh indahnya yang saat itu masih terbungkus gaun tidur minim, terutama sepasang paha jenjangnya yang putih mulus dan bagian dadanya yang berpotongan rendah itu. Tangannya menjabat tangan Aline agak lama seperti ingin merasakan kehalusannya, membuat Aline sedikit nervous. Namun pria itu mengetahui reaksi Aline yang nervous dan dengan segera dapat menutupi sikapnya dengan pamit meninggalkan mereka.
“Come on Aline, lets have some meal!” kata Vicky setelah menutup pintu lalu berjalan menuju mini bar, tempatnya beradegan panas tadi.
Mereka sarapan dengan lahap sambil mengobrol dalam suasana akrab. Dalam kesempatan itu, Aline sempat menanyai Vicky apakah ia masih betah melajang hingga kini. Tanpa ragu, wanita berambut pirang itu menceritakan tentang kisah cintanya yang berkali-kali gagal sehingga membuatnya lelah menjalin hubungan serius untuk sekarang ini. Dari sana lah ia mulai menjadi seorang petualang seks dan ia menyukai hubungan seks yang spontan dengan orang yang tidak dikenali, itu menimbulkan sensasi tersendiri, demikian katanya. Vicky melanjutkan ceritanya tentang pengalamannya bercinta di kompartemen kereta api dengan seorang pria negro yang adalah penumpang sekompartemen dengannya. Diceritakannya dengan detil bagaimana penis besar si negro itu mengobrak-abrik vaginanya dan sensasi tegangnya ketika aktivitas mereka hampir ketahuan petugas yang memeriksa tiket.
Malik
Malik
“It’s such an exciting moment and it really turns me on. You should try it sometimes…if you dare of course” katanya sambil memasukkan potongan selada dan telur matasapi ke mulutnya.
“Eeerr…I don’t think so…maybe too risky for me”
Penuturan Vicky yang blak-blakan itu sungguh membuat Aline terangsang, namun ia masih merasa canggung melakukan seperti temannya itu. Memang sebagai selebritis ia tidak asing lagi dengan gaya hidup demikian. Ia pernah menghadiri pesta pribadi temannya yang menampilkan stripper pria, namun tidak lebih dari nonton saja, berpose seksi di majalah pria pun pernah dilakukannya seperti yang sempat heboh beberapa waktu lalu. Tapi melakukan hubungan seks dengan orang asing seperti itu sepertinya ia masih ragu walau terus terang dirinya membutuhkan nafkah batin yang cukup lama belum dipenuhi sejak berpisah dari Ayik.
“Hm… what do you think? Was it good? Was it hot?” tanya Vicky membuat Aline terkejut.
“Wh-what do you mean? What was hot?” Aline balik tanya agak tergagap, “mana mungkin dia tau?” tanyanya dalam hati.
“Oh…come on, don’t pretend you don’t saw anything. We’re both adult”
Aline terdiam kaku tidak bisa menjawab apa-apa selama beberapa detik, mulutnya melongo, matanya memandang Vicky yang justru tersenyum nakal padanya.
“Bingo! so you DID watched us…me and Malik, did you??” lanjutnya tertawa renyah, “I know from your reaction, hihihi…you cannot lie to me, your smile gives away everything. Hi hi hi!”
“You’re such a slut…how could you!” Aline memukul pelan lengan Vicky dengan wajah bersemu merah.
Vicky tertawa lepas melihat Aline yang nampak malu-malu itu membuatnya makin salah tingkah. Setelah selesai makan dan mandi, mereka pun bersiap-siap untuk keluar.
Hari itu Vicky mengajak Aline ke beberapa pusat perbelanjaan ternama di kota itu. Dalam waktu singkat tangan mereka sudah penuh menenteng kantong belanjaan. Selera Aline dalam memilih barang termasuk tinggi juga dan cukup royal dalam mengeluarkan uangnya, karena itulah ia pernah dipercaya menjadi pembawa acara ‘Wisata Belanja’ di salah satu stasiun TV tanah air. Demikian pula Vicky, ia juga sama-sama penggemar shopping seperti Aline dan dalam selera mereka pun banyak kesamaan, itulah salah satu yang membuat keduanya cocok. Keasyikan shopping membuat kedua model itu agak terlambat makan siang, baru jam dua lebih waktu setempat mereka makan siang di sebuah kafe di pusat perbelanjaan tersebut. Sambil menikmati makan siang, Aline banyak curhat mengenai pernikahannya yang gagal, sebenarnya ia masih sayang pada mantan suaminya itu, juga hubungannya dengan mertu pun sangat dekat sampai bekerjasama mengelola sebuah restoran di ibukota, tapi ketidakcocokan dan pandangan hidup membuat keduanya terpaksa berpisah. Rumah tangga yang dari luar nampak baik-baik itu pun harus bubar. Aline sempat menitikkan air mata dan suaranya tersendat di tengah ceritanya. Vicky menggenggam tangannya dan menghiburnya.
“Honestly, I’m jealous of you Vicky, happily single, free, just like a bird” kata Aline.
“No dear…Each of us has our own problems, I also want to be loved eternally, to settle down, have a family, have children and living happily ever after. It’s just that…I’m not ready yet for any commitment.” kata Vicky menghela nafas.
Setelah menyelesaikan makan siang mereka melanjutkan window shopping dan belanja sedikit. Kemudian Vicky mengajaknya berjalan-jalan di taman dekat situ, pemandanganya indah dan suasanya tenang. Mereka beberapa kali berpotret ria di sana. Semua itu membuat Aline merasa lebih rileks dan terhibur dari kegalauan hatinya.
“What did you do after broke off?” tanya Aline bersandar di bangku panjang taman itu.
“Emmm…doing something naughty, such as you saw this morning!” jawabnya tersenyum nakal.
****************************
Hari kedua
Pagi-pagi kurang lebih jam tujuhan, Vicky sudah bangun, ia bersiap-siap untuk berangkat ke tempat kerjanya. Hari itu ia ada janji dengan manajemen dan klien
“Make yourself home, I’ll be late!” pesannya ketika akan berangkat sambil memberikan kunci serep apartemennya pada Aline.
Setelah Vicky pergi, Aline melanjutkan kembali tidurnya dan baru bangun sekitar setengah sembilan lebih. Ia menyiapkan sendiri sarapannya berupa roti dan susu. Ia menyandarkan tubuhnya di jendela sambil menikmati sarapannya, matanya memandang ke bawah menyaksikan sibuknya kota itu pada pagi hari. Tiba-tiba terdengar nada dering dari ponselnya, Aline mengambil benda itu di atas meja dapur dan melihat layarnya. Ahh…ternyata Indah, temannya sesama model.
“Ya…halo Dah!” sapa Aline
“Halo…lagi ngapain nih? Udah ketemu Keannu Revess belum?” kata suara di seberang sana.
Selama lima belas menitan Aline berbincang di ponsel dengan Indah. Topik percakapannya biasa saja diselingi sedikit bercanda. Indah menanyakan keadaan Aline dan bagaimana liburannya di Amerika, apakah menyenangkan.
“eh ini sori Lin, gua bukan mau bikin lo panas, tapi…”
“tapi apa, Dah?”
“tapi janjji ya lo ga marah ma gua…”
“iya, apaan sih?”
“beneran gak marah?”
“iya! iya! cepetan mau kasih tau apa?”
“mmm, kemarin lusa gua ketemu ma si Ayik”
“terus?” Aline semakin penasaran dengan cerita Indah, ia merasakan bahwa temannya itu ada berita yang tidak enak.
“Gini, gua kan kemaren jalan di mall bareng temen tuh…gua liat jelas tuh si Ayik di foodcourt, dia lagi sama cewek lain, suap-suapan gitu”
“Oohh itu, ya gapapa lah, kita kan dah sendiri-sendiri, jadi dia mo jalan sama siapa juga ya bukan urusan gua lah” jawabnya santai, “panas apanya Dah? gua adem ayem aja kok”
Sesungguhnya Aline merasakan sesak dalam dadanya mendengar berita itu, namun ia berusaha bersikap biasa dan menutupinya dengan memindahkan ke topik lain. Setelah sekitar 20 menit bercakap-cakap, ia mengakhiri pembicaraan.
Aline memulai hari itu dengan tour keliling kota bersama sebuah agen wisata yang direkomendasikan Vicky. Pemandu wisata banyak bercerita dalam perjalanan mengenai tempat-tempat yang dilalui bus yang mereka tumpangi, seperti mengenai gedung-gedung bersejarah, tempat-tempat penting, juga diselingi lelucon ringan. Namun Aline tidak terlalu mendengarkan semua itu, hatinya masih terluka mengingat-ingat Ayik yang sedemikian mudah berpindah ke lain hati. Luka yang seperti ditulis dalam sebuah puisi melankolis yang ditulis oleh penyair Shen Gongshu dari Dinasti Song, yang berbunyi demikian,
Aprikot berbunga, disapu oleh hujan,
Bunganya yang kemerahan gugur dan memudar,
Wanginya mengalir bersama sungai.
Yang terkasih berada jauh, namun cintanya tetap tinggal.
Satu pergi dalam duka, yang lain menatap,
dan menunggu dengan sia-sia di bawah bayangan dinding.
Siapa yang akan memetiki plum yang hijau?
Ke mana kuda berpelana emas itu pergi?
Willow hijau masih berbaris di jalan menuju selatan.
Dalam sekejap, awan dan hujan telah hilang,
Perasaan sayang datang dan pergi dengan mudahnya.
Burung layang-layang berceloteh,
Menyebarkan berita tentang dia yang jauh.
Sumpah dari cinta yang tiada akhir,
Kapankah jodoh akan bertemu kembali?
Saat itulah jiwa akan tenang.
Namun kini, tiada yang bisa dilakukan,
selain menahan duka yang meluap.
Menjelang jam makan siang bus tiba di Central Park, taman terbesar di New York yang juga salah satu objek wisata favorit, tempat ini juga seringkali dipakai lokasi syuting film-film Holywood. Rombongan itu makan siang di sebuah kafe di Central Park, Aline cukup terhibur dengan adanya seorang wanita tua wisatawan dari Belanda yang mengajaknya ngobrol walau dengan bahasa Inggris agak patah-patah. Wanita itu ternyata tahu cukup banyak mengenai Indonesia karena pernah berkunjung beberapa kali, selain itu kedua negara tersebut mempunyai hubungan historis. Ngobrol dengannya membuat Aline melupakan sejenak hal-hal yang tidak enak. Tour keliling kota itu berakhir pukul 16.00 waktu setempat, bus pun kembali membawa mereka kembali ke kantor biro perjalanan. Dalam perjalanan pulang wanita tua Belanda itu bercerita mengenai keluarganya sambil mengenang suaminya yang telah meninggal tiga tahun lalu. Nada bicaranya agak sedih ketika menceritakan bagian itu, namun mulai ceria lagi ketika menceritakan anak-anaknya lima orang yang sudah berhasil semua dan memberinya banyak cucu. Diam-diam timbul rasa iri dalam hati Aline, betapa ingin ia melewati hidup bersama orang yang dikasihi hingga kakek nenek dan hanya maut yang memisahkan, seperti janji yang mereka ucapkan di depan altar pernikahan dulu. Namun impian itu kini telah lenyap bagaikan telapak kaki di pasir pantai ditelan ombak
Bus yang ditumpangi Aline tiba di halte dekat apartemen Vicky, ia turun dari bus setelah memberi salam perpisahan pada si wanita tua itu. Ia harus berjalan kaki sekitar 300 meteran untuk tiba di apartemen. Saat itu waktu telah menunjukkan pukul 18.24 waktu setempat, namun langit masih terang seperti siang, hal yang biasa di negara-negara yang terletak di belahan bumi utara dimana pada paruh tahun pertama siang lebih panjang dari malam.
“Hello there!” sapa Malik yang baru keluar dari gerbang.
“Hi!” balasnya menyapa disertai senyum kecil.
Baru tiga langkah berlalu dari pria itu, kembali terbesit dalam memorinya kejadian kemarin pagi dimana pria itu menggarap Vicky dengan penisnya yang perkasa. Darahnya berdesir mengingat semua itu. Entah kekuatan apa yang menggerakkannya, ia tiba-tiba membalikkan badan dan memanggil pria itu.
“Eemm, Malik! Wait a second!” panggilnya.
“Yes what can I do for you, Miss??”
“Are you going home now?”
“Probably not just yet, I just look for something to eat”
“I…I…need you to come to my room…err…Vicky’s room I mean…I think there is problem with the air conditioner”
“Is there something wrong with it? ok, I’ll check it out for you.”
“Ok thanks, I’ll wait there”
Jantung Aline berdebar semakin kencang, bagaimana mungkin dirinya sampai seberani ini dengan mengundang pria itu ke kamar? Apa yang harus dilakukan bila pria itu datang nanti karena sebenarnya tidak ada masalah apapun pada AC. Pikiran itu terus terngiang-ngiang hingga membuatnya berjalan mondar-mandir di dalam kamar apartemen Vicky. Maka ia sengaja membuka kap penutup tombol AC dan menekan tombolnya secara acak, kemudian diraihnya remote AC untuk mencobanya. Alhasil AC itu menyala agak tersendat. Semoga Malik bisa memperbaikinya kembali seperti semula, kalau tidak harus omong apa pada Vicky nanti, demikian pikir Aline. Berikutnya yang terlintas di otaknya adalah pakaian apa yang harus dipakainya untuk menyambut pria itu nanti.
Matanya tertuju pada kimono Vicky yang tergantung pada tiang gantungan dekat kamar mandi. Ia pun melangkahkan kakinya ke arah tiang gantungan sambil melepaskan kaos yang dipakainya lalu celana panjangnya hingga tersisa bra dan celana dalam hitamnya. Diraihnya kimono berbahan sutra berwarna ungu itu, ia baru mau memakai kimono itu ketika menoleh ke samping melihat dirinya dalam cermin besar yang menempel di pintu lemari. Ia melihat tubuhnya sendiri yang masih indah, betisnya yang kencang, perut yang rata, ia lalu menyampingkan tubuhnya melihat bentuk pinggulnya yang membentuk lekukan indah. Tidak ada yang kurang dari semuanya, tapi kenapa perceraian ini harus menimpanya? Ternyata tubuh yang indah dan wajah cantik seperti yang dimilikinya tidak menjamin kelanggengan rumah tangga, bahkan pria yang pernah menjadi suaminya itu begitu cepat mencari wanita lain setelah bercerai. Kemudian ia menggerakkan tangan ke punggung melepaskan pengait bra nya, bra itu pun lalu terlepas dari tubuhnya sehingga sepasang payudaranya yang berukuran sedang namun montok itu kini tak tertutup apa-apa lagi. Ia meraih payudara kirinya dan meremasnya perlahan, jarinya menggesek putingnya sendiri. Uuhhh…nikmatnya, betapa cepat dirinya terangsang, kembali terbayang-bayang di ingatannya bagaimana pria itu menyetubuhi temannya kemarin, ia membayangkan tangan kasar pria itulah yang sedang memilin-milin putingnya, lalu merambahi bagian tubuh lainnya lebih jauh lagi. Dikenakannya kimono ungu itu pada tubuhnya, pas sekali karena postur tubuhnya tidak berbeda jauh dengan Vicky, juga terlihat seksi dengan dadanya yang rendah sehingga memperlihatkan sedikit belahan dada. Bagian bawahnya mencapai lutut namun belahannya cukup untuk memperlihatkan pahanya yang mulus. Sempurna, demikian pikirnya, penampilan seperti ini tentu lebih dari cukup untuk menggoda si tukang listrik itu. Setelah itu Aline menjatuhkan diri ke sofa dan menyalakan TV menunggu kedatangannya. Menit demi menit berlalu menambah cepat detak jantungnya.
“Please Aline, masih belum telat kalau mau mundur!”
“No, no, no kenapa harus mundur? Lu kan dah ga terikat sama sapa-sapa lagi? Disini kan bukan Indo? Ga ada wartawan infotainment yang buntutin? Apa salahnya main gila dikit? Di sini ga ada yang peduli, mumpung semua bebas!”
Konflik batin itulah yang berkecamuk dalam benaknya sehingga membuatnya tidak memperhatikan acara di TV.
‘Tok-tok-tok’ bunyi ketukan di pintu membuatnya terhenyak, ia mematikan TV dan bangkit berdiri untuk membuka pintu. Sebelumnya, ia mengintip dulu lewat lubang pintu.
“Oh, dia dateng…uuhh, ok stay cool!” katanya dalam hati pada diri sendiri melihat yang datang itu tak lain adalah Malik.
Aline membukakan pintu dan mempersilakan pria itu masuk. Seperti kemarin Malik diam-diam mencuri-curi pandang tubuh Aline dari balik kimononya. Setelah menjelaskan masalahnya, pria itu pun mulai bekerja mengutak-utik AC itu.
“Don’t worry, it’s not serious Miss” katanya
“Good, I’m afraid Vicky will get mad if she find something wrong with it” kata Aline dari minibar sambil menyiapkan minum untuk pria itu.
Ia membuka lemari dapur dan menemukan sebotol Gin Tonic, tanpa pikir panjang ia membuka tutupnya dan meminumnya beberapa teguk langsung dari botol ketika Malik sibuk memperbaiki AC dan tidak melihat ke arahnya. Sebentar saja pengaruh minuman itu langsung terasa, tubuhnya mulai panas disertai sedikit pusing pada kepala, selain itu timbul keberanian lebih dalam menghadapi pria itu. Setelah mengisi gelas dengan air putih ia membawanya ke ruang tamu dan meletakkannya di meja.
“Thanks” sahut Malik sambil terus bekerja
“How long have you worked here?” tanya Aline
“Almost five years, how about you? Is it your first time here?”
“No, I’ve been here several times before and…where do you come from? India? I guess?”
“Almost correct, close to it, I moved from Pakistan here in 99”
“Do you have family?” tanya Aline lagi.
“I did, I divorced four months before I immigrated here, my only son is with his mother in Rawalpindi, and you?”
“Same like you…divorced, but still have no child” jawab Aline datar.
Aline merasakan alkohol dalam tubuhnya semakin bekerja, suhu dalam tubuhnya meningkat dan membuat gairahnya semakin naik. Ia semakin berani menggeser tubuhnya mendekati Malik yang sedang memperbaiki AC.
“So you often do it with Vicky eh?” pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut sang model cantik itu.
Malik terhenyak dan menghentikan pekerjaannya, demikian juga Aline, ia mengira dirinya seberani itu.
“Do you mean…?”
“Yes…like yesterday there” jawab Aline sambil menengok ke arah kulkas di minibar, biarlah sudah kepalang tanggung pikirnya, kenapa dirinya tidak bisa main gila sementara (bekas) suaminya saja melakukannya, lagipula ia sedang berada di tempat yang jauh dari tanah air.
“I bet you want it too, don’t you?” Malik melangkah mendekatinya hingga jarak mereka hanya tinggal sejengkal saja.
Aline dapat merasakan hembusan nafas pria itu, bulu kuduknya merinding, darahnya berdesir, situasi semakin panas saja seiring suhu tubuhnya.
“So what are you waiting for?” tanyanya sambil mengelus dada bidang pria itu.
Sebuah seringai tergurat di wajah Malik, ia menggenggam tangan Aline yang mengelus dadanya merasakan kehalusan kulitnya kemudian dengan sigap ia mendekap tubuh wanita itu dan melumat bibirnya. Sekejap saja mereka sudah terlibat percumbuan panas dan penuh nafsu. Tangan keduanya melucuti pakaian pasangan masing-masing, Aline begitu agresif mempreteli kancing kemeja kerja pria itu. Malik menggerakkan tangannya meloloskan kemeja itu tanpa melepas ciuman, lalu tangannya kembali meremas payudara kiri Aline yang sebelumnya telah terekspos, tangan satunya menarik lepas tali pinggang kimono itu. Setelah itu, tangannya menggeser kimono itu hingga terlepas dari tubuh pemakainya dan jatuh ke lantai.
Wahai gairah! Mudah dipancing namun tak mudah dihalau
Bersembunyi di tempat-tempat sepi dan menyergap pada saatnya,
Meruntuhkan moral para lelaki dan menumbuhkan pikiran kotor.
Menghanyutkan manusia bak cinta terlarang Ximen dan Pan.*
Kini hanya tinggal celana dalam yang masih melekat di tubuh Aline. Dada pria itu yang ditumbuhi bulu-bulu lebat bergesekan dengan tubuhnya dan bulu-bulunya terasa menggelitiknya. Aline menyambut lidah Malik yang menyeruak masuk ke mulutnya dengan penuh gairah, lidahnya saling jilat dan saling belit dengan lidah pria itu, sementara itu tangan Malik bergerilya menjamahi kemulusan tubuh Aline. Telapak tangannya yang besar mengelus punggung, payudara, lalu merambat turun menggeser turun celana dalam Aline hingga melorot sebagian. Diremasnya pantat Aline yang membentuk lekukan sempurna itu dengan gemasnya. Aline dapat merasakan benda keras di balik celana pria itu menekan perutnya, didorong keinginan yang besar untuk mereguk kepuasan bersamanya, ia meraih selangkangan Malik. Penis besar yang kemarin dilihatnya itu kini dipegangnya walau masih dari luar celana.
“Gile…gedenya!” sahutnya dalam hati saat mengelus tonjolan itu dan mengira-ngira ukurannya, punya Ayik jelas kalah dibanding yang satu ini.
Kini mulut Malik turun ke dagu, leher, pundak hingga akhirnya payudara. Tangan kanannya meremas satu payudara Aline sambil mulutnya menciumi dan mengenyoti payudara yang lain, sementara tangan kirinya terus menggerayangi tubuh model cantik itu telah tiba di selangkangannya.
“Ssshhh…yesshh…ssshhh!” desah Aline saat tangan Malik menyentuh kemaluannya yang ditumbuhi bulu-bulu yang tercukur rapi membentuk segitiga hitam.
Tubuh Aline tersentak seperti tersengat listrik ketika jari-jari pria itu masuk dan mengelus-elus bibir vaginanya. Ia meraih celana dalamnya dan menurunkannya, lalu menggerakkan kakinya hingga pakaian terakhir yang melekat di tubuhnya itu terlepas dan tergeletak di lantai bersama kimononya yang telah lepas terlebih dulu.
“No…Malik, I said no!” katanya sambil melepaskan kepala pria itu yang sedang mengenyot payudaranya.
“What’s up?” tanya Malik bingung.
“I mean…not here, come with me!” kata Aline seraya menggandeng tangan pria itu dan membawanya ke kamar.
Mereka kembali berpagutan di depan ranjang dan menjatuhkan diri ke kasur empuk itu. Aline lalu berguling hingga tubuhnya di atas pria itu. Tangannya mulai bergerak melucuti celana yang dipakai pria itu, ia menunjukkan keliarannya di atas ranjang seperti dulu ketika masih bersama suaminya. Betapa tercekatnya ia setelah melihat penis Malik menyembul keluar dari celana dalamnya dan mengacung tegak.
“You like it?” tanya Malik sambil membelai rambut Aline yang terpana menatapi penisnya, “taste it babe!”
Tanpa diperintah lagi dan tanpa perlu diperintah pun, Aline membelai benda itu. Indera perabanya merasakan urat-uratnya yang bak akar pohon itu berdetak mengalirkan darah. Semakin dibelai benda itu semakin keras dan membengkak saja. Memang benar kata Vicky, ukurannya memang besar dan panjang, hampir dua kali milik Ayik.
“Uuuhh…yeaaahh!!” lenguh Malik ketika Aline tanpa ragu mendaratkan lidahnya di kepala penisnya yang disunat dan menyapu daerah itu dengan itu dengan lidahnya.
Entah mengapa, walau ada perasaan ngeri dan jijik dengan penis yang hitam besar dan aromanya yang aneh itu, Aline terus menciuminya dengan sepenuh hati.
“Great start babe…it’s time for 69, here…give me your pussy!” sahut Malik sambil melambai.
Gairah dalam diri Aline semakin menggebu-gebu sehingga ia menurut saja dan menyodorkan selangkangannya ke wajah pria itu dalam posisi 69.
“Oooohhh!” desahan lirih keluar dari mulutnya saat merasakan jari pria itu membuka bibir vaginanya disusul lidahnya yang kasap menyapu telak bagian tengah kewanitaannya yang sensitif itu.
Rangsangan itu memicunya untuk melanjutkan tugasnya, maka ia pun membuka mulutnya dan memasukkan penis itu ke mulutnya. Kepala penis itu menyentuh tenggorokannya namun benda itu belum sepenuhnya masuk ke mulutnya padahal itu pun sudah terasa sesak di mulutnya. Aline sudah menduga hal ini berdasarkan yang dilihatnya kemarin, Vicky pun tidak bisa memasukkan seluruh penis itu ke mulutnya. Kepala Aline nampak naik turun menservis penis Malik, kuluman dan jilatannya begitu memanjakan pria Pakistan itu sehingga pria itu melenguh keenakan dengan tubuh bergetar. Sementara Malik sendiri tidak kalah seru menjilati dan menyeruput vagina model cantik itu, jarinya pun turut aktif menusuk-nusuk liang kenikmatannya.
“So wet, babe, nice pussy, I love it!” komentarnya di tengah jilatannya
Sambil menikmati vagina model cantik itu, tangan Malik yang satunya bergerilya menikmati kemulusan kulit paha itu dan sesekali meremasi pantatnya yang sekal. Yang membuat Aline lebih menikmati adalah ketika dia mengusap-usap jari-jarinya pada bibir vaginanya. Sungguh kenikmatan yang tiada tara, apalagi ketika daerah itu dia jilati dengan sangat perlahan seakan tidak ingin terlewati sedikit pun. Pria Pakistan ini ternyata sangat lihai sehingga tidak satu incipun dari titik-titik sensitif pada vagina Aline terlewat dari lidah dan mulutnya. Malik memasukkan lidahnya lebih dalam hingga bertemu dengan klitoris si model cantik itu, wajahnya makin terbenam pada vagina yang ditumbuhi bulu-bulu hitam itu. Kembali Aline tidak bisa menahan desahannya akibat kenikmatan pada vaginanya oleh permainan lidah dan jari Malik. Namun ia berusaha untuk tetap fokus melayani penis pria itu, tangannya tetap mengocoki benda itu, buah zakar itu diremasnya perlahan sambil sesekali dikulumnya seperti memakan buah anggur. Kemudian lidahnya menjilat naik menyapu permukaan penis hitam itu hingga kepalanya yang bersunat itu. Sebentar saja seluruh permukaan penis itu sudah basah oleh ludahnya. Aline kembali mengulum benda itu di mulutnya.
“Fuck me now, please!” pinta Aline setelah saling jilat alat kelamin selama beberapa saat lamanya.
Malik melihat wajah Aline yang menengok ke arahnya, ekspresi wajahnya yang sedang dilanda birahi tinggi sungguh sangat menggoda.
“Ok then, ready to tear you apart!” kata pria itu dengan tersenyum lebar.
Ia menggeser tubuhnya keluar dari tubuh Aline yang masih mengangkangi wajahnya lalu bertumpu di antara kedua lututnya siap menyetubuhi wanita itu dalam posisi doggie. Aline menahan nafas ketika merasakan kepala penis pria itu menempel di bibir vaginanya. Malik mulai mendorong penisnya memasuki liang kenikmatan itu secara perlahan. Benda hitam panjang itu membelah bibir vagina Aline diiringi desahannya. Ia membuka pahanya lebih lebar agar benda yang menyesaki vaginanya itu masuk makin dalam. Tangannya meremas kain sprei di bawahnya meresapi inci demi inci penis itu meyeruak masuk ke dalam vaginanya. Begitu besar dan kokoh, hingga tonjolan-tonjolan uratnya terasa di bawah sana. Akhirnya ujung penis itu menyentuh bagian dalam kewanitaannya.
Malik mendiamkan dulu benda itu agar lawan mainnya dapat beradaptasi dulu sambil menciumi pundak dan leher Aline, tangannya tak henti-hentinya meremas-remas payudaranya. Aline benar-benar terhanyut dalam lautan kenikmatan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ketika menengok ke belakang, dilihatnya wajah pria itu sangat dekat dengannya. Disambutnya bibir pria itu yang melumat bibirnya.
“Ride me!” pintanya dengan suara mendesah setelah mulut mereka berpisah
Malik pun mulai menggoyang pinggulnya, penisnya mulai bergerak menggesek dinding vagina Aline yang menimbulkan kenikmatan yang menjalar ke seluruh tubuhnya. Genjotan pria Pakistan itu makin kuat namun tangannya meremasi payudara Aline dengan lembut disertai cubitan dan pelintiran pada putingnya, sesekali pria itu juga mengecup pundak Aline. Kombinasi serangan keras dan lembut itu tentunya memberi sensasi yang luar biasa bagi Aline. Ia tidak ingat apa-apa lagi baik statusnya sebagai selebritis maupun tabu-tabu yang ada, yang ada dalam pikirannya saat itu hanyalah kenikmatan dan kenikmatan.
“Ooohhh…ohhh…God yess, fuck me hard!” Aline mengerang sejadi-jadinya melepaskan segala kenikmatan yang sedang menderanya.
Ia pun turut menggoyangkan pinggulnya sehingga menyebabkan tumbukan penis pria itu terhadap vaginanya semakin bertenaga. Penis hitam besar itu keluar-masuk vagina Aline semakin cepat dan makin mengeluarkan bunyi berdecak yang ditimbulkan dari semakin berlendirnya vagina itu. Matanya membeliak-beliak akibat perasaan nikmat yang sangat fantastis dari penis besar yang mengaduk-aduk vaginanya itu. Betapa dahsyat kenikmatan yang sedang menyelubungi seluruh sudut-sudut yang paling dalam di relung tubuhnya akibat sodokan-sodokan batang kemaluan si Pakistan dalam rongga vaginanya yang menjepit makin erat.
“Harder…harder please! almost get it…aahhh….aahh!!” lenguhan panjang keluar dari mulutnya menjelang orgasme yang sudah di ambang pintu.
Aline semakin tak sanggup menahan gelombang itu, dirinya terhempas hingga seperti terseret pusaran orgasme yang dahsyat. Ia mendesah panjang diiringi tubuhnya yang mengejang hebat, kedua matanya terbeliak dengan bagian putihnya yang kelihatan sementara otot-otot dalam kemaluannya terus berdenyut-denyut mengeluarkan semakin banyak cairan bening. Hal ini juga menimbulkan perasaan nikmat yang luar biasa pada Malik karena penisnya semakin terasa dikempot-kempot oleh himpitan dinding vagina Aline yang mengakibatkan dia juga semakin ganas menghela pinggulnya. Tumbukan alat kelamin mereka pun semakin menimbulkan bunyi berdecak. Sungguh sebuah orgasme panjang yang dahsyat, selama di puncak pria itu terus menggenjotinya memberinya kenikmatan ekstra. Akhirnya tubuh Aline melemas setelah gelombang panjang itu reda. Malik yang mengerti kondisi si model cantik itu pelan-pelan mengakhiri gempurannya. Ia mendekap tubuh Aline lalu membaringkannya di sisinya. Janda muda nan cantik itu mengatur nafasnya yang terengah-engah, ia menatap pria itu dengan pandangan penuh arti. Benar-benar tidak menyesal ia bercinta dengan pria ini, Malik sangat mahir memuaskan dirinya, setelah membawanya ke puncak kenikmatan pun ia masih belum orgasme, penisnya tetap berdiri kokoh seperti ketika bersama Vicky kemarin itu.
“Feel good?” tanya Malik sambil matanya menyapu tubuh telanjang Aline, ia sangat mengaggumi tubuh dan kulit wanita berdarah Chinese seperti Aline yang baru sekali ini pernah dinikmatinya.
Aline tak menjawab, ia hanya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum kecil, ia menggerakkan tubuhnya semakin merapat ke tubuh tambun pria itu dan meletakkan kepalanya pada dadanya yang berbulu. Setelah tiga menitan break diselingi obrolan nakal, libido Aline mulai bangkit lagi, memang kalau gairahnya sedang tinggi terkadang Ayik pun sulit mengimbanginya, namun sepertinya si Pakistan ini akan menjadi partner yang sepadan dengannya.
“I think it’s my turn to ride you now!” katanya dengan senyum menggoda.
Ia berguling ke samping menindih tubuh Malik, tangannya meraih penis Malik yang masih menegang.
“I’m ready for it, sweety!” kata Malik antusias, ia menyempatkan diri mengecup bibir Aline sejenak sebelum menjadi ‘tunggangan’nya.
Aline mengarahkan penis di genggamannya ke vaginanya, kepala penis yang seperti jamur itu kini menyentuh bibir vaginanya.
“Uuuhhh…!!” wajah cantiknya mengernyit menahan ngilu pada vaginanya.
Penis itu amblas perlahan-lahan ditelan vaginanya, kali ini lebih mudah berkat cairan kewanitaan yang sudah membanjiri selangkangannya, namun tetap saja rasa ngilu dan sesak itu masih terasa bagi dirinya yang baru pernah dimasuki penis sebesar itu.
“Shittt…aahh…too…big…eeenngghh!!” erang Aline yang baru berhasil memasukkan setengah dari penis itu.
“Slowly babe…slowly, uuhh…you’ll enjoy it soon!” kata Malik menyemangati Aline yang gerakan menurunkan tubuhnya sempat tertahan karena ngilu pada selangkangannya.
Aline terus menurunkan tubuhnya hingga penis itu makin tertanam pada vaginanya sedikit demi sedikit. Setelah penisnya tertancap kira-kira 2/3 nya, tiba-tiba Malik menyentakkan pinggulnya ke atas sehingga…
“Aakkhhh!!” sebuah jeritan terlontar dari mulut Aline tanpa bisa ditahannya, tubuhnya melenting dan berguncang hebat.
Sentakan Malik tadi sangat mengejutkannya, menimbulkan sensasi seperti tersengat listrik. Melihat senyum kemenangan pada wajah Malik, Aline sepertinya tidak mau kalah. Ia mulai menggoyangkan tubuhnya naik turun di atas penis pria itu.
“Wanna try me heh?” katanya merasa tertantang sambil terus menggoyang-goyangkan tubuhnya.
“Ooowwhhh…what a tight…uuhh-uuhh!” Malik bergumam tak karuan, tangannya sesekali menepuk pantat wanita itu.
Gerak naik-turun Aline semakin cepat sehingga payudaranya ikut bergoyang seirama tubuhnya. Tubuh keduanya yang menyatu membentuk sudut 90 derajat, tumbukan alat kelamin mereka menimbulkan bunyi tepukan.
“That’s great Malik…ssshh…great!” erang Aline ketika pria itu menyentakkan pinggulnya ke atas yang membuatnya serasa makin melayang.
Diraihnya tangan pria itu dan diletakkan di payudaranya, tanpa diperintah Malik sudah lebih dulu meremas payudara itu dengan gemas. Selama beberapa saat lamanya Aline mendominasi dengan gaya woman on top nya yang memungkinkannya lebih aktif.
Malik meminta Aline menghentikan dulu goyangannya sebentar untuk mencari posisi lain. Rupanya ia hanya menegakkan tubuhnya sehingga mereka kini saling berhadapan lalu menyilakan Aline meneruskan genjotannya. Aline melingkarkan lengannya ke leher pria itu dan kembali menaik-turunkan tubuhnya. Dengan posisi sekarang ini, Malik dapat menikmati goyangan Aline sambil melumati payudaranya. Kedua gunung kembarnya langsung menjadi bulan-bulanan si Pakistan yang menciumi dan menghisapi putingnya yang telah mengeras itu. Sebentar saja bekas cupangan memerah dan air liur memenuhi wilayah itu. Tangan pria itu juga kadang menekan-nekan bahu Aline sehingga penisnya melesak semakin dalam ke dalam vagina wanita itu. Tubuh Aline menggeliat-geliat dalam pelukan pria itu, ada rasa geli yang nikmat ketika payudaranya bergesekan dengan dada pria itu yang ditumbuhi bulu-bulu. Desahan nikmatnya terdengar memenuhi seluruh kamar, kadang ia menjerit kecil bila penis pria itu masuk terlalu dalam. Mulut Malik semakin merambat naik menciumi pundak, leher hingga akhirnya bibir mereka bertemu. Aline membalas pagutan pria itu sambil terus memicu tubuhnya, erangannya teredam dalam percumbuan panas itu. Peluh sudah membasahi tubuh keduanya dan bercampur baur di tubuh masing-masing pasangan. Persetubuhan itu berlangsung semakin liar, keduanya berlomba-lomba mencapai puncak bersamaan, geraman dan lenguhan mereka sahut-menyahut. Aline mengerang merasakan gelombang orgasme itu kembali menerpanya. Ia menggelinjang merasakan geli yang amat-sangat lalu berteriak dengan tubuh melenting.
“Malik!!.. I’m coming, ohh…God!….. yessss….aaah, ….Mmm … my God! yesss….ooohh” erangan-rintihannya tidak karuan, persis orang kerasukan.
Malik kini mengatur gerakan Aline agar tetap naik-turun, karena wanita itu sudah kehilangan kendali akibat gelora orgasmenya sendiri. Dengan mudah pria Pakistan itu mengangkat tubuh model cantik itu tinggi-tinggi, hampir saja membuat kejantanannya keluar dari liang kewanitaan, lalu cepat-cepat menhujamkan lagi tubuh itu ke bawah, langsung membenamkan kejantanannya sampai ke pangkal. Aline menjerit-jerit nikmat setiap kali Malik mengulangi tindakannya itu.
Orgasmenya berkepanjangan dan dahsyat menyerbu setiap sudut tubuh Aline. Rasanya seperti sedang dipilin-pilin oleh sejuta kegelian-kegatalan-kenikmatan seksual. Terus dan terus dan terus…. terus-menerus Malik mengangkat dan menghentakkan tubuh Aline yang masih menggeliat-geliat keenakan itu.
“Edan, belum juga?!” kata Aline dalam hati, ia takjub dengan keperkasaan Malik yang masih belum juga mencapai orgasme padahal dirinya sudah mencapai yang kedua, memang sejak tadi pria itu pandai mengatur tempo dan gerakan agar tak cepat keluar.
Penis dalam vaginanya semakin berdenyut-denyut, tonjolan urat di keningnya semakin jelas terlihat dan nafas pria itu semakin menderu.
“Uugghh…hoosshh…ssshh!” dengusan nafas itu begitu jelas terdengar.
Aline tahu pria itu sedang mendaki ke puncak kenikmatan, maka dengan sisa-sisa tenaganya ia menggoyangkan pinggulnya. Sebentar lagi mungkin hanya dalam hitungan detik saja ia akan segera meledak berkeping-keping.
“Aaww!” Aline menjerit kecil karena tiba-tiba pria itu maju ke depan menindih tubuhnya.
Tubuh Malik yang gempal itu sempat membuatnya sesak namun pria itu segera mengangkat tubuhnya dan bertumpu pada kedua lututnya. Tanpa melepas penisnya ia berpegangan pada kedua belah paha Aline dan meneruskan genjotannya. Namun baru sekitar 1-2 menit dalam posisi itu, ia sudah menggeram panjang dan menghujamkan penisnya sedalam mungkin pada vagina model cantik itu. Crrt…crrt…crrtt…crrrt…ada sebanyak empat kali Aline merasakan semburan cairan hangat di dalam rahimnya. Tubuh pria itu mengejang dan masih menggenjotinya beberapa saat hingga akhirnya ambruk menindih tubuh langsingnya. Aline yang sudah kehabisan tenaga pun tak mampu untuk bergerak lagi, ia hanya menggeser sedikit tubuh pria itu agar tidak terlalu menindih dadanya yang menyebabkan sulit bernafas. Mereka berpelukan menuntaskan kenikmatan yang baru saja diraih. Penis Malik masih tetap menancap di vagina Aline, ukurannya sudah lebih menyusut setelah ejakulasi tadi, tapi masih tetap sesak. Cukup lama juga keduanya tergolek lemas di atas ranjang itu, Aline bahkan sempat tertidur sepuluh menit. Ia baru terbangun ketika merasakan bibirnya dikulum lembut, ia membuka mata melihat Malik yang telah lebih dulu siuman sedang menciuminya dengan penuh perasaan.
“How about some drink?” tanyanya sambil mengecup ujung dagu Aline.
“Yes please” jawab Aline dengan lemas.
“Okay” kata Malik turun dari ranjang lalu berjalan keluar dari kamar itu.
Aline merenggangkan badannya yang penat, rasanya ia tidak dapat bangun dengan segera. Ia menengokkan wajah ke arah jendela, langit di luar sana telah gelap, lalu dilihatnya jam dinding yang telah menunjukkan pukul 20.12, sudah cukup malam, tapi Vicky masih belum pulang juga. Malik kembali sambil membawa dua gelas air putih dan menyodorkan gelas yang masih penuh padanya. Dengan lahap Aline meneguk air itu, sekejap saja gelasnya sudah kosong, ia meletakkannya di buffet samping ranjang itu. Malik naik ke ranjang dan kembali berbaring di samping Aline, dipeluknya tubuh mulus itu. Dagu model cantik itu diangkatnya menengadah ke arahnya sehingga kedua mata mereka saling menatap. Mata Malik berkilat-kilat menatap wajah Aline yang sudah kusut namun tidak mengurangi kecantikannya, ia terpaku pada bibirnya yang merah merekah yang sedang bergetar dengan halus.
“You are georgeous!” ucapnya mengagumi kecantikan Aline.
“You just teasing me. You do these to others?” tanyanya dingin menanggapi pujian pria itu.
“No, I’m serious. You are a very beautiful lady. I have never met anyone as beautiful as you before. Have I somehow made you angry?” kata pria itu lagi sambil mengelus bahu Aline.
“Not at all,”
“So let me satisfy you once more!” ucap Malik.
Aline terperangah, apa-apaan ini? pikirnya dalam hati, apakah ia sudah demikian terbuai oleh tukang listrik gendut ini? Sebelum ia berpikir lebih lanjut, pria itu telah mengulum bibirnya. Ciuman yang bergairah itu dengan cepat membangkitkan kembali birahinya, terbayang lagi di otaknya bagaimana Ayik menggandeng wanita lain yang membuatnya semakin bersemangat membalas permainan lidah pria itu sebagai pelampiasan dari kegalauan hatinya. Pria Pakistan itu menindihkan tubuhnya pada tubuh Aline yang telah terbaring pasrah. Sambil terus berpagutan, ia mengarahkan penisnya ke vagina wanita itu, kepala penisnya akhirnya bertemu dengan belahan vagina Aline.
“Hhheegghhh!” desah Aline tertahan dengan tubuh menggeliat ketika penis itu kembali memasuki vaginanya.
Kali ini penis Malik lebih leluasa memasuki liang kenikmatan itu karena sudah sangat basah. Tanpa menunggu lebih lama, Malik mulai melesak-lesakkan kejantanannya. Batang penisnya menyentuh daging merah kecil yang sensitif pada vagina Aline. Setiap gesekan menimbulkan letupan-letupan kenikmatan yang luar biasa. Pria itu menyangkutkan kedua paha wanita itu ke bahunya. Percikan-percikan api kenikmatan mendera tubuhnya berkesinambungan seolah tiada putusnya ketika Malik menggenjoti tubuhnya dengan ganas, lebih bernafsu di banding ronde sebelumnya. Tubuh Aline sampai tergoncang hebat dan tergeser-geser hingga tanpa terasa kepalanya sudah menggelantung di pinggir ranjang. Sungguh nikmat genjotan pria itu yang semakin cepat namun iramanya tetap, tusukannya begitu dalam dan mantap, seluruh vagina Aline tergesek oleh penisnya, klitorisnya ikut tergesek seiring keluar masuknya penis pria itu. Ia membiarkan pria itu memegang kontrol atas jalannya pergumulan itu, matanya terpejam sambil mulutnya merintih sejadi-jadinya.
“Jesus…I called you twice, so this is why you did’t receive it?” sebuah suara yang tak asing membuat Aline cepat-cepat membuka matanya dan pandangannya yang masih terbalik menangkap sesosok tubuh berdiri di ambang pintu yang sejak tadi terbuka.
Vicky berdiri terpaku memandang mereka. Refleks, Aline pun mendorong Malik.
“Stop…stop it please!” sergahnya sambil mendorong dada pria itu yang masih menggenjotinya.
Malik pun mengendurkan dekapannya membiarkan Aline melepaskan diri. Buru-buru ia meraih bantal menutupi tubuh telanjangnya. Nafasnya tersengal-sengal, selain karena kehabisan nafas juga karena perasaan antara birahi, malu, dan terkejut yang bercampur baur.
“Tsskk…tsk…you two messed up my bed, I think I should punish you for it” katanya sambil berjalan mendekat.sambil melepaskan setelan luarnya dan menjatuhkannya ke lantai.
Vicky yang tinggal memakai kaos pink tak berlengan dipadu dengan celana panjang jeans itu menjatuhkan pantatnya di pinggir ranjang.
“Vicky….I…I don’t…I’m not…” ucap Aline terbata-bata.
“You made me worry, dear, I tought you were lost…how could you?” mimik Vicky nampak serius, “everything has it consequences, babe” tiba-tiba ia tersenyum dan merebut bantal yang dipakai Aline menutupi tubuhnya.
“Come on, why do you look so shy? Hug me…!” sahutnya sambil menarik lengan Aline dan mendekapnya.
“No…Vick…mmmhh!” Vicky melumat bibir Aline sebelum ia sempat menyelesaikan protesnya.
Aline tidak akan pernah bisa melupakan percumbuannya yang satu ini, seumur-umur ia belum pernah melakukannya dengan sesama wanita. Walaupun di dunia showbiz yang dilakoninya ia tidak asing lagi dengan biseks, lesbi, atau gay, namun melakukannya dengan sesama jenis belum pernah dilakukannya. Memang pernah ada temannya yang sesama model, seorang lesbian, pernah menunjukkan tanda-tanda ke arah sana, namun ia menghindar dengan halus. Sepertinya malam ini akan menjadi malam liar dimana fantasi dan hasrat liarnya terwujudkan. Tidak pernah terbayangkan olehnya dirinya akan merasakan kenikmatan seks threesome seperti ini. Wanita kulit putih itu cukup mahir menghanyutkannya dalam buaian kenikmatan birahi. Ia menjilati bibir Aline dan meremasi payudaranya dengan lembut. Desahan-desahan tertahan terdengar dari bibirnya, perlahan-lahan mulutnya yang terkatup rapat itu pun mulai membuka dan membalas permainan lidah teman bulenya itu, tangannya yang tadinya mendorong-dorong hendak melepaskan diri kini melemas malah melingkari tubuh langsing Vicky. Vicky membaringkan dan menindih tubuh Aline yang sudah rileks, mulutnya merambat turun hingga mengenyot payudaranya, satu tangannya kini meraba permukaan vaginanya yang becek dan jari-jarinya mengelusi bibir vagina itu. Melihat situasi kembali memanas, Malik yang tadi bengong menyeringai menyaksikan pergumulan kedua wanita cantik itu. Dibentangkannya kedua paha Aline lalu ia memposisikan diri berlutut di antaranya. Kembali penisnya membelah bibir vagina model cantik itu. Tubuh mulus Aline pun kembali menggeliat-geliat akibat sodokan penis pria itu.
Vicky menghentikan sejenak ciumannya terhadap Aline untuk membuka pakaiannya. Namun sebelum membuka branya, pria Pakistan itu menarik lengannya dan membawanya ke dekapannya. Ia langsung memagut bibir Vicky yang menyambut dengan tak kalah panas. Tangannya menaikkan cup bra wanita berambut pirang itu, lalu mulutnya mulai merambat turun dan mencaplok payudara yang sebelah kanan.
“Eeemmhh!” desah Vicky sambil memegang kepala pria itu.
Sambil terus menggenjot vagina Aline, Malik memainkan lidahnya menggelitik puting Vicky hingga benda bulat kecil itu semakin mengeras. Vicky menggerakkan tangannya ke belakang melepaskan kait bra-nya, setelah itu dilepaskannya bra itu agar Malik lebih leluasa mengenyoti payudaranya. Setelahnya, ia juga menurunkan resletingnya lalu berdiri di ranjang dan dengan gerakan erotis memeloroti celana panjangnya disusul celana dalamnya. Vicky meliuk-liukkan tubuhnya sambil memutar-mutar celana dalam itu sebelum melemparnya ke belakang seperti layaknya penari striptease. Ia memiliki tubuh yang begitu indah dengan buah dada montok yang alami, perut rata, dan vagina dengan bulu dicukur hingga berbentuk garis lurus. Setelah menelanjangi dirinya sendiri, Vicky kembali menindih Aline.
“This night will be a very very wild one” katanya tersenyum sambil menatap Aline, “ooohh…!” desahnya karena saat itu Malik mencucukkan jarinya ke vaginanya.
Lenguhan Aline dan Vicky terdengar bersahut-sahutan. Mulut Aline mengap-mengap mengeluarkan desahan saat genjotan Malik semakin cepat, sementara Vicky menggigit bibir bawah menahan nikmat merasakan jari penis pria Pakistan itu terus mengaduk-aduk vaginanya. Melihat tubuh Vicky yang menggeliat-geliat, Malik memasukkan satu lagi jarinya ke vaginanya. Sambil mendesah dan menggeliat, Vicky memandang Aline seraya berbisik,
“You’re so sexy!” lalu dengan bernafsu ia menciumi wajah Aline
Aline yang semakin dikuasai nafsu mendekap tubuh teman bulenya itu dan memagut bibirnya. Gelombang kenikmatan menerpanya dengan bertubi tubi, liang vaginanya rasanya seakan mau meledak saja karena dipompa Malik habis habisan, sedangkan kedua payudaranya tertekan oleh kedua payudara Vicky hingga memberikan rasa nikmat yang luar biasa saat puting puting payudara mereka bergesekan.
Setelah sepuluh menitan dalam posisi demikian, Vicky mengajak ganti gaya, ia menyuruh pria Pakistan itu tiduran telentang. Malik menuruti saja apa yang diperintahkan wanita berambut pirang itu, ia mengangkat punggung Aline tanpa melepas penisnya yang masih menancap di vaginanya lalu menjatuhkan punggungnya sendiri ke kasur.
“Ok, now lick me!” kata Vicky sambil naik ke wajah pria itu dengan posisi berhadapan dengan Aline.
Tidak perlu menunggu lama, Malik sudah meraih pinggul wanita itu dan membenamkan wajahnya pada selangkangannya. Lidahnya segera bergerak liar menyedot-nyedot vaginanya dan membelah bibirnya serta menari-nari di dalamnya. Sementara Aline yang tengah dilanda birahi juga mulai menaik-turunkan pinggulnya di atas penis pria itu. Kejantanan Malik kini tertanam dalam-dalam, menyentuh dinding paling belakang dari kewanitaan Aline. Belum apa-apa, model cantik itu sudah merasakan klimaksnya mulai datang lagi. Secara naluriah, ia pun semakin cepat menggoyangkan pinggulnya. Kedua tangannya saling berpegangan dengan telapak tangan Vicky. Desahan-desahan nikmat terlontar dari mulut keduanya. Di atas ranjang itu, tiga insan berbeda ras dan kebangsaan sedang berpacu dengan nafsu, ketiganya saling seolah berlomba-lomba untuk mencapai puncak kenikmatan. Tubuh Aline bergetar merasakan sensasi kenikmatan yang menjalari seluruh tubuhnya, terlebih lagi kini lidah Vicky sedang bermain-main di puting kirinya.
“Vicky…ooohh Vick…I can’t…hold…aaahh…it!! Ahh….ahh!” erangnya dengan nafas semakin menderu-deru.
Dirasakannya seperti ada sesuatu yang meledak dari dalam tubuhnya dan menghempaskannya., lalu mulutnya mengeluarkan sebuah erangan keras tanpa dapat ditahannya. Di tengah-tengah terpaan gelombang orgasme, Vicky menyedot putingnya kuat-kuat sambil satu tangannya meremas payudaranya yang sebelah. Bergulung-gulung kenikmatan tiada tara menyerbu seluruh tubuh Aline, membuat janda muda itu berguncang-menggeliat-gelisah. Sebuah teriakan, bagai orang yang sedang melepaskan seluruh perasaannya, keluar dari mulutnya.
Klimaks kali ini membuatnya kehilangan kesadaran selama sekitar 10 detik, tubuhnya ambruk ke depan ke sebelah Malik. Keringatnya membanjir, berleleran di mana-mana, mengalir seperti sungai kecil di antara bukit-bukit dadanya yang turun-naik dengan cepat. Malik lalu membaringkan Vicky menyamping, satu kakinya ia angkat dan dinaikkan ke bahunya. Vicky yang libidonya sudah tinggi dan ingin segera melanjutkan pergumulan meraih penis pria itu dan menuntun batang itu ke depan liang vaginanya. Kini giliran Vicky menceracau tak karuan merasakan penis Malik mengaduk-aduk vaginanya. Tangan pria itu
“Uuhh…yeah…aaahh…yes…awesome!!” erang wanita bule itu setiap kali tubuhnya tersentak-sentak.
Sambil menghimpun kembali tenaganya, ia menyaksikan bagaimana mereka berdua bergumul dengan panasnya. Tak lama, ia pun merasakan birahinya telah datang kembali, masih ada rasa geli-gatal di sekitar kewanitaannya, ia masih ingin merasakan lagi gesekan dan jilatan pada bagian itu. Maka tanpa merasa sungkan lagi ia bangkit mendekati Malik yang tengah menyetubuhi Vicky seraya berbisik,
“Lets do it again!”
Ia lalu memposisikan dirinya di ranjang dengan posisi doggie dengan pantat menunggunging ke arah si tukang listrik itu. Dibelainya rambut Vicky, matanya menatap mata hijau temannya yang sayu karena terangsang, ia mendekatkan bibirnya pada bibir temannya itu hingga saling menempel dan berpagutan. Walau pada awalnya ia risih melakukannya pada sesama jenis, namun kini ia mulai menikmatinya. Sebentar kemudian ciumannya mulai turun hingga ke payudara wanita bule itu. Walau baru pertama kali melakukannya dengan sesama jenis, Aline nampak sangat profesional dan menikmatinya, ia mengenyoti puting Vicky.
Malik tersenyum, ia terus menggenjot vagina Vicky dan memainkan jarinya di vagina Aline. Mendapat kocokan jari pria itu, Aline pun ikut mendesah mengiringi desahan Vicky. Selang beberapa menit kemudian, Malik mengubah posisi Vicky menjadi doggie. Sementara Vicky menyuruh Aline membuka lebar pahanya sambil bersandar pada kepala ranjang, lalu ia menempatkan kepalanya di antara pangkal paha Aline.
“Aaahh…!!” desah Aline dengan kepala menengadah sambil meremas rambut Vicky yang tengah menjilati vaginanya.
Dengan dua jarinya, wanita bule itu membuka bibir vagina Aline hingga memperlihatkan warna merah merekah di antara bulu-bulu hitamnya. Rasa geli yang nikmat mendera tubuhnya ketika lidah wanita itu menjilati dinding-dinding kewanitaannya juga mempermainkan klitorisnya yang mungil. Aline menggigit bibir bawahnya ketika daging kecil nan sensitif itu dihisap-hisap oleh Vicky, wanita bule itu bahkan tak ragu menjilati lendir-lendir yang berleleran di wilayah selangkangannya yang tentunya sudah bercampur dengan sperma pria yang sedang menyenggamainya itu.
“Uuuh…Vicky…yeah!” Aline mendesis menahan nikmat yang sedang mendera vaginanya.
Pengalaman pertamanya bercinta dengan sesama wanita ini memberi kesan yang luar biasa dalam hidupnya. Kepintaran Vicky mempermainkan nafsunya telah menghilangkan kerisihannya. Aline membuka matanya melihat Malik yang sedang memandang ke arahnya tanpa menghentikan genjotannya terhadap Vicky.
Tak lama kemudian, tubuh Vicky menegang, kelihatannya ia akan segera keluar.
“Ooohh….aaaww…oh my God…more…more!!” erangan Vicky makin keras dan nafasnya makin tak beraturan, ia meninggalkan Aline sejenak agar lebih leluasa menggoyangkan pinggulnya menggapai orgasme yang kian mendekat.
Malik semakin bersemangat mendengar rintihan itu, sambil mempercepat genjotan, ditariknya kedua lengan Vicky satu-persatu ke belakang sehingga kini ia hanya bertumpu dengan kedua lututnya, sepasang payudara dan rambut kuning keemasannya pun bergoyang-goyang. Pria Pakistan itu merasakan denyutan keras pada vagina Vicky yang sekaligus menyemburkan cairan hangat dan memenuhi rongga vagina itu. Liang kemaluan itu berubah menjadi sangat licin dan nikmat hingga ia terangsang untuk terus menggoyang pinggulnya. Vicky pun akhirnya mencapai orgasmenya diiringi sebuah erangan panjang dari mulutnya. Wanita itu kini mendongak dengan tubuh mengejang menahan rasa nikmat yang begitu dahsyat dari liang vaginanya yang terdesak oleh penis pria itu. Pada saat yang sama, Malik pun mencapai puncak kenikmatannya, ia menekan penisnya dalam-dalam sambil melenguh dan menumpahkan spermanya di vagina wanita itu. Begitu gelombang orgasme itu reda, Vicky langsung ambruk dalam posisi telungkup sementara Malik juga merebahkan diri di sebelahnya. Mereka bertiga terkapar lemas dan tak sanggup lagi melanjutkan permainan itu. Ketiganya kini mengobrol ringan diselingi bercanda setelah berhasil meraih kepuasan dari hubungan seks yang begitu seru hingga akhirnya satu-persatu tertidur kelelahan tanpa seutas benangpun melapisi tubuh mereka.
************************
Keesokan harinya, pukul 7.12
Aline membuka matanya perlahan-lahan, ia merasa tidurnya terganggu oleh suara-suara desahan dan ranjang serasa bergetar. Ia menengokkan wajahnya ke samping dan dilihatnya si tukang listrik berdarah Pakistan itu sedang menindih tubuh temannya sambil menggerak-gerakkan pinggulnya menyetubuhi temannya itu. Sementara di bawahnya, Vicky mendesah-desah dengan mata merem-melek, ia melingkarkan sepasang pahanya ke pinggang pria itu. Kedua orang itu sengaja menunjukkan gaya-gaya bermain yang panas hingga membuat Aline terbengong-bengong menyaksikannya.
“Eeemmmhh…ooohh, that’s good…oooww…morning dear!” sapa Vicky melihat Aline terbangun dan menonton dirinya bercinta.
“Hi…morning!” Malik juga menyapa sambil terus menggenjot vagina Vicky.
Aline tersenyum kecil dan balas menyapa mereka, ia merasakan tubuhnya masih pegal-pegal akibat permulan panjang kemarin itu, vaginanya masih terasa sedikit nyut-nyutan.
“Nih cowok dahsyat banget…pake ilmu apa dia?”, kata Aline dalam hati yang takjub pada pria itu.
Ia begitu heran melihat keperkasaan Malik dalam bermain seks. Begitu tegarnya pria itu menggoyang tubuh Vicky yang tinggi langsing itu, padahal kemarin ia baru saja menaklukkan dua wanita di atas ranjang. Kini ia masih begitu bersemangat mengimbangi wanita bule yang turut menggoyangkan pinggulnya dengan penuh nafsu itu, liang vagina Vicky sepertinya tak cukup besar untuk menampung batang penisnya yang keluar masuk bak rudal nuklir. Beberapa menit kemudian, Vicky sudah tampak tak dapat lagi menguasai jalannya permainan. Ia mendesah panjang dengan tubuh menggelinjang. Orgasmenya Vicky justru membuat Malik semakin cepat menyodok-nyodokkan penisnya pada vagina yang makin becek itu hingga terdengar bunyi berdecak. Baru sekitar lima menit kemudian Malik melepaskannya setelah Vicky membisikkan sesuatu sambil tersenyum ke arah Aline. Pria itu berbaring telentang dan Vicky meraih penisnya yang masih berlumuran cairan kewanitaannya.
“Come on! What are you looking at? Help me to blow it!” panggil Vicky pada Aline.
Didorong oleh hasrat sejak tadi disuguhi tontonan panas, Aline pun mendekati mereka sambil tersenyum kecil. Ia mendekatkan wajahnya pada penis yang masih mengacung tegak itu yang saat sedang dihisap kepalanya oleh Vicky. Tanpa ragu, Aline menyapukan lidahnya pada batangnya menurun ke bawah hingga buah zakarnya, ia lalu mengulumi kantung yang ditumbuhi bulu-bulu itu. Malik mendesah-desah nikmat penisnya dimanjakan oleh dua bidadari ini. Tidak perlu lama untuk mencapai orgasme, penisnya berkedut-kedut lalu memuncratkan sperma. Cairan putih kental itu langsung mengenai wajah Aline yang saat itu sedang menjilati kepalanya. Vicky tertawa melihat Aline yang mengernyitkan wajah menerima semburan sperma itu. Malik hanya dua kali menyemprotkan spermanya karena sudah banyak terkuras kemarin. Vicky membantu Aline membersihkan penis itu dengan lidah dan kulumannya. Setelah batang hitam itu bersih, wanita bule itu menjilati cipratan sperma pada pipi Aline, lalu memagut bibirnya, keduanya berciuman selama beberapa menit. Setelah beristirahat sebentar, Malik pun harus mohon diri karena harus segera bekerja lagi. Tiga hari ke depan sebelum pulang ke tanah air, Vicky mengajak Aline mengisi hari-harinya dengan petualangan seks yang menggairahkan. Aline tidak risih lagi melakukannya dengan Vicky, beberapa kali mereka melakukannya di tempat tidur dan kamar mandi sambil mandi bareng, Vicky juga pernah mengajaknya ke pesta pribadi salah seorang temannya, yang berujung pesta seks. Liburan kali ini benar-benar seperti mimpi bagi model cantik yang baru berpisah ranjang dengan suaminya itu, ia merasa bebas melakukan hal-hal gila tanpa takut dibuntuti wartawan infotainment ataupun tabu-tabu seperti di tanah air.
***********************
Hari kepulangan, 22.19 waktu setempat
Jam-jam seperti ini aktifitas di bandara internasional JFK tidak sesibuk biasanya. Di sebuah sudut yang lenggang, di balik sebuah pintu bertuliskan ‘janitor room’ nampaknya ada kesibukan sendiri. Seorang wanita cantik berambut pirang nampak sedang menaik turunkan tubuhnya di atas pangkuan seorang pria bule berkepala plontos. Gaun terusan yang dikenakan wanita itu sudah melorot hingga perut sehingga payudaranya terekspos jelas di depan wajah si pria yang masih memakai pakaian pembersih bandara yang sudah terbuka kancing-kancing depannya. Sesekali si pria mengenyoti payudara wanita itu dengan gemas. Sementara di dekat situ, sebelah rak tempat meletakkan alat-alat pembersih, seorang wanita lain berwajah oriental sedang terhimpit pada tembok di depannya, di belakangnya seorang pria negro tapi tidak terlalu hitam (sepertinya negro hispanik) yang juga masih memakai kemeja petugas kebersihan sedang menggenjoti vaginanya. Kaos yang dipakainya telah tersibak ke atas berikut branya, celana panjang dan dalamnya pun sudah melorot di bawah kakinya. Bunyi nafas tersenggal-senggal, desahan tertahan, dan tepukan selangkangan mereka terdengar di ruangan itu. Mereka sepertinya melakukan dengan terburu-buru atau seks kilat. Si wanita bule dan pria bule tak berambut itu orgasme lebih dulu dalam waktu hampir bersamaan. Si wanita melumat bibir si pria agar erangannya teredam tidak terdengar ke luar. Sementara si pria negro kini meminta si wanita berwajah oriental berlutut di hadapannya dan mengoral penisnya. Wanita itu buru-buru berlutut meraih penis itu dan memaju-mundurkan kepalanya dengan cepat. Tak lama berselang terdengarlah panggilan dari pengeras suara.
“Hurry up dear, immigration has been opened!” sahut si wanita pirang sambil turun dari pangkuan si botak dan merapikan pakaiannya.
“Eemm…mmm!” wanita itu mengangguk sambil terus mengoral penis si negro.
Dua menit kemudian, pria negro itu pun melenguh dan menekan kepala si wanita. Wanita itu merasakan semburan cairan hangat berbau tajam memenuhi mulutnya, ia segera berkonsentrasi menelan cairan itu. Setelah semprotan itu mereda dan penis di mulutnya menyusut, wanita itu buru-buru bangkit dan menarik kembali celana panjangnya dan menurunkan kaosnya dibantu temannya.
“Hey…we even haven’t switched partner!” kata si bule botak agak keberatan mereka pergi buru-buru.
“Sorry cowboy, the time has come, see you later!” kata si wanita pirang seraya mengecup pipi si botak lalu membuka pintu ruangan dan buru-buru keluar menenteng tas temannya.
Mereka tertawa-tawa cekikikan sambil berjalan menuju pintu keberangkatan.
“Aline, I don’t know you turned so wild!” kata si wanita pirang.
“It is your teaching, isn’t it?” kata Aline tersenyum, “Ok, Vicky, thank you very much for all! Come to Indonesia and I’ll treat you wilder!” katanya sambil memeluk temannya itu di depan pintu keberangkatan.
Vicky memandangi temannya yang berjalan menjauh menuju pintu itu, sebelum memasuki alat scanning tubuh mendadak ia menyadari ada yang aneh dari temannya itu dan berteriak kecil memanggilnya.
“Aline wait!!” Aline pun menengok ke belakang melihat Vicky mengelusi dagunya sendiri.
Ia pun segera sadar dan mengelus dagunya dan mendapati cairan putih susu itu di jarinya. Aline tersenyum nakal ke arah temannya itu dan melambaikan tangan lalu memasuki alat scanning. Sungguh liburan kali ini liburan yang tidak biasa baginya.
NB:
* Ximen dan Pan merujuk pada Ximen Qing dan Pan Jinlian, sepasang tokoh pezinah dalam roman klasik Tepi Air dan Jin Ping Mei. Pan Jinlian adalah seorang wanita cantik penjual kue yang bersuamikan Wu Dalang, seorang pria cebol dan buruk rupa. Pada suatu hari, Pan secara tidak sengaja bertemu dengan saudagar hidung belang bernama Ximen Qing. Keduanya jatuh hati pada pada pandangan pertama dan terjerumus dalam hubungan terlarang. Ketika Wu Dalang menangkap basah mereka, Ximen menghajarnya hingga terluka parah, dalam keadaan sakit Wu diracuni hingga tewas oleh istrinya yang tidak setia itu. Kelak adik Wu, seorang pendekar bernama Wu Song membalas dendam dengan membunuh kedua pasangan selingkuh tersebut.
——————————————————–
Sorry ya, Shusaku bukan ahlinya fanfics, kalau ada kekurangan mohon petunjuk dari para ahli fanfics. Special thanks for Pujangga Binal yang banyak memberi masukan untuk tulisan ini. Ditunggu RYT nya ya!
****************