Laura Basuki, nama yang mulai terdengar tak asing di telinga masyarakat Indonesia khususnya masyarakat yang sering menonton televisi. Laura Basuki bisa disebut sebagai artis pendatang baru di dunia entertainment Indonesia. Begitu muncul pertama kali, Laura langsung menyita perhatian, khususnya kaum Adam. Wajahnya begitu cantik namun terlihat lugu dan polos, sangat memikat. Apalagi kulitnya yang benar-benar putih mulus, tak ada cacat sedikitpun, mulai dari kepala sampai kaki. Kecantikan dan kulit putih mulusnya selalu membuat para pria membayangkan bahwa tubuh Laura Basuki pastilah ‘legit’, hangat, dan juga harum. Banyak yang menyama-nyamakan Laura dengan artis film panas Jepang yang sudah terkenal di Indonesia bernama Maria Ozawa atau lebih dikenal Miyabi karena beberapa foto wajah Laura sekilas agak mirip dengan Miyabi. Namun, sebenarnya, perbedaannya cukup jauh. Wajah Laura terlihat sangat polos, cantik natural, beda dengan Miyabi yang cantik nakal. Tapi, segera imej mirip Miyabi itu hilang dari pandangan publik.

Sebab, sikap anggun, ramah, santun, dan selalu tersenyum serta wajahnya yang cantik polos menimbulkan kesan tersendiri. Kesan yang membuat Laura seperti seorang dewi atau bidadari yang begitu cantik. Dan kulit Laura yang putih, seputih susu, sungguh sangat ‘menyilaukan’ mata para lelaki.
“umm hem hem hem”, terdengar senandung merdu dari dalam kamar mandi. Laura sedang asik berendam air susu sambil bersenandung. Laura sangat merawat kulit indahnya itu. Mandi susu, spa, pokoknya semua perawatan kulit ia lakukan untuk menjaga kulitnya tetap halus dan mulus. Laura keluar dari bathtub dan membuang air mandinya. Tubuh yang benar-benar sangat indah. Bukan indah dalam arti sexy atau sintal. Tubuh Laura tidak terlalu sexy, namun proporsional. Tak ada satu lipatan pun yang berwarna hitam atau coklat, semuanya putih mulus. Dan yang menjadi daya tarik utamanya yaitu belahan bibir vaginanya yang menutup dengan sangat rapat dan dihiasi rambut kemaluan yang lebih seperti bulu-bulu halus serta kedua putingnya yang tidak terlalu besar dan berwarna pink pucat, sangat menggemaskan.

Laura keluar kamar mandi, mengeringkan tubuhnya, melilitkan handuk di tubuhnya, dan duduk di depan meja riasnya. Dengan santai, Laura menyisir rambutnya berkali-kali tanpa bosan, sampai rambutnya kering dan rapih. Kecantikannya benar-benar alami, natural, dan polos. Dia sama sekali tak perlu mengenakan make up apapun untuk terlihat cantik. Dan Laura sendiri juga tak terlalu suka mengenakan make-up. Paling-paling, dia hanya sekedar memakai blast-on supaya pipinya merona dan lipgloss untuk melembapkan bibirnya. Dia memang lebih sering menggunakan lipgloss daripada lipstik. Dia tidak terlalu suka lipstik. Lagipula bibirnya memang tipis dan pink alami, buat apa memakai lipstik. Dan karena dia sering memakai lipgloss, bibirnya yang tipis terlihat sehat, lembap, dan berkilau setiap saat. Tapi, ada kalanya dia memakai lipstik, di saat dia ingin terlihat tampil sebagai wanita yang dewasa dan mandiri, pastilah ia mengenakan lipstik.

Laura mengenakan pakaiannya, pakaian yang feminim, mirip seperti gaun tapi lebih ke gaun untuk sehari-hari. Dia memang sangat feminim, untuk sehari-hari saja dia lebih suka mengenakan rok daripada jeans. Tapi, meski feminim, bukan berarti Laura adalah wanita yang manja. Wajahnya boleh terlihat lugu tapi dia lebih suka menyelesaikan masalahnya sendiri. Hari ini dia akan mengisi sebuah acara musik, menjadi MC bintang tamu di acara itu.
“wuih, ada neng cantik nih…”.
“iih. apa sih lo, Ga ?”, balas Laura sambil tersenyum.
“emm gemes gue kalo ngeliat cewek imut…”, Olga mencubit kencang pipi Laura.
“auw. sakit tau”.
“abisnye gue gemes ngeliat muka lo..”.
“iya, tapi kan sakit..”.
“oh iya, gimana kabar bokin lo ?”.
“mau tau aja deh…”, canda Laura.
“ah gitu lo ye, pelit ye ma gue, Ra..”. Laura dan Olga memang sudah saling kenal, tak heran mereka terlihat akrab.
“si Raffi mana ?”.
“biasa, bentar lagi juga dateng. kan die emang keong racun. jalannye lelet kayak keong ahahaha”, Olga tertawa lebar dengan gaya tertawanya yang khas.

Laura dan Olga pun memandu acara musik tersebut berdua karena Raffi belum datang. Tapi, akhirnya Raffi datang dan memandu acara bersama Laura dan Olga sampai selesai.
“Laura !”.
“iya ?”.
“mau ke mana ?”.
“mau pulang ke rumah…”.
“ah masa langsung pulang ke rumah ? maksi bareng yuk ?”.
“ah, nggak, Fi. makasih…”, jawab Laura tersenyum.
“yah, ayo dong. jarang banget gue maksi sama cewek cakep..”, rayu Raffi.
“nggak, Fi. makasih..”, jawab Laura kembali tersenyum.
“yah. yaudah deh…”.
“maaf yaa Fi. gue balik duluan yaa…”. Tak terbayang oleh Laura kalau dia harus makan siang berdua dengan Raffi. Memang dia ganteng, tapi Laura canggung sekali kalau berbicara dengan Raffi. Bukan karena Laura suka, justru Laura kaku karena tidak mengerti apa yang dibicarakan Raffi apalagi kalau sudah melucu, pasti jayus. Lagipula, Laura paling tidak suka dengan cowok yang gampang gonta-ganti pacar. Laura masuk ke dalam mobilnya dan mengendarainya keluar areal stasiun tv swasta itu.

Kalau langsung pulang ke rumah, rasanya malas. Jalan bersama teman-teman juga sedang tidak ingin. Ya sudah, Laura memutuskan untuk pergi ke cafe favoritnya sendirian.
“srrpp…”, Laura menyeruput minumannya lewat sedotan sambil asik browsing dengan handphonenya. Tak lupa sesekali ia menyuap kue yang dipesannya tadi. Laura memang tak pernah banyak makan. Hanya dengan kue yang ia pesan, perutnya sudah terasa 3/4 kenyang. Tentu banyak yang memandang si bidadari cantik jelita itu. Tak sedikit yang mengenali Laura, artis pendatang baru.
“hai…”.
“hi..”.
“boleh gabung di sini nggak ?”.
“emm…iyaa..”, jawab Laura.
“kamu, Laura Basuki kan ?”.
“iya, Pak..”.
“kenalkan, saya Bambang..”. Laura hanya tersenyum.
“kenapa kamu sendirian ?”.
“mm..maaf, Pak, saya duluan..”.
“lho ? mau ke mana ?”. Laura hanya tersenyum seraya meninggalkan bapak yang kelihatan kecewa itu, tak jadi berkenalan dengan si artis cantik itu. Laura berjalan cepat menuju tempat mobilnya diparkir.

Dia menghela nafas lega bisa menghindar dari Om-om nakal barusan. Laura bersender ke jok kursinya.
“huuhh…”. Kadang ia bertanya, apakah ia harus menganggap kecantikan wajahnya sebagai suatu berkah atau kutukan. Tak jarang keadaan seperti tadi, saat Laura sedang sendiri, ada saja pria yang ingin berkenalan. Ya memang, tak semua pria yang mengajaknya kenalan seperti bapak tadi, ada juga yang masih muda, tampan, dan kaya, namun Laura merasa tak nyaman berkenalan seperti itu. Dan di antara teman-temannya yang pria, Laura juga merasa tak ada yang cocok. Entahlah, Laura juga masih bingung, apakah nanti dia bisa menikah. Aneh juga, banyak wanita ingin punya wajah cantik dan kulit putih mulus seperti Laura agar mudah mendapat pangeran yang sempurna, tapi Laura malah bingung, masih belum ada yang cocok.
“ckiiiiittttt !!!!! buuugghhh !!!”. Gara-gara melamun, Laura menabrak orang yang menyebrang. 2 orang yang memang sedang duduk di warung dekat situ pun mendekati mobil Laura.
“WOII !!! KELUAR LO !!!”, kata seorang pria menggebuk-gebuk kaca mobil Laura dengan kencang.

Sementara pria satu lagi, memeriksa orang yang tertabrak itu.
“WOI KELUAR LO !! MENTANG-MENTANG PAKE MOBIL MAHAL. NYETIR SEENAKNYE LO !! KELUAR !!!”. Wajah Laura pucat, dan keringat dingin. Laura keluar dari mobil.
“LO NYETIR GI..MA…NE SI..H..”, orang itu langsung berhenti berbicara ketika Laura sudah keluar dari mobil.
“maaf maaf, Pak…saya nggak ngeliat tadi….”, wajah Laura benar-benar panik.
“Bapak nggak apa-apa ?”, tanya Laura sambil jongkok. Pria yang tadi mau menolong bapak itu malah terbengong melihat Laura. Meski Laura merapikan roknya sebelum jongkok, tapi tetap saja, sedikit betisnya terlihat. Menampakkan betapa mulus kulit Laura meski hanya sebatas betis. Tak heran pria itu malah jadi bengong.
“Mbak ini gimana sih nyetirnya ?”, ucap pria yang tadi menggedor kaca mobil dengan nada sok ketus. Sebenarnya pria itu masih dalam ‘tahap’ mengagumi si dara cantik yang sedang jongkok.

Namun sudah kepalang marah, jadi dia sok ketus.
“maaf Pak. saya tadi lagi ngelamun. maaf Pak..”.
“saya nggak apa-apa kok, neng…”, jawab bapak itu. Dengan dibantu 2 orang pria, bapak itu mencoba berdiri.
“aduu duuh duuhh…”.
“kayaknya kaki bapak keseleo…”.
“harus diperiksa Pak…”.
“nggak usah, Mas…”.
“saya anterin Pak ke rumah sakit…”.
“nggak usah neng, cuma keseleo sedikit…”.
“ayo, Pak…sa ya nggak tenang kalau belum bawa Bapak ke rumah sakit…”.
“bener, neng..saya nggak apa-apa..”, ucap bapak itu, tapi seperti kesakitan menapak dengan kakinya.
“udah, Pak..coba periksa aja dulu”, saran si pria yang memapah bapak itu. Akhirnya, bapak itu mau juga setelah dibujuk. Dengan dibantu 2 pria tadi, bapak itu sudah duduk di jok tengah mobil Laura.
“Pak. saya benar-benar minta maaf”, Laura mengucapkannya sambil terus menyetir. Wajahnya kelihatan cemas sekaligus bersalah.
“nggak apa-apa, neng. saya juga tadi asal nyebrang”.
“kaki Bapak terasa sakit banget ya ?”.
“sedikit. paling cuma keseleo, neng”.
“ya tapi harus diperiksa, Pak”.

“iya, neng”. Keadaan pun menjadi sepi. Jalanan menuju rumah sakit cukup jauh.
“em, maaf neng, kalau saya boleh nanya. neng ini artis ya ?”.
“umm. ya bisa dibilang begitu”, jawab Laura tersenyum.
“nama neng siapa ?”.
“nama saya Laura, Pak. Bapak ?”.
“saya Sutanto, neng. Neng Laura yang waktu itu pernah diwawancarai Tukul kan ya ?”.
“iya, Pak. Bapak sering nonton acara itu ?”.
“iya, neng. tiap malem sambil istirahat”.
“oh. saya boleh nanya juga, Pak ?”.
“nanya apa, neng ?”.
“Bapak ini guru ya ?”.
“iya, neng. saya guru. kok neng Laura bisa tahu ?”.
“seragam Bapak mirip paman temen saya yang guru”.
“oh begitu”.
“guru apa, Pak ?”.
“guru Biologi di SMP XX, neng”.
“oh….”. Aneh rasanya, Laura kelihatan enak sekali berbicara dengan Sutanto, suara Bapak tua itu pun membuat Laura menjadi tenang dan menghilangkan kecemasan dan rasa bersalahnya.
“ayo, Pak. hati-hati..”. Laura menunggu Sutanto yang berusaha turun dari mobil. Tanpa ragu, Laura memapah Sutanto yang sedikit kesusahan berjalan ke dalam rumah sakit.

Sutanto pun bisa mencium aroma tubuh Laura yang sangat harum. Aroma vanilla yang manis dan menggemaskan.
“gimana, Dok ?”.
“sepertinya sendi kaki Bapak Sutanto sedikit bergeser”.
“bisa disembuhin, Dok ?”.
“bisa. tapi mungkin Pak Sutanto harus istirahat di rumah 2 minggu supaya sendinya sembuh total”.
“oh begitu ya, Dok ? terima kasih, Dok”. Laura pun mengurus biaya administrasi sambil menunggu Sutanto keluar. Tak lama kemudian, Sutanto dengan dipapah seorang juru rawat laki-laki keluar dari ruangan menuju ruang tunggu.
“gimana, Pak ?”.
“tadi lumayan sakit, tapi sekarang enakan, neng”.
“maaf banget, Pak”.
“nggak apa-apa kok, neng”.
“ini resepnya, Pak ?”, Laura mengambil secarik kertas yang di genggam Sutanto.
“iya, neng. tapi sini saya aja yang bayar”.
“nggak, Pak. biar saya aja..”. Setelah membayar semuanya, Laura pun memapah Sutanto keluar.
“makasih, neng udah bayarin saya berobat”.
“kenapa Bapak terima kasih ? saya udah nabrak Bapak sampai Bapak harus istirahat 2 minggu..justru seharusnya saya minta maaf ke Bapak”.

“yaudah, neng. saya udah nggak apa-apa, jadi neng Laura nggak usah ngerasa bersalah lagi..”, petuah Sutanto untuk menenangkan Laura.
“iya, Pak. terima kasih”.
“ya sudah, neng. kalau begitu saya pamit pulang dulu..”.
“lho ? Bapak mau ke mana ? tas Bapak kan masih ada di dalem mobil saya ?”.
“oh iya. hampir aja…”.
“saya anter Bapak pulang ya sekalian ?”, tanya Laura dengan raut muka sangat manis.
“nggak usah, non. nanti ngerepotin…”, tolak Sutanto halus. Ditawari pulang bersama oleh gadis muda yang sangat cantik, belum lagi berstatuskan artis pastilah Sutanto sangat ingin menerimanya, tapi dia merasa tak enak.
“jangan membuat saya ngerasa bersalah lagi, Pak. tolong biarin saya nganter Bapak pulang ke rumah”, Laura agak memaksa.
“mm. iya deh, neng. boleh kalau begitu. maaf ngerepotin”. Laura tersenyum sebelum membantu Sutanto masuk ke dalam mobil. Karena cukup asyik mengobrol, tiba-tiba sudah sampai di depan rumah Sutanto.

Rumahnya kecil, mungil, sederhana, dan bertipe RTRB (Rumah Tipe Rakyat Biasa), namun kelihatan aman dan nyaman.
“biar saya anter sampai dalem, Pak”.
“nggak usah, neng. saya bisa kok kalau cuma jalan sedikit-sedikit”, ucap Sutanto sambil mengambil tasnya.
“ini, Pak. nomer hp saya, kalau ada apa-apa, telpon saya”.
“iya, neng. makasih neng”.
“sama-sama, Pak. saya pulang dulu ya. sekali lagi maaf, Pak”. Sutanto tersenyum sambil mengangguk. Laura pun pulang ke rumah. Selama di rumah, Laura terus memikirkan Sutanto. Bukan karena hanya kasihan dan bersalah, tapi rasanya Laura juga kangen dengan suara guru tua itu. Entah ada apa dengan Laura, padahal baru kenal, tapi terasa sudah lama kenal, bahkan terasa seperti keluarga. Keesokan harinya.
“tok tok tok !!”.
“sebentar !”.
“lho ? neng Laura ? ayo masuk, neng”.
“iya, Pak. terima kasih”.
“silakan duduk, neng”.
“mau minum apa, neng ?”.
“ah nggak usah, Pak. nanti ngerepotin. saya cuma mau ngelihat keadaan Bapak. gimana, Pak ? udah enakan ?”.
“iya, neng. lumayan. balsemnya bener-bener bikin enakan”.

“oh gitu ya, Pak ? bagus deh”.
“iya, neng…”.
“obatnya udah di minum, Pak ?”.
“udah, neng. udah saya minum semua”.
“oh iya, Pak. saya bawa makanan buat Bapak”.
“ha ? kenapa neng repot-repot bawa makanan segala ?”.
“ya nggak apa-apa, Pak. piringnya dimana, Pak ?”.
“biar saya siapin sendiri, neng”.
“biar saya saja, Pak. dimana piringnya, Pak ?”.
“nggak apa-apa, neng ?”.
“iya, Pak. nggak apa-apa”.
“oh, yaudah, neng. piringnya di sana, neng”. Laura menyiapkan makanan yang di bawanya.
“ayo, neng Laura makan juga”.
“saya udah makan, Pak”, jawab Laura tersenyum.
“ayo, neng. saya nggak enak makan sendiri. lagian kan neng Laura yang beli”.
“mm…iya deh, Pak”. Laura dan Sutanto pun makan bersama. Seperti biasa, Laura makan secukupnya.
“oh iya, Pak. ngomong-ngomong istri Bapak kemana ? kok nggak keliatan ?”.
“istri saya sudah meninggal 8 tahun yang lalu, neng”.
“oh maaf, Pak. saya nggak tau, maaf”.
“nggak apa-apa, neng”. Laura pun menemani Sutanto sampai sore karena gadis cantik itu merasa kasihan Sutanto yang sedang dalam masa penyembuhan sendirian saja di rumah.

“Pak. maaf nih, saya pulang dulu ya”.
“oh iya, neng. silakan. makasih banget udah nemenin saya dari pagi sampai sore”.
“iya, Pak. sama-sama. saya juga lagi butuh temen ngobrol”.
“oh begitu”.
“mari, Pak. saya pulang dulu”.
“iya, neng. sekali lagi makasih, neng..”.
“iya, Pak…”, Laura tersenyum. Akhirnya, pemandangan indah itu hilang juga dari mata Sutanto. Semenjak istrinya meninggal 8 tahun lalu, baru kali ini Sutanto mengobrol lama dengan wanita di rumahnya lagi. Sudah begitu, bukan sekedar wanita biasa tapi artis muda yang wajahnya seperti bidadari. Kesan yang ada di benak Sutanto kalau artis itu sombong, sangat bertolak belakang dengan Laura. Saat mengobrol tadi, Laura tak segan-segan tertawa dan tersenyum bersama guru tua itu. Cantik dan baik hati, persis seperti penggambaran seorang bidadari atau dewi, andai Laura menjadi istrinya, pasti akan terasa seperti di surga, dilayani wanita cantik setiap harinya.

Tunggu, memperistri Laura ? Sutanto tersenyum licik lalu mengambil sebuah buku catatan dari lemarinya. 5 hari sudah berlalu, Laura tak bisa datang karena sedang ada kerjaan, tapi dia selalu menelpon Sutanto supaya tahu kabarnya, gadis cantik itu perhatian ke Sutanto karena merasa harus bertanggung jawab ke guru tua itu.
“halo…”.
“Pak Tanto ? ada apa, Pak ?”.
“maaf, neng ganggu. Bapak mau nanya, nama balsem yang di kasih dokter waktu itu, apa neng namanya ?”.
“lho ? emang kenapa, Pak ?”.
“ini, non. balsem Bapak udah habis, Bapak mau beli lagi”.
“oh iya, resepnya saya yang megang. ya udah, Pak. nanti biar saya aja yang beli”.
“jangan, neng. biar Bapak beli sendiri aja”.
“nggak apa-apa, Pak. saya juga mau lihat keadaan Bapak sekalian”.
“mm..yaudah neng. makasih banget ya…”.
“sama-sama, Pak…”. Laura langsung membeli balsem di apotik setelah selesai suting terakhirnya untuk 1 minggu ke depan, tapi dia terjebak macet parah di jalan menuju rumah Sutanto.
“Pak Tanto. maaf, saya kena macet. jadi saya masih lama nyampenya”.

“iya, neng. nggak apa-apa”.
“Bapak nggak lagi butuh banget balsemnya kan ?”.
“nggak sih, neng. Bapak cuma jaga-jaga aja, soalnya balsemnya tinggal sedikit”.
“oh yaudah, maaf ya, Pak”, jawab Laura lembut.
“iya, neng….”.
“oh iya, Pak. gimana kakinya ? udah mendingan ?”.
“udah, neng. udah kayak biasa lagi. paling besok, Bapak juga udah bisa ngajar lagi”.
“oh gitu. syukur deh”. Laura akhirnya sampai di rumah Sutanto saat senja (sore menjelang malam).
“aduh, maaf, Pak. tadi macet banget”.
“iya, neng. nggak apa-apa. sebentar, neng”. Sutanto membawa minuman.
“ini, neng. diminum”.
“kok repot-repot, Pak”.
“udah, nggak apa-apa, neng. pasti neng Laura haus. ayo neng diminum”.
“iya, Pak. makasih, Pak”. Laura mengobrol dengan Sutanto sambil melepas lelah sebentar.
“Pak, saya minjem kamar mandinya sebentar”.
“oh, iya, neng. silahkan”. Saat keluar kamar mandi, Laura mencari-cari Sutanto, tapi tak kelihatan.

Ya sudah, Laura pun memutuskan untuk pulang tanpa pamit karena sudah cukup malam.
“klk klk…”, sepertinya pintunya terkunci. Saat sedang mencoba membuka pintu, Laura dibekap dari belakang.
“emmpphh emmffhhhh”, Laura memberontak sekuat tenaga, melepaskan dirinya dari bekapan seseorang itu. Tapi, sudah bisa ditebak, tenaga gadis mungil seperti Laura tidak berpengaruh. Orang itu mudah mengangkat Laura dan membawanya ke dalam kamar.
“bugg !!”, Laura dilempar ke atas tempat tidur.
“Pak Tanto ?! Mau apa ??!!!”, ketika Laura mau bangun, Sutanto langsung menomploknya, menekan tubuh Laura agar tidak bisa kemana-mana.
“udah lama Bapak nggak nidurin perempuan, neng. hehehe”, seringai jahat tercetak di wajah Sutanto. Sangat berbeda 180 derajat, wajah Sutanto yang tadi kelihatan arif dan bijaksana, kini seperti wajah perompak.
“JANG, hmmpppfffh !!”, Sutanto langsung menambal mulut Laura dengan bibirnya.
“haph..ummm nyeemmhhh”. Laura menggelengkan kepalanya kesana kemari sambil berusaha untuk teriak.

Namun, bibir Sutanto sangat gigih mengejar bibir Laura. Dengan gemasnya, guru tua itu mengemut-emut bibir Laura yang empuk dan lembut sambil berusaha menyelipkan lidahnya masuk ke dalam mulut Laura. Gadis cantik itu meronta-ronta sekuat tenaga, menutup bibirnya rapat-rapat. ‘pertahanan’ Laura masih kuat, insting laki-laki sejati milik Sutanto pun mengambil alih. Pria tua itu mulai mencumbui sekujur leher Laura.
“jangan, Pak…tolong…jangaan, Paak…”. Rupanya Laura sangat sensitif. Baru diciumi sebentar saja, tubuhnya sudah melemah. Mudah sekali bagi Sutanto. Lidah kasar guru tua itu pun menjalari sekujur leher Laura yang mulus.
“aaahhhmmm jangaannhhh Paaakkhhh….”, lirih Laura begitu lemah. Terlalu mudah, Sutanto sudah membayangkan betapa nikmatnya menggumuli Laura yang cantik itu. Tapi, tiba-tiba.
“TAAKKK !!”, Laura memukul kepala Sutanto dengan sesuatu dan mendorongnya. Sepertinya itu buku pelajaran. Tenaga Laura seperti meningkat 3x lipat, Sutanto sampai terjatuh ke bawah.

Kunci yang tadi di kantung Sutanto terlempar keluar. Laura langsung mengambil kunci itu dan membuka pintu depan. Dia berlari masuk ke dalam mobilnya, menginjak pedal gas dalam-dalam. Sementara Sutanto sedikit berlari ke pintu depan rumahnya. Meski terasa lumayan sedikit nyut-nyutan, tapi Sutanto malah tersenyum. Laura yang sudah jauh dari rumah Sutanto memberhentikan mobilnya. Dia menangis, dia benar-benar syok berat, dirinya hampir menjadi korban perkosaan karena terlalu baik dan percaya ke Sutanto. Setelah sudah bisa mengontrol emosinya, Laura pulang ke rumah. Semenjak kejadian itu, Laura jadi sering murung dan diam. Bukan karena dia masih syok, tapi ada sesuatu yang lain. Gadis cantik itu sendiri bingung, padahal dia hampir diperkosa Sutanto, tapi kenapa dia sekarang jadi memikirkan wajah guru tua itu terus. Bahkan sangat parah, lamunan dan mimpi Laura selalu menuju peristiwa waktu itu. Artis berwajah cantik natural itu kini selalu membayangkan apa yang akan terjadi kalau sampai digumuli Sutanto.

Bukan membayangkan karena takut diperkosa, tapi malah cenderung penasaran apa yang akan terjadi padanya kalau dia sampai mempasrahkan tubuhnya untuk digeluti si guru tua. Dara cantik itu selalu gelisah, tak tenang, dan tak bisa tidur nyenyak, peristiwa waktu itu dan wajah Sutanto selalu muncul di benaknya. Ya, Laura telah terkena pelet dari Sutanto. Di minuman yang waktu ia minum, terdapat ramuan pelet Sutanto. 4 hari sudah, Laura benar-benar tak tahan dengan perasaan gelisahnya. Laura pun mendatangi rumah Sutanto lagi.
“tok tok tok !!”.
“lho ? neng Laura ? ayo masuk…”, sapa Sutanto yang membuka pintu seolah kejadian waktu itu tak pernah terjadi.
“ayo, neng, silakan duduk…”. Laura hanya tertunduk malu, wajahnya sangat merah. Dia sangat malu, dia mengasumsikan sendiri kalau dia sedang menyerahkan dirinya sendiri ke Sutanto untuk disetubuhi.
“ada apa, neng ?”, tanya Sutanto dengan senyuman licik.
“emm…”.
“kenapa, neng ?”.
“SAYA NGGAK BISA NGELUPAIN WAKTU ITU !”, jawab Laura dengan sekali nafas.

Jelas sekali, Laura sendiri yang bilang seperti itu. Meski dalam pengaruh pelet, tapi tetap saja bukan dalam keadaan terpaksa.
“tolong saya, Pak. saya nggak tau harus gimana….”.
“jadi, neng Laura mau ngelanjutin yang waktu itu ?”. Laura tak menjawab, dia hanya menunduk.
“diem berarti iya lho, neng ?”. Laura tetap hanya menunduk.
“ya udah kalo gitu. neng Laura ikut Bapak ke kamar”. Sutanto pun merangkul Laura dan ‘menggiring’ bidadari cantik itu ke kamarnya. Laura di dudukkan di tepi ranjang, di sebelah Sutanto.
“tapi, Pak…..”.
“tenang aja, neng…waktu itu Bapak kalap, sekarang Bapak bakal pelan-pelan…”. Sutanto mendekatkan mulutnya ke mulut Laura. Laura pun melengos ke samping.
“kenapa ngindar, neng ?”.
“saya…”, Laura masih ragu-ragu, akalnya sedang bertarung melawan efek pelet. Laura berdiri dan keluar kamar. Rasanya dia tak bisa menyerahkan keperawanannya begitu saja ke Sutanto hanya karena penasaran. Sutanto langsung mengejar ‘buruan’nya itu.

“mau ke mana, neng ?”.
“maaf, Pak. saya nggak bisa…”.
“ayo dong, neng. kita sama-sama pengen kan ?”, bujuk Sutanto. Sutanto pun mendekap Laura dari belakang.
“maaf, Pak….”. Pria tua itu merasa Laura harus mendapatkan persuasif terlebih dulu.
“ccpphh ccpphhh cup”, Sutanto mengecupi dan mencumbui tengkuk leher Laura.
“hemmm….jangaann, Paakk….”. Artis berwajah cantik polos itu menggeliat, merasa geli sambil berusaha melepaskan diri dari dekapan Sutanto. Namun karena Laura sudah terkena pelet, rasanya perlawanan Laura hanyalah untuk ‘memancing’ nafsu Sutanto. Si pria tua itu pun terus menciumi tengkuk leher Laura dan menikmati betapa harumnya tubuh artis muda itu.
“jangaan, Paak…”, Laura melirih pelan. Efek pelet ditambah gairah yang mulai terpancing karena ciuman-ciuman Sutanto di lehernya, membuat Laura mulai ‘lemah’. Kedua tangan Sutanto yang tadi melingkar di pinggang Laura kini mulai merayap ke atas.
“emmm…Paaakhh…”, seketika Laura mendesah pelan saat merasakan kedua susunya diremas-remas lembut oleh Sutanto.

Baru kali ini, Laura merasakan remasan pada kedua buah dadanya. Rasanya enak seperti dipijat dan memicu rasa hangat geli pada perasaannya. Sutanto menyeringai licik, bidadari itu sudah dikuasainya. Sutanto menggiring Laura kembali ke dalam kamar. Masih dalam posisi memeluk Laura dari belakang, Sutanto terus memainkan payudara artis cantik itu dengan gemasnya. Tak besar memang, tapi sangat ‘pas’ untuk digenggam. Momen sunyi namun mengasyikkan bagi Sutanto yang sedang menggrepei wanita secantik Laura tanpa adanya perlawanan. Bahkan Sutanto bisa mendengar nafas Laura yang semakin cepat dan eluhan pelan keluar dari bibir tipisnya. Pria tua itu tak mau berlama-lama, dia membuka resleting baju Laura, meloloskan kedua tali baju dari pundaknya. Laura seakan tak punya kuasa lagi atas tubuhnya. Tangannya tak bisa menghentikan perbuatan pria tua cabul itu yang sekarang berencana untuk menelanjanginya. Baju Laura pun meluncur mulus ke lantai sehingga hanya tinggal bh dan cd yang melekat di tubuh Laura.

Sutanto memutar tubuh Laura. Dia memandangi bidadari itu dari kepala sampai kaki. Sungguh tubuh yang indah dan putih mulus !. Sutanto benar-benar tertegun dengan kemulusan tubuh Laura. Sementara Laura hanya bisa menunduk malu dan menutupi daerah dada dan pangkal pahanya dengan kedua tangannya, wajahnya sangat merah. Dia belum pernah dalam keadaan setengah telanjang di hadapan pria sebelumnya. Tonjolan langsung mencuat di celana Sutanto, air liur pun serasa hampir menetes keluar. Sutanto menyingkirkan kedua tangan Laura. Ada sedikit penahanan pada kedua tangan Laura. Sepertinya masih ada ‘kesadaran’ Laura di tengah pengaruh pelet Sutanto. Dengan sedikit tenaga, Sutanto berhasil menahan kedua tangan Laura di samping tubuhnya. Tanpa pikir panjang, Sutanto membenamkan wajahnya ke buntalan daging kembar nan empuk yang putih mulus itu.
“akhh !”, Laura terpekik kaget.
“jangann, Paak….”, Laura masih menunjukkan penolakan. Ternyata batinnya masih bisa sedikit melawan pengaruh pelet guru tua itu.

Tapi, tetap saja, harusnya Laura bisa menendang selangkangan Sutanto karena kedua kakinya tak terkekang apa-apa, bidadari itu malah diam saja. Bagai seekor binatang yang sudah menaklukkan ‘mangsa’nya, Sutanto mengendus-endusi tubuh Laura. Sungguh wangi dan sangat harum. Aroma parfum vanilla dan jeruk segar yang dipakai Laura menambah gelora nafsu Sutanto. Sutanto pun merogoh ke dalam bh Laura dan menggenggam ‘bantalan’ empuk yang ada di dalamnya.
“ummm”, gumam Laura pelan. Remasan-remasan pada payudaranya membuat Laura mulai bergumam. Empuk dan rasanya hangat sekali. Sutanto pun mengeluarkan tangannya dan segera meraih kaitan tali bh yang ada di punggung Laura. Begitu kait terlepas, Sutanto langsung menarik bh Laura dan membuangnya ke lantai. Guru mesum itu langsung menahan kedua tangan Laura yang mau menutupi payudaranya.
“neng Laura. Bapak mau nyusu bentar. HEHEHE !”, usai berkata demikian, Sutanto langsung mencaplok payudara kiri Laura.

“aahmm heemmmhhh….Paaakkhhh….”, lirih Laura, pelan dan lembut. Kedua mata Laura menutup, bibir bawah dikulum olehnya sendiri. Sepertinya, kini dia sudah benar-benar ‘kalah’. Baru kali ini Laura merasakan sensasi basah, geli, tapi nikmat sekaligus dan juga membuat tubuhnya serasa hangat. Tak heran kalau dia kelihatan meresapi aktivitas Sutanto yang mengenyoti payudara kirinya. Payudara kanan Laura tentu tak dibiarkan begitu saja oleh Sutanto. Tangannya menjamah ‘kemasan’ susu nan mulus Laura yang satu lagi. Memijat, meremasnya, dan memilin-milin putingnya.
“uhhmmm….”, Laura kelihatan semakin menikmatinya. Dalam keadaan seperti ini, bukan pelet yang mengambil alih pikiran Laura, tapi gairah gadis cantik itu sendiri yang melemahkan akal sehatnya. Puas dengan payudara kiri, mulut Sutanto cepat bergeser dan hinggap di payudara kanan Laura. Pria tua itu mulai mengenyot lagi. Sudah lama Sutanto tak mengenyot payudara wanita, tak heran dia kelihatan begitu nafsu dan serakah menyusu pada Laura.

Lihat saja, pipi guru cabul itu sampai kempot saat mengenyot kedua buah payudara Laura bergantian. Untuk semakin merangsang si bidadari cantik berkulit putih mulus, tangan Sutanto mulai bergrilya. Menyelip masuk ke dalam cd milik Laura dengan sangat mudah dan langsung menangkup isinya. Begitu hangat dan lembap. Persis seperti yang dibayangkan Sutanto. Tangan Sutanto mulai mengelus-elus naik-turun.
“uuummhhhhh….”, lirih Laura. Jari tengah Sutanto tepat di belahan bibir vagina Laura. Gairahnya semakin lama semakin naik. Nafas Laura kian memburu. Sutanto tahu kalau dara cantik ini memang sudah benar-benar terangsang. Hawa hangat tubuhnya menandakan gairah yang mulai terpancing. Dengan gerakan cepat, Sutanto melucuti satu-satunya pakaian yang menempel di tubuh Laura. Celana dalam Laura diturunkan Sutanto sampai lutut. Tatapannya nanar dan takjub melihat daerah intim Laura. ‘apem’ Laura terlihat sangat menggiurkan, mulus, rapat, dan wangi. Tanpa ragu-ragu, Sutanto langsung membenamkan wajahnya ke selangkangan Laura yang sudah tak terlindungi lagi.

“aaahhh jangaan Paakk…jangaannhh….”, dengan sisa kesadaran dan tenaganya, Laura menahan kepala Sutanto menjauh dari daerah pribadinya. Tentu guru tua itu tetap bersikeras. Dia menjulurkan lidahnya, menyentuh bibir kemaluan Laura.
“aahmm…”, tubuh Laura bergetar. Tenaganya mengendur setelah ‘terbuai’ belaian lidah Sutanto pada vaginanya. Guru cabul itu pun langsung menggunakan kesempatan dengan membenamkan kepalanya semakin masuk ke selangkangan Laura.
“ccpphh emmm enaakk….”, desah Sutanto terus menjilati vagina Laura.
“mmhhh uummm Paaaakkhhhh….”. Laura tak bisa menahan sensasi nikmat pada selangkangannya. Baru pertama kali ini, ada seseorang yang menciumi dan menjilati kemaluannya. Dia tak pernah menyangka kalau rasanya sungguh enak seperti ini. Meski dalam pengaruh pelet, Laura masih ‘dirinya’ sendiri. Dia benar-benar sadar kalau vaginanya sekarang sedang ‘diinvasi’ oleh seorang pria yang bukan suaminya, bahkan baru beberapa hari dikenalnya.

Tapi, seakan-akan dia tak mampu menghentikan perbuatan Sutanto atau mungkin lebih tepatnya, dia tak ‘mau’ menghentikan Sutanto. Itulah cara kerja pelet yang digunakan Sutanto. Membuat si korban pasrah terhadap perlakuan apapun dari si pengguna pelet, tapi korban masih dalam keadaan ‘sadar’. Mungkin pelet Sutanto lebih tepat dibilang hipnotis tingkat lanjut. Laura benar-benar tak berdaya lagi menahan ‘serangan’ lidah si guru cabul pada daerah pribadinya. Yang tadinya kedua tangan Laura ingin menjauhkan kepala Sutanto, kini malah menekan kepala Sutanto ke selangkangannya sendiri. Dan kedua kaki Laura secara alami melebar, Sutanto pun semakin leluasa menggerogoti vagina Laura.
“aaahh ahhh aaahhh EEMMMHHHHH !!!!!”, Laura mengerang kencang, tubuhnya menegang, dia menekan kepala Sutanto sekencang-kencangnya sambil memajukan pinggulnya.
“srrruuppphhh ssrrpphhh”, dengan rakusnya Sutanto mengkokop ‘kuah’ vagina Laura. Rasanya asin, gurih, dan juga manis. Kaya akan rasa.


Sutanto
Sutanto pun memegangi pantat Laura agar alat kelamin bidadari cantik itu tetap bisa disosor olehnya.
“udaahh…udaaahhh…”, desah Laura memohon agar Sutanto berhenti menjilati vaginanya. Laura menggigit bibir bawahnya dan kembali berusaha mendorong kepala Sutanto. Wajah bidadari cantik itu merah dan terlihat sangat bergairah. Tak dapat dipungkiri, rasa kenikmatan yang memuncak lalu dilepaskan alias orgasme tadi benar-benar membuat Laura merasakan enak luar biasa. Bidadari cantik itu tak pernah merasakan orgasme sebelumnya, tak heran ia sangat menikmatinya.
“aahhh udaahh Paakhhh emmm udaaahhhhh”, pinta Laura memelas dan berusaha sekuat tenaga menjauhkan Sutanto dari kemaluannya. Namun, otak dan tubuhnya tidak sinkron. Tubuhnya ketagihan dengan rasa nikmat dari jilatan demi jilatan Sutanto. Alhasil, Laura seperti ogah-ogahan ‘menolak’ kemauan Sutanto.
“UUMMMHHHHH !!!”, pria tua itu pun berhasil membuat ‘sungai’ surga duniawi milik Laura kembali mengalir. Diminumnya seperti orang kehausan.

“memek neng Laura enak. hehehe”. Laura tak berkata apa-apa, dia hanya terduduk lemas. Wajahnya terlihat seperti orang kepayahan, nafasnya tak teratur, keringat bercucuran, dan wajah memerah. Daerah selangkangannya terasa begitu basah, namun terasa enak, dan tubuhnya pun terasa ringan. Sedang terjadi pertempuran batin di hati Laura. Satu pihak menyuruhnya untuk tidak mengagumi kenikmatan yang ia rasakan, di lain pihak, ia mengakui kalau tadi adalah rasa paling luar biasa yang dirasakannya. Sementara itu, Sutanto sudah melucuti celananya. ‘rudal’nya mengacung tegak mengarah ke Laura seakan sudah menentukan targetnya. Laura menatap penis Sutanto yang kelihatan besar dan kekar itu. Baru kali ini ia melihat penis pria secara langsung dengan kedua matanya sendiri. Dia terlihat ngeri dan takut, bergidik karena benda tumpul mirip pentungan itu terlihat sangat besar. Meski Laura tak pernah berhubungan intim satu kali pun alias perawan ting-ting, tentu dia tahu kemana kejantanan itu akan ‘berkunjung’.

Dan rasanya liang vaginanya tak akan mampu menampung benda sebesar itu. Apa? tunggu. Laura sadar kalau tadi dia baru saja memikirkan bagaimana jika sampai penis Sutanto menjejali vaginanya. Kenapa dia memikirkan itu ? bukankah harusnya dia bisa melawan lalu kabur, pikir Laura yang mulai mengalahkan pengaruh pelet dengan harga diri dan kesadarannya. Namun, terlambat. Sutanto menekan pipi Laura dan langsung menghujamkan penisnya ke dalam mulut Laura.
“ugghh ugghh”, air mata merembes keluar dari sela-sela mata Laura.
“ohog ohog ohog….”, Laura terbatuk-batuk dan merasa mual sekali. Hujaman penis Sutanto mengenai kerongkongannya berkali-kali. Saat Laura masih megap-megap mengambil nafas, Sutanto mencekoki Laura dengan penisnya lagi. Pengaruh pelet itu pun kembali menguat dan ‘meninju’ kesadaran Laura sampai K.O. Kini, gadis cantik itu sudah benar-benar akan menjadi mangsa nafsu Sutanto. Saat Sutanto mengeluarkan penisnya dari mulut Laura, dengan sendirinya, gadis cantik itu membuka mulutnya dan ‘mencaplok’ burung Sutanto.

Laura mengulum kemaluan Sutanto sambil terus menggumam seperti orang yang sedang menikmati ‘sajian’ yang lezat.
“mm…mm…wah, neng Laura demen ya sama burung Bapak ?”, ejek Sutanto sambil mengeluh-eluh keenakan. Memang teknik Laura masih sangat kaku, tapi emutannya cukup membuat Sutanto keenakan. Laura kelihatan benar-benar larut ketika mengemut-emut kepala penis Sutanto.
“udah neng. sekarang kita langsung aja….”. Sutanto membantu Laura berdiri. Laura mengangkat kedua kakinya bergantian saat cdnya yang masih menyangkut di lututnya diturunkan Sutanto. Jadilah Laura telanjang bulat di hadapan Sutanto. Sutanto pun sudah ngaceng berat, di depannya berdiri seorang bidadari berwajah cantik luar biasa, berkulit putih mulus, bugil, dan lebih bagus lagi, tak berdaya melakukan apapun karena dalam pengaruh peletnya. Pria tua itu sudah tak sabar ingin ‘menjarah’ tubuh menggiurkan Laura. Laura diletakkan di tempat tidur oleh Sutanto.

Sutanto pun melucuti bajunya sampai ia telanjang juga. Kini, kedua manusia itu sama-sama telanjang bulat dengan 2 kondisi berbeda. Yang satu, sadar kalau akan memperkosa seorang artis muda yang sangat cantik dan melampiaskan nafsu birahi kepadanya. Yang satu lagi, memang sadar, namun dia seperti tak bisa mengontrol tubuhnya sendiri dan membiarkan dirinya diperkosa. Sutanto melebarkan kedua paha Laura untuk memperjelas sasaran tembaknya yang tak lain adalah alat kelamin Laura. Sutanto sengaja menggesek-gesekkan penisnya ke belahan vagina Laura yang sangat tertutup rapat.
“umm ummm”, gumam Laura pelan, pinggulnya naik-turun seperti ‘mencari’ pasangannya. Sutanto tersenyum licik, dia ingin mempermainkan batin si dara cantik itu terlebih dahulu.
“gimana, neng? masukin nggak?”, goda Sutanto yang terus menggesek-gesekkan alat kelaminnya ke vagina Laura.
“masukin, Paakhh…pleaseee….”, lirih Laura memelas.
“oke deh…hehe…”.
“heekh…ennggg…”, Laura terpaku dan matanya terbelalak saat kepala penis Sutanto mulai mendobrak bibir vaginanya masuk ke dalam.

Bejat tapi masih baik. Sutanto tak tega melihat Laura yang kelihatan menahan rasa sakit yang teramat sangat. Dia tak bergerak, memberikan waktu agar Laura bisa beradaptasi. Sutanto mulai memajukan ‘cacing’ besarnya, menggali vagina Laura lebih dalam.
“heennn….”. Agak dalam, Sutanto bisa merasakan penisnya merobek sesuatu. Dorong perlahan hingga akhirnya, seluruh batang keperkasaannya amblas ke dalam liang kewanitaan Laura dan pas mentok sampai di ujung rahim Laura.
“oohhh…..”, desah Sutanto. Liang vagina Laura benar-benar hangat, sangat sempit, dan juga peret. Inilah kedahsyatan menyodok vagina yang masih perawan. Sutanto pun merem melek, penisnya seperti dicengkram kuat sekaligus dipijit-pijit oleh dinding vagina Laura. Selangkangannya terasa amat pedih, penuh sesak, dan rasanya seperti terbakar. Air mata Laura merembes keluar lagi. Baru pertama kali, tapi dinding vaginanya sudah dipaksa melar untuk benda tumpul yang sangat besar itu.

“nnhhh..”, Laura menggigit bibir bawahnya saat Sutanto menarik penisnya perlahan. Dara cantik itu merasa vaginanya seperti ikut tertarik. Sutanto mendorong lagi penisnya masuk ke ‘gua cinta’ milik Laura secara perlahan. Tarik-ulur perlahan, sengaja untuk membiasakan artis cantik itu menerima ‘tikaman’ penis pada kemaluannya. Sambil ‘melatih’ Laura, Sutanto pun memperhatikan batang penisnya yang berlumuran darah. Darah keperawanan dari selaput dara Laura yang sudah robek.
“emmmhhh….”. Lenguhan kesakitan itu mulai berubah jadi gumaman nikmat.
“umm….”. Laura masih merasakan perih namun sudah bercampur dengan rasa nikmat yang luar biasa sehingga dia mulai menikmati rasa enak dari penis Sutanto yang ‘menyikati’ liang vaginanya perlahan. Kian lama rasa nikmat itu semakin kuat, Laura mulai mengeluarkan desahan-desahan penuh kenikmatan.
“plk plk plk plk”. Sutanto mulai meningkatkan tempo tumbukan penisnya terhadap vagina Laura.
“aaahhh aaahhh uummhhh mmmhhh”, nafas Laura semakin cepat, berbanding lurus dengan kecepatan hujaman penis Sutanto.

“cllkk cllkk cllkk”. Liang vagina Laura semakin becek, Sutanto makin mudah mempercepat hujaman penisnya.
“plok plok plok plok”, bunyi selangkangan mereka yang beradu dengan cepat.
“emmmmhhhh mmmhhhh….”. Tubuh Laura pun mengejang dan memeluk Sutanto dengan erat. Pria tua itu berhenti sejenak sekedar ingin meresapi siraman vagina Laura yang begitu hangat pada batang kejantanannya. Tak lama kemudian, Sutanto mulai menggenjot lagi.
“ccpphhh ccpphhhh”. Sutanto melumat bibir Laura dengan sangat bernafsu, dan Laura juga membalasnya dengan begitu bergairah. Bibir mereka saling kejar mengejar, lidah mereka saling belit membelit. Bagai sepasang kekasih yang bercumbu dengan panasnya ketika bercinta, padahal Laura sedang dalam kondisi diperkosa. Bukan pelet yang membuat Laura membalas ciuman Sutanto dengan penuh gairah. Dalam tahap ini, tidak perlu pelet untuk membuat Laura menjadi sangat ‘bergairah’ dan kooperatif.

Nafsu birahinya sendiri yang membuat Laura berubah 180 derajat seperti itu.
“oohhhh…”, desah Laura lepas. Rasa nikmatnya tak bisa dilukiskan. Tak terbayangkan kalau bersetubuh akan senikmat ini. Kedua kaki Laura pun melingkar di pinggang Sutanto. Kedua tangannya merangkul leher guru tua itu. Aroma tubuh Laura yang wangi bercampur keringat dari birahinya yang sedang menggelora benar-benar sangat membangkitkan hawa nafsu Sutanto. Si guru tua semakin gencar menyodok-nyodok vagina si gadis cantik. Tak jarang juga, ia memutar pinggangnya agar penisnya bisa mengaduk-aduk rahim.
“ooouuhhh aaahhhh uummhhh….”. Nafas keduanya semakin menderu-deru, keringat mereka bercucuran semakin banyak. Desahan dan eluhan mereka pun saling bersahut-sahutan. Baik si bapak tua maupun si gadis muda sedang terengah-engah, berlomba mencapai puncak dari kenikmatan yang mereka dapatkan dari alat kelamin mereka yang terus saling bergesekkan.
“ooh aah ooh aah ouuhh !!”.
“jleb !”. Sutanto mendorong penisnya sekuat tenaga sampai Laura juga ikut terdorong.

“OOKKHHHH !!!!”, erang Sutanto melepaskan orgasmenya.
“OOUUUHHHH !!”, Laura mengerang juga. Letupan sperma Sutanto begitu kuat sampai membuat tubuh Laura berkedut-kedut setiap kali rahimnya ‘ditembak’.
“hhhhh….”. Keduanya mengatur nafas mereka yang tak teratur. Sutanto memandangi wajah Laura. Betapa puasnya dia telah menggumuli wanita yang begitu cantiknya. Dan tambah puas mengingat di dalam rahim bidadari yang sedang dipandanginya itu telah menggenang air maninya. Terbayang oleh Sutanto kalau Laura sampai hamil olehnya. Laura pun menatap kosong ke langit-langit rumah Sutanto. Hilang sudah keperawanannya. Direnggut oleh seorang pria tua yang berprofesi guru namun cabul. Tapi Laura bingung, apakah dia baru saja diperkosa atau baru saja bercinta. Dibilang diperkosa, tapi tadi ia pasrah dan melayani Sutanto dengan sangat bergairah. Dibilang bercinta, tapi tadi kadang Laura sadar kalau dia dipaksa melakukan hubungan badan. Yang jelas Laura benar-benar merasa sangat lemas, namun terasa enak dan lega.

Dalam hatinya ia juga mengakui kalau sensasi tadi benar-benar sangat luar biasa. Dan rasa hangat pada rahimnya juga membuat Laura merasa nyaman. Inikah yang namanya surga duniawi ?, tanya Laura sedang mencoba berusaha menelaah sensasi terhebat yang pernah ia rasakan pada hidupnya yang baru saja ia rasakan tadi. Harga dirinya sebagai wanita terhormat dan berpendidikan mengatakan seharusnya ia bersedih karena mahkota tubuhnya alias keperawanannya telah hilang. Namun, naluri alaminya sebagai wanita mengatakan kalau pergumulan tadi adalah momen yang sangat luar biasa nikmat dan ingin merasakannya lagi. Wajah cantik Laura terlihat begitu polos dan alami. Sungguh wajah yang mirip bidadari, ujar Sutanto berpuitis di dalam hatinya. Penis Sutanto yang telah menumpahkan isinya ke dalam rahim Laura pun kian menyusut. Dia mencabut penisnya. Dan seketika cairan putih agak kemerah-merahan pun meleleh keluar dari sela-sela bibir kemaluan Laura.

Lendir kental yang terbuat dari cairan cinta Laura, darah perawan Laura, dan air mani Sutanto meleleh keluar dari celah sempit di selangkangan Laura. Lendir kehidupan, di situlah setiap manusia berasal. Sutanto pun menindih Laura lagi, mencumbui lehernya untuk menaikkan gairah si cantik itu lagi.
“emmhhh….”. Leher, bibir, dan payudara Laura menjadi target cumbuan Sutanto. Alhasil, Laura bergairah kembali. Ia menunjukkannya dengan cara membalas pagutan Sutanto penuh gairah. Berhasil membuat gadis cantik seperti Laura terangsang kembali tentu membuat Sutanto ereksi penuh lagi. ‘tongkat pacul’nya sudah siap digunakan untuk menggarap ‘sawah’ yang ada di depannya. Malam itu, mungkin 3-4 kali Sutanto menikmati tubuh indah Laura. Laura pasrah dirinya dicabuli terus oleh Sutanto. Pertama saja dia tak bisa melawan apalagi seterusnya saat dia sudah lemas dan tak berdaya. Jadi, tak ada pilihan lain selain pasrah. Lagipula, tak bisa dipungkiri, Laura malah kelihatan begitu menikmati disetubuhi oleh guru tua itu berkali-kali.

Tubuhnya terasa lemas sekali, bagai tak punya tulang. Laura pun tertidur. Burung Sutanto pun sudah lemas, tak bisa ‘meludah’ lagi. Keduanya tertidur. Sutanto yang biasa bangun pagi, bangun duluan. Ia tersenyum melihat Laura yang masih terlelap. Tubuhnya telanjang, tak mengenakan apapun. Sutanto geleng-geleng kepala. Kulitnya benar-benar putih mulus, indah sekali. Guru tua itu berencana untuk ‘memiliki’ Laura agar bisa menggenjot gadis cantik itu kapanpun ia mau. Saatnya strategi pembuat takluk dilaksanakan. Strategi dengan ilmu magis yang digunakan Sutanto terhadap Laura sebenarnya sama dengan istrinya yang telah meninggal. Ya, istrinya yang dulu merupakan kembang desa juga korban dari kehebatan ilmu magis Sutanto. Pertama, dipelet tingkat lanjut, diperkosa, lalu digumuli terus menerus sambil dicekoki ramuan agar menjadi tunduk dan patuh, sebelum akhirnya dipersunting menjadi istri. Sutanto menyiapkan sarapan untuknya sendiri dan untuk Laura. Setelah rapih, dia komat-kamit di depan pintu rumah lalu meludah ke pintu rumahnya.

Prosedur yang harus dilakukannya agar Laura tidak mau meninggalkan rumah. Laura terbangun. Selangkangannya terasa begitu ngilu dan juga lengket. Teringat tentang kejadian tadi malam. Laura menangis. Harga dirinya telah hilang. Selain itu, dia menangis karena kecewa dengan dirinya sendiri. Kecewa karena dia seharusnya tak menikmati pergumulan tadi malam. Cukup lama dia menangis, namun terhenti karena perutnya sangat lapar.
“aaww uww….”, Laura turun dari tempat tidur dengan perlahan. Selangkangannya terasa ngilu sekali. Tadi malam, Sutanto juga menjebol anusnya. Tak heran kalau Laura merasa begitu ngilu. Laura menuju kamar mandi. Dia membersihkan tubuhnya, terutama selangkangannya yang ‘kotor’. Tak ada handuk untuk mengeringkan tubuhnya. Dia pun kembali ke kamar, mencari pakaiannya. Tak ditemukan. Sambil berbasah-basahan, Laura berjalan pelan ke semua sudut rumah untuk mencari pakaiannya, tapi tetap tak ketemu. Saat mencari, Laura mencium aroma makanan yang membuat perutnya bernyanyi keroncong.

Naluri alaminya membuatnya berhenti dan membuka tudung saji. Dia semakin lapar melihat nasi goreng telur yang ada di meja. Berpikir tak ada orang lain, Laura memutuskan untuk duduk dan menyantap nasi goreng itu dalam keadaan telanjang bulat. Laura makan dengan buru-buru. Dia merasa was-was, takut ada yang melihatnya telanjang. Tapi juga ada perasaan menggelitik, liar, dan begitu nakal. Baru kali ini Laura tak mengenakan apapun di luar kamar. Dan lebih parah lagi, Laura telanjang di rumah orang. Dia merasa begitu liar, sensasi yang aneh namun cukup memberi rasa gelitik di dirinya. Usai makan, Laura cepat-cepat masuk ke dalam kamar. Dia berusaha berpikir jernih. Lemari pakaian yang ada di dalam kamar terkunci. Tadi dia juga sudah mencari ke segala ruangan untuk menemukan sesuatu yang bisa dikenakannya, tapi tak ada. Dia memandang seprei yang acak awut dan ada bercak-bercak putih kemerah-merahan. Benarkah ia mau memakai seprei kotor yang telah menjadi saksi bisu atas hilangnya keperawanannya ?.

Di saat itulah, Laura melihat sarung yang ada di pojok kasur. Masa bodohlah, Laura pun mengenakan sarung itu dan melilitkan ke tubuhnya. Dia terlihat seperti memakai kemben. Lumayan lah, bisa menutupi dari dada sampai lututnya. Laura pun duduk di kasur, memikirkan nasibnya saat ini. Sebagai seorang wanita, kalau sudah tidak perawan, maka seperti tak ada masa depan lagi untuknya. Tapi, mau apa dikata, nasi sudah jadi nasi goreng. Tak bisa diubah lagi. Sekarang yang menjadi pikiran Laura, bagaimana caranya dia keluar dari rumah itu. Tak mungkin dia keluar menuju mobilnya yang diparkir di depan rumah Sutanto dengan hanya menggunakan sarung untuk menutupi tubuh telanjangnya. Kalaupun ia nekat, pasti akan ada orang yang melihatnya, dan tentu akan berpengaruh padanya karena ia public figure. Apa kata wartawan jika ada yang tahu kalau dia baru saja keluar dari rumah seorang duda dengan hanya mengenakan sarung saja pada tubuhnya.

Belum lagi, ia khawatir kalau guru tua yang bejat itu telah mengambil gambar atau videonya saat dia tertidur tanpa mengenakan busana. Akhirnya, dengan terpaksa, Laura memutuskan untuk tinggal dan menunggu Sutanto datang. Itulah kegunaan mantera Sutanto tadi, membuat Laura secara tak sadar ingin tetap tinggal di rumah Sutanto. Batin Laura seperti memberi 1001 macam alasan baginya agar tak meninggalkan rumah itu padahal pintu rumah tidak dikunci Sutanto. Selama menunggu, Laura malah kepikiran tentang kejadian tadi malam. Ia seperti terngiang-ngiang akan ‘burung’ Sutanto dan keperkasaan guru tua itu tadi malam. Seberapa keras pun Laura mencoba untuk menghilangkan pikiran ‘nakal’ itu, tetap saja dia kembali tersipu dan terbayang disetubuhi Sutanto lagi, seperti orang yang sedang jatuh cinta, selalu membayangkan momen-momen indah bersama orang yang dicintainya. Semakin dibayangkan, Laura merasa sedikit ‘lucu’ pada daerah intimnya. Rasanya gatal menggelitik. Tanpa sadar, Laura menggerakkan tangannya dan mulai mengelus-elus lembut miss V-nya.

“emmm….”, gumam Laura lembut. Elusan-elusan tangannya sendiri memberikan rasa nikmat kepadanya. Laura mulai semakin intens mengusap-usap bibir vaginanya.
“uummhhh hmmmmhhh….”. Semakin lama memang semakin nikmat, tapi juga semakin ‘gatal’, terutama pada bagian dalam vaginanya.
“uwwmmhhh….”, sambil menggigit bibir bawahnya, Laura memasukkan jari telunjuknya. Baru kali ini ia melakukan masturbasi, tapi ia kaget sendiri kenapa ia lancar sekali melakukannya. Enak sekali rasanya, semakin dipercepat gerakan jarinya, maka semakin enak.
“aahhmmm eemmhhh”. Jari tengah Laura menyusul masuk dan membuat dara cantik itu semakin larut dalam masturbasinya. Saking larut dan terangsangnya, Laura tidak sadar kalau ada yang memperhatikannya bermasturbasi.
“aaah aahh ahhh AHNNNN !!!!”, tubuh Laura menekuk ke atas, begitu tegang. Pinggul Laura sampai terangkat dari kasur.
“hhh hhh hhh…”, Laura mengatur nafasnya, tubuhnya terasa ringan dan sekarang menjadi rileks.

“eh neng Laura belum pulang ?”. Laura langsung kaget. Refleks dia langsung menarik kain sarungnya untuk menutupi daerah intimnya. Wajahnya makin merah, nafasnya terengah-engah.
“neng Laura abis ngapain ? kok ngos-ngosan gitu ?”, ejek Sutanto. Laura tak menjawab, dia merasa sangat malu. Pasti Sutanto tahu kalau tadi ia masturbasi.
“neng Laura laper ? nih Bapak bawain makanan…”.
“kok diem aja ? mau nggak nih ?”. Laura tetap diam.
“yaudah, Bapak makan sendiri kalau begitu…”.
“kruuuk…”, perut Laura bernyanyi lagi. Sudah sewajarnya, makanan terakhir yang masuk ke dalam perutnya adalah sarapan tadi pagi dan sekarang sudah sore menjelang malam. Tak bisa menahan rasa laparnya lagi, Laura keluar kamar. Sutanto sudah berganti baju dan membawa 2 gelas minuman.
“nah. neng Laura keluar juga. pasti neng Laura laper kan ? ayo sini, neng. Bapak beli pecel ayam nih buat kita berdua”. Sutanto begitu ramah, seperti tak terjadi apa-apa saja, menciptakan deja vu bagi Laura. Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, Laura makan pecel ayam ditemani Sutanto.

“Pak. tas, baju saya mana ?”, tanya Laura dengan nada dingin.
“oh ada di dalem lemari, neng. sebentar”.
“ini, neng…”. Laura mengambil pakaian dan tasnya dan masuk ke dalam kamar. Tak lama kemudian, Laura keluar, sudah mengenakan pakaiannya dan menjinjing tasnya.
“permisi, Pak. saya pulang dulu..”, Laura masih bisa berlaku sopan.
“iyaa, neng. hati-hati”, jawab Sutanto dengan santai dan tersenyum. 2 hari telah berlalu.
“tok tok tok…”. Seperti yang diduga Sutanto. Laura yang mengetok pintu. Bidadari imut itu berdiri di ambang pintu dengan pakaian anggun seperti biasa pada malam hari.
“Pak…”. Tiba-tiba Laura memeluk Sutanto. Dalam 2 hari, Laura yang memang sudah terkena pelet Sutanto, selalu kepikiran guru paruh baya yang telah mengambil kegadisannya itu. Ditambah, dia sudah terkena ‘tongkat sihir’ Sutanto, tak heran kalau Laura jadi begitu. Tersenyum penuh kemenangan, Sutanto merangkul Laura masuk ke dalam, kemudian menutup dan mengunci pintu.

“ccpphh mmmhh ccpphhh mmmmhhh. neng..Laura..kenapa..ke..sini. .ccpphh mmhh”, ucap Sutanto terputus-putus karena sambil bercumbu penuh gairah dengan Laura. Keduanya saling memagut begitu nafsu, lidah mereka bergantian masuk ke dalam rongga mulut satu sama lain.
“saya…ke..inget…emmhh…bapak…te russ…ccppphhh…mmmmhhh ccpphhh….”. Tanpa membalas, Sutanto pun menyingkirkan kedua tali gaun yang menyangkut di pundak Laura. Laura mengangkat kedua tangannya agar tali gaunnya bisa lepas. Gaunnya pun meluncur ke lantai dengan mudahnya. Tinggalah bra dan cd yang melekat di tubuh Laura. Sambil terus asik melumat bibir Laura yang lembut, Sutanto membuka kaitan bra Laura. Dan terakhir, Sutanto memelorotkan celana dalam dara jelita itu. Laura pun mengangkat kedua kakinya bergantian. Jadilah ia telanjang bulat di depan Sutanto. Tubuh yang begitu indah dan putih mulus. Sutanto mendekap tubuh Laura dan menciumi lehernya bertubi-tubi.
“ahhmmm Bapak aahh…”, desah Laura begitu manja sambil menggeliat kegelian.

Laura tak memikirkan lagi kalau dia sudah tak mengenakan apapun sedangkan Sutanto masih berpakaian lengkap, dia malah sedang keenakan diciumi Sutanto di lehernya. Sutanto pun langsung menuntun bidadari cantik ke dalam kamar agar bisa segera menemaninya pergi ke ‘surga’. Sangat amat berbeda sekali Laura sekarang dengan Laura 2 hari lalu. 2 hari lalu Laura masih malu dan kaku sekali, tapi sekarang dia bergoyang begitu bersemangat. Alhasil, sepasang insan manusia itu pun bercinta penuh gairah, begitu menggelora dan sangat bernafsu. Laura kelihatan sangat puas bisa merasakan pentungan Sutanto lagi. Artis berwajah cantik polos itu kelihatan sangat amat menikmati sodokan demi sodokan dan goyangan-goyangan penis Sutanto pada vagina dan anusnya. Tak menyia-nyiakan kesempatan, setiap penisnya sudah mampu lagi setelah orgasme, Sutanto kembali menggasak Laura lagi. Bagai tak ada puasnya bercinta, keduanya melakukannya berulang-ulang hingga akhirnya dini hari dan mereka benar-benar tak kuat lagi. Mereka berdua tidur dengan batin yang puas.

“neng. Bapak berangkat dulu ya…”, bisik Sutanto pelan dan mengecup pipi Laura.
“mm ? iya…”, jawab Laura sebisanya. Sutanto pun berangkat kerja, dia sudah membuatkan sarapan untuk Laura yang tentu sudah dijampi-jampi supaya Laura semakin tergila-gila dan tunduk padanya. Tak lupa Sutanto membacakan mantera di depan pintu rumahnya seperti kemarin supaya Laura ‘enggan’ meninggalkan rumah. Laura bangun.
“nnggggg….”, dia meregangkan anggota tubuhnya alias ngulet. Dia turun dari tempat tidur, selangkangannya terasa ngilu. Tak ada angin, tak ada hujan. Laura senyum-senyum sendiri dan tersipu malu saat melihat sprei tempat tidur yang awut-awutan. Tak pernah dibayangkannya kalau dia begitu puas dan menikmati berhubungan intim dengan lelaki tua yang bukan suaminya dan bahkan baru dikenalnya beberapa minggu terakhir ini saja. Harusnya ia membenci Sutanto karena keperawanannya telah diambil oleh guru tua itu, tapi dia malah begitu menyukai saat diintimi oleh Sutanto.

Laura sama sekali tak mengerti dengan perasaannya dan ia pun sampai ke keputusan akhir kalau dia akan bodo amat dengan kejadian yang menimpanya, dia akan mengikuti nalurinya saja. Go with the flow. Lagipula, tak ada yang tahu kalau dia ditiduri oleh seorang pria tua kecuali mereka berdua saja. Laura menghubungi ibunya dan berpura-pura sedang bersiap-siap syuting. Tentu ibunya percaya sebab Laura tidak pernah bohong ke keluarganya selama ini. Laura bilang kalau dia akan menginap di rumah teman perempuannya dekat lokasi syuting supaya mudah dan tidak perlu pulang atau pergi larut malam. Ibunya setuju sekali kalau Laura menginap supaya tidak bahaya pulang atau pergi larut malam. Andai ibunya tahu kalau anaknya menginap di rumah seorang oknum guru tua yang mesum. Ibunda Laura benar-benar tak tahu kalau anaknya telah ditiduri dan dicabuli berkali-kali oleh seorang pria tua yang tak pernah dikenalnya. Laura pun menutup telpon dan menaruhnya ke dalam tas yang ada di meja kecil samping tempat tidur.

Tiba-tiba ada perasaan nakal di hati Laura. Entah kenapa ia ingin mengulangi yang kemarin. Laura membuka pintu kamar perlahan, dia mengendap-endap keluar. Hatinya berdegup kencang. Sensasi luar biasa, merasa deg-degan sekaligus begitu bebas dan liar. Makan tanpa mengenakan sehelai benang pun. Apalagi, Laura belum membersihkan tubuhnya. Sperma Sutanto masih membekas di sekitar selangkangan Laura. Bau air mani pun masih tercium tajam dari tubuh Laura. Selama makan, selalu muncul khayalan di pikiran Laura. Khayalan tentang ada beberapa orang yang mendobrak masuk dan menemukannya telanjang bulat atau juga berkhayal, tiba-tiba Sutanto masuk dan ‘memperkosa’nya dengan beringas di meja makan. Laura tak tahu imajinasi liar dan nakal seperti itu datang darimana, tiba-tiba saja datang, dan selalu muncul meski ditolak berkali-kali oleh batin Laura. Tapi yang jelas, imajinasi-imajinasi nakal berdurasi pendek di pikiran Laura membuat bagian bawah bidadari cantik itu menjadi lembap.