Salam kenal, saya seorang penggemar game, anime dan hentai. Sudah 2 tahun lebih saya mengenal situs 17Tahun.com, namun belum pernah saya melihat satupun cerita yang bersetting dunia game dan anime, padahal di situs-situs dan milist asing ada begitu banyak cerita-cerita yang berbau hentai. Maka untuk itu saya memberanikan diri untuk menjadi orang pertama yang memulainya. Bukankah sejarah terukir dari mereka yang berani mendobrak tradisi? Bukankah penulis adalah ‘Dewa’ bagi tulisan dan karakternya? jadi boleh dong mengembangkan imajinasi seluas-luasnya. Semoga langkah saya bisa menjadi awal perkembangan hentai fanfics berbahasa Indonesia. Bagi para hentaimania ditunggu karya-karyanya, OK!

*****

Kisahnya bermula dari sebuah kota bernama Racoon City, sebuah kota yang tenang dan damai, sampai terjadinya bencana virus yang disebarkan Umbrella Corp. Kota itu mulai menjadi kota yang mencekam dengan munculnya makhluk-makhluk tak dikenal yang meminta banyak korban. Seluruh kota dipenuhi zombie hasil perubahan genetik yang disebabkan T-virus itu. Malapetaka itu menyebabkan Racoon City lumpuh total menjadi puing-puing seperti sedang dalam situasi perang. Tindakan diambil dengan mengirimkan pasukan khusus STARS (Special Tactical and Rescue Squad) untuk mengendalikan situasi. Jill Valentine (23 th), salah satu anggota unit STARS, adalah seorang gadis yang berkemauan keras dan cerdas, dia mahir dalam menggunakan senjata dan teknik membuka kunci.



Dalam misi ini Jill terhalang beberapa kali oleh makhluk-makhluk aneh dan penduduk yang telah berubah menjadi zombie. Dia menjelajahi kota mengerikan itu dan bertarung mati-matian dengan mereka. Di suatu sudut kota dia sedang sIbuk menghadapi seorang zombie yang menghadangnya, dengan sebuah tembakan dari S&W 44 magnum miliknya membuat kepala zombie itu pecah dan roboh ke tanah.

Jill terus berjalan sampai ke sebuah gang yang terhalang sebuah truk yang hancur menabrak tembok, dikursi kemudi tampak mayat si sopir dan temannya yang kondisinya mengenaskan. Jill bukanlah Jill jika melihat mayat saja menghentikan langkahnya, maka dengan hati-hati dia memanjat truk itu dan mengintai situasi di gang. Gang itu berbentuk perempatan yang dikelilingi gedung-gedung tinggi. Sebagai tentara yang terlatih tentu dia mengecek dulu situasi di sana, dilihatnya setiap sisi, yakin tidak ada apa-apa dia meloncat turun dari truk itu. Masih dengan waspada diintainya kedua belokan di gang itu memastikan apakah ada zombie yang menyergap. Dia tidak melihat apapun dan diapun meneruskan langkahnya ke arah pintu di penghujung gang itu.

Diputarnya gagang pintu, tidak terbuka. Dengan keahliannya membongkar kunci, dipakainya seutas kawat, dan klik.., klik.., nampaknya usahanya membuahkan hasil. Kembali diputarnya gagang pintu, masih tidak terbuka, ternyata pintu besi itu dipalang dari dalam. Jill mulai cemas, terlintas firasat buruk di hatinya bersamaan dengan terdengar suatu suara dari belakang.
“Hallo.., siapa disana!”, dia melihat sekeliling sambil bersiap dengan Magnum-nya.
Akhirnya nampak 2 zombie berjalan mendekat, lalu Doorr..! Doorr..! terdengar 2 letusan tembakan disusul ambruknya kedua mayat hidup itu. Kemudian dia mengisi kembali magnumnya dengan peluru yang sudah tinggal sedikit.

Baru saja dia berjalan meninggalkan area itu, tiba-tiba dari kedua belokan gang terdengar suara raungan zombie tersebut, “Eeerrgghh.. eerrgghh..!!” Dan dilihatnya dari sisi kanan muncul 3 zombie dan 2 lagi dari sisi kirinya. Sadar amunisinya sudah tidak banyak, Jill memilih kabur dari situ dan dia berlari ke arah reruntuhan truk tadi. Beberapa meter dari truk mendadak “Brakk..!!” pintu truk terdobrak dari dalam, kini kedua mayat di truk itu sudah bermutasi menjadi zombie mengerikan.

Kali ini Jill benar-benar terpojok, sementara dibelakangnya zombie-zombie itu semakin dekat saja jaraknya. Akhirnya sambil berharap lolos, Jill berinisiatif menerjang kedua zombie di hadapannya.
“Mampus, zombie sialan!” serunya sambil menembak pecah kepala zombie teman si sopir.
Tembakan kedua hanya mengenai bahu zombie sopir truk. Dengan sigap dia berlari sambil meninju jatuh zombie sopir truk dan membuka kesempatan untuk kabur.

Dengan satu lompatan Jill berhasil meraih atap truk itu. Namun malang baginya karena zombie-zombie itu sudah terlalu dekat, belum sempat dia memanjat, pergelangan kakinya sudah ditangkap oleh salah satu zombie dan diseret ke bawah. Tubuhnya terjembab dan segera para zombie itu mengerubutinya, dia masih sempat melubangi kepala seorang zombie wanita dengan sebuah tembakan sebelum zombie yang lain menepis tangannya sehingga pistolnya terlempar jauh.

Dia masih berusaha berontak dengan mencabut pisaunya dan menghujamkannya beberapa kali pada zombie yang menindihnya, serangan pisau sedahsyat tentu sudah bisa membunuh manusia biasa, tapi yang dihadapinya kali ini adalah mayat hidup yang tampaknya tidak terpengaruh oleh tikaman maut Jill. Kemudian dengan sigap salah satu zombie memegangi tangannya yang berpisau dan menepis pisau itu, sementara tangannya yang satu lagi pun sudah di tangkap oleh zombie yang lain. Sekarang Jill sudah tak berdaya, tubuhnya terkunci dan senjatanya sudah dilucuti, rontaannya semakin melemah karena kalah tenaga dengan keenam zombie yang mengeroyoknya. Dia memalingkan wajahnya ke samping dan memejamkan mata, pasrah menanti kematian yang sudah akan menjemputnya.

Namun setelah dua detik berlalu dia baru menyadari dirinya masih hidup, yang terasa adalah tetesan liur di pipinya dan juga remasan pada dadanya. zombie botak yang menindihnya mendekati wajah cantik berambut coklat itu, dengus nafasnya mulai terasa di leher Jill. Begitu membuka mata Jill tercengang melihat zombie-zombie itu sudah mengeluarkan penisnya yang besar dan sudah mengeras, si zombie botak kini menjilati lehernya yang jenjang, sedangkan zombie sopir merentangkan kedua pahanya.
“Oh.., tidak, mereka tidak membunuhku, mereka mau memperkosaku!”.
Jill mulai panik, tidak pernah terbayangkan olehnya bahwa dirinya akan diperkosa oleh mayat-mayat hidup yang mengerikan.

Dengan sekali sentakan kasar, zombie botak mengoyak robek seragam biru STARS-nya beserta bra di dalamnya sehingga tersembullah payudara C-cup yang menggiurkan. Kelima zombie lainnya tidak mau kalah ikut mencabik-cabik pakaian Jill, dan yang terakhir zombie sopir mengoyak celana dalamnya. Jill yang malang hanya bisa menjerit-jerit dan meronta, namun siapa di kota mati itu yang mendengar jeritannya, dan apalah artinya rontaannya melawan enam zombie yang sudah kalap.

Akhirnya seluruh keindahan tubuhnya kini terekspos jelas, tubuh putih mulus dengan puting kemerahan, yang tersisa di tubuhnya hanya sepatu bot dan sarung tangannya. zombie-zombie itu memulai aksinya, zombie negro meremas dada kirinya dan mengulum putingnya, sedangkan payudara kanannya dijilat-jilat oleh zombie pemuda kurus. Jilatan zombie botak dari lehernya kini mulai naik ke bibir indahnya, Jill menggeleng-gelengkan kepalanya untuk menghindari bibirnya di lumat zombie itu, dia merasa jijik membayangkan di-french kiss oleh mayat hidup.

Tapi akhirnya zombie botak itu berhasil melumat bibir Jill dan mendesak-desakkan lidahnya ke dalam mulut, dia hanya memejamkan mata ngeri menatap zombie yang mukanya sudah rusak dan matanya sudah ada bilatungnya itu, tubuhnya yang sudah busuk penuh bekas tusukan pisau barusan. Dua zombie lainya, yaitu zombie pria setengah baya dan zombie buruh bangunan menggerayangi bagian tubuh lainnya seperti pantat dan paha mulusnya.

Sekuat apapun dia bertahan lama-lama pertahananya bobol juga apalagi setelah kemaluannya mulai berlendir akibat dijilati dan dikorek-korek oleh zombie sopir. Mulutnya pun perlahan membuka dan dia merasakan lidah zombie itu sudah bermain-main dalam mulutnya. Jill merasa mual dengan bau busuk mayat-mayat hidup itu, tapi disaat yang sama rasa nikmat mulai menjalari tubuhnya. Mata Jill tiba-tiba terbelakak saat dirasakannya sesuatu memasuki vaginanya.

zombie sopir mulai mendorong masuk penisnya, sementara Jill merintih kesakitan, tubuhnya menegang berkeringat, dan jari-jarinya mencakar tanah. zombie sopir menekan lebih dalam lagi sampai penis itu melesak seluruhnya ke dalam vagina Jill, jeritan memilukan keluar dari mulutnya menggema di gang itu, tapi jeritan itu terputus karena si zombie botak yang sudah berpindah posisi ke belakang kepala Jill menjejali mulutnya dengan penis dan memaju-mundurkanya dengan cepat hingga buah pelirnya memukul-mukul hidungnya, rasa nikmat membuat Jill seolah melupakan penis zombie di mulutnya yang rasanya seperti daging busuk itu, dia terpaksa mengocok penis itu dengan mulutnya.

Di antara kedua paha mulus itu, zombie sopir mulai menusuk-nusukkan penisnya pada vagina Jill, nampak darah mengalir dari vaginanya yang baru saja diperawani. Tanpa sadar air mata mulai mengalir membasahi wajahnya, sesuatu yang sebenarnya pantang bagi pasukan elite seperti dirinya. Dia merasakan tubuhnya seperti tersengat listrik hingga berkelejotan, dia mengalami orgasme panjang. Bersamaan dengan itu pula zombie sopir dan zombie botak pun mencapai klimaks, kedua zombie itu mengerang nikmat. zombie botak menyemburkan maninya di mulut Jill, sehingga Jill yang saat itu juga sedang orgasme tersedak sampai cairan kental itu meleleh ke mulut dan lehernya. Cairan merah susu percampuran darah, cairan cinta, dan sperma nampak mengalir dengan deras di selangkangannya.

Setelah zombie sopir dan zombie botak melepas penis mereka, zombie lain segera menerima gilirannya. Kali ini zombie pria setengah baya dengan kasarnya menaikan tubuh Jill yang masih lemas itu ke atas tubuh busuknya lalu menancapkan penisnya. zombie itu menggerak-gerakkan pinggulnya naik-turun, Jill sendiri mulai merasakan birahinya bangkit kembali sehingga secara refleks dia ikut menaik-turunkan tubuhnya, payudaranya ikut bergerak naik turun seiring goyangan badannya, dari mulutnya yang blepotan sperma itu terdengar desahan-desahan nikmat. zombie negro mengambil posisi di belakangnya dan mulai mengarahkan penisnya yang hitam besar itu ke duburnya.

Jill meronta-ronta saat kepala penis makhluk itu mendesak masuk ke anusnya, tapi perlawanannya segera dapat diatasi, zombie-zombie yang lain memegangi tubuhnya dan zombie negro itu menyingkap anus Jill sambil menusukkan penisnya. Gigi Jill gemeretakan saat merasakan penis itu menerobos pelan-pelan ke anusnya, keringat dan air mata bercucuran di wajahnya yang cantik.

“Ahh.., ohh.., akkhh!!” desah gadis itu.
Kedua tangannya masing-masing mengocok penis zombie buruh bangunan dan zombie sopir. Zombie pemuda kurus kini berlutut di depannya, rambut Jill dijambaknya dengan kasar dan wajahnya didekatkan pada penisnya, dengan terpaksa dijilatinya dan dikulumnya penis mayat hidup itu. Sementara zombie negro sedang asyik menyodok-nyodok anus Jill, membuatnya merem-melek menahan sakit, di bawahnya zombie pria setengah baya menikmati goyangan Jill sambil menjilati payudaranya yang tidak jauh dari wajahnya.

Tidak satupun bagian tubuh Jill lepas dari jamahan mereka, rasa sakit sekaligus nikmat menjalari tubuhnya. Jill merasa sudah setengah tak sadar, dia hanya bisa menuruti saja diperlakukan apapun oleh zombie-zombie itu, dia tidak tahu lagi siapa yang menggenjot vagina dan anusnya, siapa yang menggerayangi payudaranya, siapa yang mengocok penisnya diantara kedua payudaranya, dan penis siapa saja yang dia kulum. Beberapa kali dia klimaks namun mereka masih getol mengerjai mangsa cantiknya itu. Tubuhnya kini sudah basah oleh keringat dan cairan putih kental, beberapa bekas cakaran dan gigitan juga nampak pada kulitnya. Erangannya terdengar sahut menyahut dengan raungan zombie-zombie itu.

zombie terakhir yang belum menikmati vagina maupun anus Jill, yaitu zombie buruh bangunan kini mengerjai Jill dalam posisi berdiri, kedua tangan Jill bersandar pada box truk itu, cairan yang membasahi vagina dan anusnya membuat zombie itu dengan leluasa menusuk-nusukkan penisnya secara bergantian ke kedua liang senggama itu. Jill yang tak berdaya cuma bisa mengerang dan menangis, namun hebatnya tidak pernah dia sedikitpun meminta ampun atau memelas seperti yang dilakukan wanita pada umumnya jika dalam situasi demikian.

Memang sebagai pasukan khusus dia memiliki mental sekuat baja, tapi tetap saja sebagai wanita dia tidak sanggup menahan birahi yang sedang melandanya. Tubuhnya tersentak ke depan disertai erangan histeris setiap kali zombie itu memberikan sodokan keras padanya. Setiap jengkal tubuh lainnya pun tidak luput dari rangsangan. Nampak zombie negro sedang berjongkok menjilati paha mulus Jill, kedua buah dada yang berayun-ayun itu juga digerayangi oleh yang lainnya. Akhirnya kembali rahim Jill disiram sperma zombie itu, saking penuhnya sperma yang sudah bercampur cairan kewanitaan itu mengalir deras membasahi selangkangan dan pahanya.

Kemudian keenam zombie itu mengelilingi Jill yang berlutut di tengahnya. Disana dia kembali menjadi bulan-bulanan mereka, dia tidak tahu lagi penis siapa yang dia hisap atau penis siapa yang dia kocok. Keenamnya berebutan minta diemut dan tangannya bergantian melayani penis mereka, membuatnya sangat kewalahan. Tubuh mulus itu jadi bermandikan sperma, liur, dan keringat. Saat Jill sedang mengisap penis zombie sopir tiba-tiba terdengar sebuah suara tembakan disusul robohnya zombie negro itu dengan lubang di kepala.

Bersamaan dengan itu terdengar teriakan, “Awas.., tiarap!!”. Naluri prajurit Jill langsung bekerja dengan berguling ke samping dan tiarap. Kelima zombie yang tersisa baru akan bertindak ketika dua dari mereka ambruk oleh peluru shotgun yang menembus keduanya dengan membuat lubang besar di dada mereka. Jill yang berhasil meraih magnum-nya menembak zombie pemuda kurus tepat di lehernya. Lalu kembali terdengar letusan shotgun yang mengakhiri riwayat kedua zombie terakhir.

Kini sosok penolong misterius itu mulai tampak. Di antara mayat-mayat itu berdiri tegak seorang gadis cantik berambut coklat yang dikuncir. Pakaian merah yang ketat dengan celana yang pendek yang dikenakannya memperlihatkan lekuk tubuhnya yang sintal. Tangannya memegang sepucuk shotgun M39 yang masih mengepulkan asap.
Dia menghampiri Jill dan berkata, “Jangan takut, saya juga manusia.., kamu aman sekarang”.
Jill yang sudah kelelahan itu mulai kabur pandangannya dan pingsan di depan gadis itu. Gadis itu melepaskan rompi merahnya untuk menutupi tubuh telanjang Jill, lalu memapahnya menuju ke tempat yang aman.
———————–
“Klik.. klik!”, suara itulah yang keluar dari pistol yang digenggam Jill.
Dia sudah kehabisan peluru dan terjebak di antara kerumunan zombi yang mengepungnya. Tebasan pisaunya hanya menjatuhkan segelintir dari mereka sedangkan puluhan lainnya terus maju, erangan mereka terdengar hiruk pikuk memenuhi ruangan itu. Beberapa zombi meraih bajunya dan merobeknya. Zombi lainya makin ganas melihat ketelanjangan Jill. Dia merasakan bagian-bagian sensitifnya mulai dikerjai oleh makhluk-makhluk mengerikan itu.
“Tidak..!!”, jeritnya.
Dia terbangun dan menyadari dirinya terbaring di ranjang dengan selembar selimut menutupi tubuh telanjangnya. “Ah.. hanya mimpi?” katanya dalam hati sambil menyeka keringat dingin yang membasahi dahinya.
Kesadarannya berangsur pulih dan ditatapinya ruangan sekeliling yang terasa asing baginya. Masih teringat olehnya bagaimana terakhir kali dia baru saja diperkosa sekumpulan zombi. Mimpi buruk ini tidak dapat begitu saja dilupakannya. Dia masih belum tahu dimana dia sekarang dan siapa gadis yang menolongnya tadi.

Ketika itu pintu terbuka, kini dia dapat melihat jelas sosok gadis yang menolongnya itu, wajahnya cantik dengan rambut coklat diikat ke belakang, tubuhnya yang sintal dibalut pakaian ketat hitam dengan rompi merah, celana merahnya yang pendek dan ketat memperlihatkan kakinya yang indah dan pantatnya yang montok berisi.
“Hai, kamu bangun juga akhirnya, saya sudah menjaga kamu setengah harian”, sapanya dengan tersenyum ramah. “Siapa.. siap kamu? Dimana ini?”, tanya Jill masih belum mengerti.
“Namaku Redfield.. Claire Redfield, kamu anggota STARS ya? Saya lihat dari pakaian dan kartu ID-mu”
“Redfield? Claire? Jadi kamu adiknya Chris?”, tanya Jill mengacu pada partnernya dalam STARS ketika bertugas membongkar misteri di wisma Umbrella dulu.
Chris dulu pernah bersamanya membongkar misteri hilangnya anggota tim mereka dan kasus aneh yang merebak di sekitar sana. Chris sendiri sekarang sedang ditugaskan untuk menyelidiki jaringan Umbrella di tempat lain yang masih dirahasiakan bahkan Jill sendiri belum mengetahui keberadaannya.

Claire menceritakan bahwa dia sedang mencari kakaknya dan baru tiba di Racoon City hari ini juga atas informasi dari Leon Kenedy dari RCPD (Racoon City Police Department), setelah dihadang beberapa zombi dan monster-monster aneh dia akhirnya menemukan Jill sedang diperkosa oleh zombi-zombi itu. Setelah menolongnya, dia membawa Jill ke sebuah motel kosong sebagai tempat perlindungan sementara yang sekarang mereka tempati. Jill mendengarkan cerita panjang lebar Claire sambil berendam di bath tub membasuh tubuhnya dari sisa-sisa persetubuhan barusan. Merekapun menjadi akrab dan saling sepakat untuk menemukan ada apa dibalik semua malapetaka ini.
“Kita kekurangan amunisi untuk membela diri, saya mau keluar sebentar untuk mencari amunisi dan informasi baru”, ujarnya sambil melangkah ke pintu depan.
“O.. iya, pakaianmu sudah rusak, jadi saya sudah mencarikan yang baru dari butik sebelah dan saya taruh di meja, ok!”, ujar Claire sambil membuka pintu
“Ingat pastikan bahwa senjata telah terisi.. hati-hati, apapun bisa terjadi!”, sambungnya lagi sebelum menghilang di balik pintu.

*****

Kita tinggalkan sejenak Jill untuk menyimak petualangan Claire, gadis 19 tahun ini berwatak liar dan pemberani. Dia nekad bertaruh nyawa untuk mencari kakak tercintanya. Walau masih muda, dia mempunyai kemampuan bela diri yang tidak bisa diremehkan hasil dilatih kakaknya. Karena kurangnya amunisi, dia berusaha untuk sebisa mungkin menghindar dari makhluk-makhluk mengerikan yang berkeliaran di segenap penjuru kota. Di tengah kegelapan malam dia berhasil menghindari sekelompok zombi yang mengejar dan menembak beberapa di antaranya. Akhirnya dia melihat sebuah rumah yang lampunya menyala remang-remang, papan namanya bertuliskan “Gun Shop”. Dengan berharap bisa menemukan sesuatu yang berguna dan manusia yang masih hidup, dia bergegas menuju ke bangunan itu. Setelah membongkar kuncinya dengan seutas kawat, dengan hati-hati dibukanya pintu itu.

Namun tiba-tiba, “Berhenti jangan bergerak atau kutembak!” seru seorang pria gemuk yang tiba-tiba muncul dari balik meja mengarahkan shotgun padanya, lalu disusul keluar seorang lagi pria setengah baya yang pendek mengarahkan pistol padanya.
Muka mereka tampak stress, agaknya mereka terkurung disini tidak berani keluar takut dimangsa zombi.
“Tahan.. saya juga manusia”, Claire agak lega bertemu orang yang masih hidup setelah agak terkejut sebelumnya.
“Oooh.. maaf nona, kami kira monster yang datang”, kata si pria gendut yang adalah pemilik toko sambil berjalan ke pintu dan menguncinya, diam-diam matanya melirik mengagumi keindahan tubuh Claire.
“Apa yang terjadi di sini? Seluruh kota dipenuhi mayat, zombi, dan monster!”, tanya Claire penasaran.
Mereka pun menceritakan bahwa mereka sendiri tidak tahu banyak, yang mereka tahu kota sudah dipenuhi zombi dan manusia yang tersisa telah kabur, mereka sendiri terperangkap di sini selama 2 hari tidak berani keluar. Si pria setengah baya itu bernama Dario, keluarganya telah dibunuh zombi-zombi itu, dia sendiri lolos dan melarikan diri ke tempat ini.

Kedatangan Claire ke sana membuat suasana lebih segar, bagaimana tidak, terkurung selama beberapa hari disana dilingkupi ketakutan tiba-tiba datanglah seorang gadis cantik dan seksi. Stress mungkin membuat mereka agak gila, tergiur oleh keindahan tubuh Claire mereka mulai berpikir tidak-tidak bahkan berniat tidak baik hendak mengerjainya.
“Tuan, boleh saya pinjam senjata anda dan amunisi? Kita perlu itu untuk keluar dari kota terkutuk ini”, tanya Claire membuyarkan lamunan si pemilik toko itu.
“Ooo.. silakan nona, anda memang malaikat penolong, pilih saja sesukamu”, katanya terbata-bata.
“Tolong nona, kami hampir kehabisan makanan dan mati kelaparan di sini, saya masih mau hidup”, ujar Dario memelas.

Claire membungkuk dan mengambil beberapa Pak peluru dari rak bawah. Mereka tidak berkedip menatapi pantat Claire yang sedang membungkuk. Si pemilik toko akhirnya tidak tahan lagi, dia berjalan ke arahnya dan meremas pantat montok itu. Spontan Claire pun kaget, dia langsung berbalik dan menampar pria gemuk itu sampai jatuh.
“Kurang ajar! jangan macam-macam kamu ya!”, bentaknya.
Pria itu bangkit sambil mengelus-ngelus pipinya yang memar. Mereka berdua menatapi Claire seolah-olah bisa menembus ke balik pakaiannya.
“Hehehe.. kamu harus bayar atas perlakuanmu manis”, dia menyeringai dengan wajah mesum dan kembali menghampirinya perlahan-lahan.
“Hei.. jaga kelakuanmu, atau kuhajar!”, ancamnya sambil berusaha meraih shotgunnya yang dia letakkan di meja toko.

Namun belum sempat tangannya meraih senjata itu, tiba-tiba dari sampingnya sebuah laras pistol sudah ditodongkan ke keningnya, dia sungguh tidak menduga Dario, pria pendek setengah baya itu berbuat demikian.
“Kalau kamu pintar sebaiknya tidak bergerak manis”
Melihat situasi itu si pemilik toko langsung menepis shotgun itu menjauh dari Claire, kemudian dengan sigap mendekapnya dan menelikung lengan Claire ke belakang sehingga gerakannya terkunci. Claire mempertahankan dirinya dengan menjerit dan meronta-ronta, namun tidak ada gunanya malah membuat lengannya yang dilipat ke belakang itu terasa sakit.
“Diam kamu, bitch!!”, bentak Dario sambil menampar pipinya.
Tamparan itu membuat Claire terdiam beberapa saat, lalu si pemilik toko mulai bicara.
“Menurut aja manis, kalau kamu mau menolong kami sebaiknya layani kami baik-baik, kami sudah lama tidak menikmati wanita dan stress”.
“Atau kamu mau kita lempar ke luar, ingat kamu sudah tidak punya senjata lagi nona, zombi-zombi itu akan membunuhmu atau memperkosamu, hehehe!”, sambung Dario sambil mengelus pipi Claire

Claire belum bisa menjawab pertanyaan itu, dia membayangkan ngerinya kalau diperkosa zombi-zombi itu seperti yang belum lama menimpa Jill. Dia berpikir lebih baik menuruti apa mau mereka dulu sambil menanti kesempatan melawan. “Ok.. ok, saya menyerah, tapi jangan kasar dong!”, Claire mengiyakan sementara otaknya terus bekerja memikirkan cara untuk lolos dari kedua orang gila ini.
“Ok, kalau begitu sekarang berbalik pelan-pelan lalu berlutut di hadapanku”, perintah si pemilik toko.
Claire hanya bisa menurut dibawah todongan pistol di kepalanya, pelan-pelan dia berlutut, wajahnya tepat menghadap selangkangan si pemilik toko.
“Nah.. bagus sekarang buka celanaku dan hisap kontolku, cepat!!”.
Dia makin tidak sabaran Dia mulai membuka celananya dan tertegun begitu melihat benda di baliknya yang sudah mengeras menyembul keluar. Dia agak risih untuk memasukkan ke mulutnya, namun terpaksa dilakukannya karena diancam dengan pistol.

Wajahnya memerah saat dia menyentuh penis itu dengan bibirnya, pelan-pelan dijulurkannya lidahnya untuk menjilatinya. Badan si pemilik toko bergetar hebat merasakan sentuhan lidahnya pada penisnya, dia terus meremas-remas rambut Claire dan mendesah-desah. Dia merasa panik ketika merasakan dua buah tangan menyelinap lewat ketiaknya dan menurunkan resleting rompinya, tangan itu lalu menaikkan kaos hitam ketat beserta bra di baliknya. Dario yang berjongkok dan menggerayangi dari belakang begitu terpesona melihat payudara 34B Claire yang kencang dan bulat. Dengan kasar kedua tangannya meremas kedua payudaranya sehingga Claire menggeliat dan mendesah.
“Aahh.. jangan.. sakit.. mmhh..!!”
Ketika Claire mencoba berbicara dengan Dario kata-katanya terputus karena si pemilik toko menjambak kuncir rambutnya dan menyumbat mulutnya dengan penis.
“Cerewet.. isep aja yang satu ini!”, demikian perintahnya.

Mulut mungil Claire tidak dapat menampung penis besar itu seluruhnya, dengan susah payah ia membiasakan lidahnya bermain-main menyapu permukaan penis yang bercokol di mulutnya itu. Dia sibuk mengulum penis si pemilik toko dan mengatur nafasnya yang terengah-engah. Ada sensasi yang aneh dirasakannya ketika putingnya dipencet-pencet dan dipilin-pilin oleh Dario, di luar kendalinya puting mungil kemerahan itu makin mengeras. Kini tangan kiri Dario mulai turun mengerjai daerah pangkal paha Claire, ditekan-tekankannya jarinya disana sehingga celana dalam Claire menyusup pada bibir kemaluannya. Claire mencoba menahan niat Dario ketika pria itu menurunkan resleting celananya dengan memengangi tangannya, tapi percuma karena pria itu menepisnya lalu dia menangkap kedua pergelangan tangannya. Tangannya kini menyusup ke balik celana dalam Claire.
“Hhmmphh..”, demikian desah Claire tertahan saat jari-jari gemuk itu bergerak diantara kerimbunan bulu-bulu kemaluan Claire mencari liangnya. Kedua bibir vagina Claire dibuka lalau jari-jari itu bergerak mengelus-elus dinding kemaluannya, terkadang juga menusuk ke dalam.

Claire semakin tak dapat menahan birahi yang sedang melandanya, vaginanya terus mengeluarkan cairan kemaluan akibat digerayangi Dario, belum lagi kini Dario menyorongkan kepalanya ke depan untuk menikmati payudaranya. Dario dengan bernafsu menjilati dan menyedot putingnya, hal ini menyebabkan Claire makin terangsang sehingga otomatis hisapannya pada penis si pemilik toko makin kuat. Pada saat itulah si pemilik toko mengerang panjang dan menekan penisnya lebih dalam lagi hingga menyentuh kerongkongan Claire. Dia meronta ingin melepaskan benda itu dari mulutnya karena merasa sesak dan sakit, tapi tangannya yang kokoh itu menahan kepala Claire dengan memegangi kuncirnya. Dari pelupuk mata Claire menetes air mata menahan rasa sakit sekaligus nikmat itu, dia merasakan penis di dalam mulutnya mulai berdenyut lebih kencang dan akhirnya cairan putih kental memenuhi mulutnya. Tidak tahan dengan rasanya yang aneh, Claire berusaha mengeluarkan cairan itu, tapi karena derasnya, dia malah tersedak, sebagian cairan itu tertelan dan sebagian lagi meleleh membasahi bibirnya.

Setelah puas berejakulasi di mulut Claire, si pemilik toko mencabut penisnya. Claire agak lega, akhirnya dia dapat kembali mengatur nafasnya yang memburu dan mengelap ceceran sperma di sekitar bibirnya. Tapi semua ini masih belum berakhir, tanpa memberi kesempatan pada Claire yang masih terbatuk-batuk, si pemilik toko merebahkan tubuhnya di lantai. Pakaian atasnya yang sudah setengah terbuka dia lucuti, sedangkan Dario melucuti celananya, tidak ketinggalan pula sepatu bot dan sarung tangannya pun mereka buka. Sesudah menelanjangi Claire, merekapun melepas pakaiannya sendiri.
“Sudah.. cukup.. jangan diteruskan lagi, kita masih dalam bahaya!!”, kata Claire sambil menyilangkan tangan menutupi dadanya.
“Tenang nona, kami 3 hari disini cukup aman, senjata pun banyak, lagipula kamu datang untuk menolong kan? Nah dengan begini kamu juga sudah menolong kami hahaha..!!”, ejek si pemilik toko.

Tanpa buang waktu lagi si pemilik toko langsung menyambar paha Claire dan merentangkannya.
“Aaawww.. jangan!!”, pekik Claire sambil berusahan menutupi daerah itu.
Dario segera menarik tangan Claire dan memeganginya. Kepala si pemilik toko hanya sejengkal dari daerah terlarang Claire, hembusan nafasnya pun mulai terasa di sana. Rambutnya yang diikat membuat Dario leluasa menjilati lehernya yang jenjang samapi ke tenguknya yang ditumbuhi rambut halus sambil meremasi kedua payudaranya. Tubuh Claire bergetar sambil mengeluarkan desahan ketika lidah pria itu menyapu permukaan kemaluannya sehingga bulu-bulu disana jadi basah oleh ludahnya. Lidah itu kini mulai membelah bibir kemaluannya dan terus melesak ke dalam. Desahan Claire makin hebat, matanya terpejam, tangannya menggenggam erat tangan Dario yang bercokol di payudaranya. Sekarang mau melawan pun sudah tanggung, tubuhnya tidak bisa berbohong untuk terus menikmati hal ini.

Sepuluh menit lamanya pria itu melahap kemaluan Claire, tapi nampaknya dia masih belum puas juga, dia terus mengisap vagina itu walaupun cairannya sudah membasahi daerah itu. Claire kembali terlonjak ketika lidah pria itu menyentuh selaput daranya, kedua paha mulusnya menegang sehingga mengapit kepala si pemilik toko. Sementara itu Dario memiringkan wajah Claire untuk melumat bibirnya. Karena sudah lepas kontrol, Claire tidak kuasa menolaknya, dia membiarkan lidah Dario bermain-main dalam rongga mulutnya, bahkan pelan-pelan lidahnya juga mulai ikut bermain, saling membelit dan saling isap. Tanpa sadar, salah satu tangannya memainkan payudaranya bersama tangan Dario.
“Akkhh.. ahh!!”, rintih Claire panjang bersamaan dengan melelehnya cairan bening dari vaginanya.
Dario memandangi wajah Claire yang sedang orgasme sambil memilin-milin putingnya, sementara si pemilik toko menyeruput cairan vaginanya sampai habis.

Pria itu tersenyum puas dengan mulut belepotan cairan cinta setelah mengeluarkan lidahnya dari vagina Claire. Tubuhnya masih lemas setelah orgasme, butir-butir keringat membasahi wajah dan tubuhnya. Dia tidak bisa apa-apa ketika si pemilik toko memiringkan tubuhnya dan mengangkat paha kanannya, tangan satunya menuntun penisnya memasuki liang senggamanya dari samping. Tanpa mempedulikan rintihan kesakitan Claire yang baru pertama kali ditusuk itu, si pemilik toko terus saja mendorongkan penisnya untuk mendobrak kemaluan yang masih sempit itu, rintihan Claire dan raut mukanya yang menahan sakit hingga mata berair justru makin merangsang pria itu. Dengan sekali hentakan, tertancaplah seluruh batang itu ke dalam vagina Claire membuatnya menjerit kesakitan.

Mulailah pria itu menyodok-nyodokkan penisnya diiringi desahan dari mulut Claire. Cairan merah nampak meleleh perlahan dari vaginanya, rupanya pria itu baru saja membobol keperawanannya. Dario berlutut di depan wajah Claire, lalu meraih tangannya dan meletakkannya pada penisnya, disuruhnya Claire memasukkan benda itu ke mulutnya. Penis Dario memang tidak sebesar si pemilik toko, namun tetap saja tidak muat seluruhnya di mulutnya yang mungil. Claire benar-benar tidak berdaya menolaknya, niat untuk melawan mereka perlahan-lahan sirna, kalah oleh perasaan nikmat yang sedang melandanya. Sekarang tanpa ditodong pistolpun, Claire mengikuti saja keinginan tubuhnya menikmati semua ini. Sensasi dari vaginanya yang diaduk-aduk dan remasan pada payudaranya menjalar ke seluruh tubuh, membuatnya semakin bersemangat mengulum penis Dario sambil mengelus-ngelus buah pelirnya.

Claire merasakan dirinya melayang-layang, seperti ada yang mau meledak dari bawah, dia mau menjerit namun tertahan oleh penis Dario. Selama setengah menit perasaan itu menderanya, selama itu dia hanya bisa berkelejotan sambil mengeluarkan erangan tertahan. Tak lama kemudian si pemilik toko mencabut penisnya dan menyiram payudara Claire dengan spermanya. Claire telentang lemas dengan kaki terkangkang, dari kemaluannya mengalir darah dan cairan orgasme yang telah bercampur, tubuhnya bersimbah peluh, liur, dan sperma. Belum habis rasa lemasnya, Dario sudah mengangkatnya, kemudian dia duduk di kursi dan memangkunya dengan posisi membelakangi. Digenjotnya gadis itu dengan posisi duduk, Claire tidak bisa tidak mendesah menerima sodokan naik turun itu. Gairahnya mulai timbul lagi sehingga tanpa sadar diapun ikut memompa tubuhnya sendiri, payudaranya yang memerah bekas cupangan dan remasan ikut bergoncang-goncang seirama gerak tubuhnya.

Si pemilik toko mengangkat dagu Claire hingga wajahnya mendongak ke atas, lalu bibirnya melumat bibir Claire. Dia hanya pasrah saja membiarkan lidah tebal itu menyapu langit-langit mulut dan lidahnya hingga ludah menetes-netes di pinggir mulut mereka. Sambil mencium satu tangannya meraih payudara kiri Claire dengan gemas, dia juga menurut saja waktu tangannya dipegangi pria itu untuk dibimbing mengocok penisnya. Ketika merasa sudah akan keluar lagi, secara refleks dia mempercepat naik turunnya dan semakin cepat mengocok penis pemilik toko. Pada saat yang hampir bersamaan, Dario pun mencapai klimaksnya, pria itu merintih keenakan sambil meremas susu Claire keras-keras. Kembali lolongan panjang terdengar dari mulutnya, erangan yang berisi perasaan nikmat, sakit, dan sedih bercampur jadi satu, dirasakannya ada cairan hangat yang menyiram rahimnya.

Berkali-kali Claire mengalami orgasme dahsyat, kedua pria itu mengerjainya dengan berbagai gaya. Tubuhnya yang mandi keringat itu nampak mengkilat dibawah cahaya lampu. Masih belum merasa puas, si pemilik toko kini mengincar pantatnya. Diaturnya posisi Claire supaya nungging, tangannya bertumpu pada meja toko. Pemilik toko membuka belahan pantatnya dan mulai menekan-nekankan penisnya ke daerah itu.
“Aaahh.. ahh.. jangan.. disitu.. please!!”, rintih Claire dengan meringis menahan sakit.
“Hehehe.. tenang saja bitch, kamu juga menikmatinya kan!”, ejeknya sambil terus mendorong.

Tiba-tiba, “Praangg..!!”, kaca etalase di belakang mereka hancur berkeping-keping, bersamaan dengan itu belasan zombi merangsek masuk ke dalam. Dario yang sedang beristirahat duduk dekat situ langsung diterkam mereka sebelum sempat bereaksi. Si pemilik toko yang terkejut sempat meraih pistol dan menembakkannya sekali. Tapi zombi-zombi itu terlalu cepat sehingga belum sempat dia menembak kedua kalinya, tubuhnya sudah dikerubuti mereka, jeritan menyayat hati terdengar dari mulut mereka yang dicabik-cabik zombi itu. Yang lainnya maju menyerbu Claire, salah satu dari mereka mendekapnya dari belakang dan sempat memegang payudaranya. Dengan sisa-sisa tenaganya Claire berontak sebisanya dengan menyikut dan menendang, tangannya berusaha meraih sepasang sub-machine gun yang tidak jauh darinya. Sedikit lagi.. dan akhirnya, yes, dia berhasil meraihnya dan dengan sigap ditembakkannya pada zombi yang mendekapnya.

Setelah terdengar sesaat suara rentetan tembakan, ambruklah zombi itu. Melihat hal itu yang lain maju mengepung Claire. Cepat-cepat diraihnya sub-machine gun yang satu lagi, dia mulai menembak membabi buta dengan kedua senapan mesin mini itu. Ratusan peluru berhamburan membuat zombi-zombi itu berjatuhan dengan tubuh bolong-bolong. Setelah zombi terakhir ambruk, Claire melihat kedua orang tadi sudah terkapar dengan tubuh penuh cakaran, terlambat untuk menyelamatkan mereka.

Tubuhnya bersandar lemas pada tembok, merenungkan apa yang baru saja terjadi, dia tidak tahu apakah dia harus merasa senang atau sedih atas kematian keduanya. Di satu sisi dia merasa wajib menolong manusia yang tersisa di kota terkutuk itu, namun di sisi lain mereka juga adalah orang yang baru saja memperkosanya. Dia hanya bisa menumpahkan perasaannya yang campur aduk itu dengan menangis terisak-isak.

Sesaat kemudian setelah merasa agak tenang, dia baru sadar bahwa ada sesuatu yang lebih penting yang harus dikerjakannya yaitu memecahkan misteri kota ini dan mencari kakaknya, Chris. Setelah memakai kembali pakaiannya dan mengambil barang-barang yang dianggap perlu, dia segera meninggalkan tempat itu untuk kembali ke motel tempat perlindungan sementara mereka.


Karya Shusaku