Namaku Ni Made Jenny, panggil aku Jenny saja. Ayahku orang Bali, ibuku orang Solo. Aku kuliah jurusan Teknologi Informasi Komunikasi di Solo, kebetulan sekarang lagi praktek kuliah di kota Surabaya. Aku berkenalan dengan Erick, cowo ganteng supervisorku ditempatku praktek kerja. Suatu ketika ditengah pergaulanku di Surabaya :
Mataku tertutup, mulutku terisolasi lakban, tanganku terikat erat kebelakang. Rambutku dijambak, dipaksa keluar dari mobil. Aku masih bisa mendengar suara berderak. Pasti suara bagasi mobil ditutup. Pandanganku semakin gelap. Tanganku ditarik, klotek klotek, pintu dibuka. Aku didorong memasuki sebuah ruangan. Agak besar. Deb...!! Suara pintu kulkas. Belebek2.... Suara air dituang kedalam gelas. Gleg gleg … aku membayangkan betapa nikmatnya air itu mengalir di kerongkonganku yang sudah 2 jam di sumpal scarf plus dilakban. Lagi-lagi aku menelan ludah.
Aku diduduki disofa. Bret!!! Lakban dimulutku dilepas. Begitu juga scarf penyumpal. Ilerku belepotan. Tanganku masih terikat erat. Erick, cowok yang dari tadi menawan ku melap iler aku.
“Kamu ga takut aku giniin?’tanya Erick. Aku menggelengkan kepala.
“Katanya kamu mau memperkosa aku? Kamu gak napsu ya sama aku? Aku balik bertanya sembari mengingatkan pembicaraan di kantor 3 jam yang lalu.
“Napsu. Tapi ada yg mau aku tanya dulu.” Erick mulai memberondong aku dengan pertanyaan.”
“Kenapa kamu mau diperkosa?”
“Karena aku mau dijadiin pelampiasan nafsumu.” jawabku.
“Kamu mau aku perkosa karena kamu butuh uang?”
“Aku memang butuh uang.”
“Berapa?”
“Sebanyak-banyaknya.”
“Kalo aku ga ngasih kamu sepeser pun?”
“Ga apa apa.”
“Kenapa?”
“Karena kamu keren.”
“Kalau aku bukan cuma sekedar memperkosa tapi aku juga menyiksa kamu?”
“Ga apa apa”, jawabku lagi.
“Kalo kamu babak belur? kamu lapor polisi?” tanyanya lagi. Aku menggeleng.
Plak! Satu tamparan mendarat di pipiku. Lumayan keras. Aku sedikt meringis.
“Sakit?” tanya Erick lagi. Aku diam tidak menjawab juga tidak memberikan isyarat.
Drrrrrt … drrrrrttt … hpnya bergetar tanpa dering. Erick beberapa langkah menjauh.
Beberapa menit kemudian dia kembali lagi sambil mengumpat. Anjing .. babi ….
“Kalau kamu lagi kesal kamu lampiasin aja ke aku.” Kataku lagi.
“Secepat kilat kedua tangannya menyambar, meremas payudaraku yang masih lengkap dibalut kemeja … dengan sangat kuat…. Aku diam tanpa ekspresi.”
Lalu dengan beringas, Erick merobek kancing kemejaku. Mengeluarkan boobs aku dari wadahnya alias BH, lalu menarik nipple aku, kencang lalu mencubit nipple aku.
Aku mendesis. Ahhh … Erick meraih kepalaku hingga aku tersungkur miring di atas sofa.
Erick mulai mengkulum tits aku sambil menggigit nippleku. Aku teriak, jerit jerit, sakit2 keenakan. Kemejaku kusut masai. Erick membuka ikatan di tanganku. Kemejaku dibuka seluruhnya. Ia melemparnya begitu saja. Erick berdiri , mengambil sesuatu dari mungkin dari laci. Pashmina panjang. Erick mengikatkannya lagi di tanganku, lebih keras.
Aku dalam posisi duduk di atas sofa. Erick berdiri di depanku sambil memilin milin nippleku, sebentar sebentar menarik dan mencubitnya dengan keras. Sesekali aku meringis.
“Kamu suka diginiin?” tanya Erick. Aku diam.
4 kali tamparan keras beruntun mendarat di pipiku. Ahhhh .. desahku.
“Kamu suka diginiin?” tanya Erick lagi.
“Jangan tanya aku. Aku terikat erat, kamu lakuin aja apa yang kamu mau.” Kataku.
Erick menampar aku dengan semakin membabi buta sampai aku tidak lagi bisa menghitung berapa tamparan yang mendarat di pipiku. Yang keluar dari mulutku hanya aw aw aw.
Erick menjambak rambutku, sambil menyeretku menaiki anak tangga. Keletek keletek. Suara pintu dikunci. Bbeerreet, pintu terkuak. Brragghhh !! Erick menghempaskankanku di tempat tidur dengan posisi tertelungkup. Empuk. Aduh enak banget kena bantal n guling. Kalo udah kena bantal n guling bawaannya jadi ngantuk. Hampir saja aku mau tidur. Rupanya Erick tidak membiarkan itu terjadi.
Erick menarik kakiku. Kepala dan setengah badanku berada di tempat tidur, sedangkan kakiku menginjak lantai. Dengan lihai Erick membuka kancing dan resleting jeansku, kemudian didodorin beserta celana dalamku. Selepet2 … owww… ikat pingganggnya kini mendarat di pantatku … aku berusaha mengusap2 pantatku dengan tangan terikat, tapi malah tanganku yang diselepet. Entah berapa cambukan yang kuterima, belum puas erick mencambukku badanku… lagi2 aku berusaha mengusap punggungku sambil meringis. Erick membalikkan badanku. Kakiku dinaikkan ke atas tempat tidur. Ia mulai mencambuki payudaraku. Ohh … sakit …. Sakit … aku mengerang. Erick rupanya tidak menyukai suara eranganku. Erick beranjak sebentar, lalu kembali lagi, membuka ikatan dimataku. Lalu Erick mempeloroti jeans n celana dalamku. Sekarang aku tanpa sehelai pakaian alias telanjang. Erick meremas2 celana dalamku kemudian disumpalkannya ke dalam mulutku lalu dibalut lakban. Erick mulai lagi mencambuk dadaku. Aku bisa melihat dadaku kemerah2-an. Tapi aku ga tega melihatnya jadi aku merem saja.
Erick memasukkan jari telunjuk dan tengahnya ke dalam hidungku. Aaahhhh .. aku teriak lagi. Dalam hati was2, aduh malu kalo upilnya sampe kecongkel.
“Mmmmmppphhhhh.” Aku berusaha teriak. Maksudku untuk mengalihkan kegiatannya dari mencongkel hidungku. Aku benar2 takut upilku kecongkel.
Erick membukanya dengan kasar. “Kenapa?” tanyanya. Aku masih belum bisa menjawab. Mulutku masih penuh dengan celana dalamku. Erick mengeluarkannya dari mulutku.
“Hah?” kata lain dari “Apa?”
“Aku haus mau minum”, Kataku.
Lagi2 Erick menjambak rambutku. Erick menyeretku ke kamar mandi. Aku di suruh berlutut di pojokan di samping closed toilet. Erick memerintahkan aku untuk menengadahkan muka, lalu menyuruhku membuka mulut lebar. Erick memasukkan penisnya yang besar, panjang dan berurat. Serrrr…. Cairan hangat dari tititnya masuk ke dalam mulutku … mengalir melewati tenggorokanku. Rasanya lebih brrrrrrrrr dari coca cola.
“Telan. Jangan sampai ada yg bersisa sedikit pun.” Perintah Erick.
Aku menelannya tapi tetap saja air pipisnya belecetan di sekitar mulutku. Erick berang, menganggapku tidak menuruti perintahnya. Erick mendekatkakan kepalaku ke mulut closed. Aku diperintahkan untuk menjilati air dalam closed itu…
Aku bukan saja menjilati closed itu tapi juga beberapa kali menghirup airnya. Airnya bersih, tidak kotor. Erick jongkok di sampingku, ternganga melihat aku asyik menikmati air closed. Aku nyengir melihat ekspresi Erick yang mangap.
“Senyum2 apa kamu?” tanya Erick.
“Abis kamu mangap gitu, untung aja ga ada nyamuk yang masuk. Hik hik hik.”
Erick tidak mengomentari gurauanku, malah membalas gurauanku dengan membenamkan wajahku ke dalam closed beberapa kali, sambil menekan gagang penyiram air di closed (apa sih namanya), sampai aku kesulitan bernafas. Wajah dan sebagian rambutku basah kuyup. Setelah beberapa kali dicelupin kaya cucian kotor, lagi2 Erick menyeretku sambil menjambak rambutku. Erick menempatkanku di dekat pintu kamar mandi. Posisiku sekarang duduk deprok. Rupaku mungkin sudah seperti pengemis jalanan.
“Kamu sekarang sudah gak terikat tapi aku borgol lagi. Tapi, kamu harus tetap duduk di sini. Karena kamu itu kotor dan bau, nanti kamu aku mandiin baru kamu boleh keluar dari kamar mandi. Sekarang, aku mau keluar dulu cari makan. Pintu kamar aku kunci dari luar. Jangan bersuara sekalipun. Kamu ngerti?” kurasa tanganku diborgol ke depan.
Aku mengangguk. Erick mengambil kunci yang tergeletak di atas meja komputer dalam kamarnya. Ketika Erick hendak menghampiri pintu, aku merintih. “Erick,” panggilku dengan suara lemah. Sekonyong2, air mata mengambang di pelupuk mataku.
“Kamu kenapa? Kamu sakit? Erick meraba keningku.”
Aku memegang tangannya erat. “ A aa ku aaa aku takut …” kataku sedikit gagap.
“Takut apa?” tanya Erick memastikan.
“Sssssussster Ngessssottt.” Kataku sambil terengah2.
“Apa?” Erick mendelik. Wajahnya keliatan panik. Dikiranya aku bisa melihat makhluk gaib dan saat itu dikiranya lagi aku melihat penampakan Suster Ngesot.
“Aku duduknya, kok, kaya Suster Ngesot? Aku jadi takut.” Kataku memperjelas keadaan.
Erick membuang nafas lega. “Kan ikatan kamu udah aku lepas. Yah kamu ga usah duduk kaya Suster Ngesot gitu… posisinya kayak Suster Ngen*** aja.” Kata Erick sambil nyengir kuda. (Ini orang lagi nyengir aja keliatan sadisnya).
Aku mengambil posisi wenak. Aku duduk bersandar di pintu. Kaki kulipat hingga lutut menyentuh dagu. Lalu tanganku yang di borgol di depanmemeluk erat kedua kakiku. Dingin. Hawa dari AC kamar.
“Jangan lama2 yah.” Kataku mengingatkan.
“Aku ga lama tapi begitu aku kembali, kamu harus sudah siap dengan semua gojlokan aku.”
Erick lantas keluar. “Aku mau pecel lele!” teriakku. Entahlah Erick dengar atau tidak. Tidak berapa lama, sekitar 30 menit Erick datang dengan membawa 2 plastik kresek dan 2 botol sirop berisi air putih di tangan. Satu plastik kresek biasa, satu lagi plastik kresek Alfamart. Oh, senangnya hatiku karna aku mencium harumnya lele goreng. Erick membuka plastick kresek alfamart. Isinya dihamparkan di atas tempat tidur. Ada lilin merah (yang aku ketahui belakangan namanya lilin anti polusi), pinset, alat n pisau cukur, ketimun Prancis, jepit baju, jepit kertas, sari roti tawar, pisang sun pride, tali laso, n kue tart kecil.
Kemudian Erick membuka plastik kresek hitam. Tidak salah, 2 bungkus lele goreng. Erick membukanya satu, kemudia memakannya dengan lahap. Tidak sampai 5 menit, lele dan nasi uduk itu berpindah ke perutnya.
Aku menelan ludah. “Kok pelit banget sih, aku ga dibagi?”
Kemudian, Erick membuka plastik kresek satunya. Isinya sama, pecel lele. Aku berharap dengan amat sangat segera diberikannya pecel lele itu untukku.
Erick menghampiriku. Diletakkannya pecel lele itu di perbatasan kamar tidur dan kamar mandinya. Aku segera meraihnya. Menjumput nasi dengan tanganku. Belum juga aku mengangkat hasil jumputanku itu untuk kumasukkan dalam mulutku agar segera bersarang di perutku yang merintih2 lapar, Erick menginjak tanganku. Tentu saja bungkusan itu, nasi, dan pecelnya juga ikut terinjak. Aku mengangkat tanganku, setelah Erick melepaskan injakannya. “Bukan begitu caranya makan….” Belum selesai Erick bicara aku meraih makanan tersebut lalu berdiri, kemudian membanting pintu kamar mandi dan menguncinya dari dalam. “AKU PALING GA SUKA KALO AKU LAGI MAKAN TERUS DIGANGGU !!!!!” teriakku kesal.
“Buka pintunya atau kamu akan menyesal seumur hidup.” Ancam Erick.
Waduh, Erick mau ngapain nih sampe ngomong kaya gitu. Karena takut dengan ucapannya aku segera membuka pintu kamar mandi. Erick merebut makanan itu dari tanganku, kemudian dilemparnya ke lantai kamar mandi, hingga sebagian nasinya berserakan. Erick masuk ke kamar mandi, berdiri di belakangku, menendang kakiku. “ “Makan itu sambil nungging, langsung pake mulut kamu!” katanya sambil menunjuk nasi lele yang masih tersisa.
“Bersihkan juga nasi-nasi yang berceceran di lantai. Jangan sampai ada sisa.”
Aku nungging sesuai dengan perintahnya. Kini Erick pindah posisi dengan melangkahiku. Erick berada di depan ku, kakinya mengulek kepalaku. Aku berusaha makan dengan cara yang seperti dia inginkan. Hatiku melonjak kegirangan, sampai2 sesekali aku menggoyangkan pantatku, seolah2 aku menggoyangkan buntutku. Oh, I feel like Shiro, (anjingnya Shincan). Sejak dulu… dulu …. Sekali entah sejak kapan, aku sudah terobsesi menjadi anjing. Oh, siapakah Erick ini yang telah merealisasikan hayalku.
Sayang sekali, aku tidak bisa menikmati lelenya. Karna susah sekali menghisap-hisap lele dengan cara seperti itu. Lalu, aku menjilati nasi2 yang berserakan. Tidak bersih semua, memang. Aku menoleh ke belakang, ke arah closed. Ingin sekali lagi aku minum dari situ. Aku tau Erick senang melihat aku minum dari closed itu. Atau biarkan aku minum kocoran pipisnya. Tapi, aku malu untuk melakukannya. Aku malu untuk mengatakan pada Erick, aku suka diperlakukan seperti ini, suka sekali. Aku menunggu perintahnya.
Erick beranjak ke lemari dekat tempat tidurnya. Lalu membuka lemari kecilnya. Ia mengambil sesuatu dari sana. Mangkuk kecil. Kemudian, diisinya mangkuk itu dengan air dari botol sirop, lalu disodorkan padaku. Aku tau maksudnya. Ia menyuruhku untuk minum. Aku menghirupnya. Segar, tapi perutku masih lapar. Erick mengambil sisa2 makanan yang tidak termakan olehku, lalu memasukkannya ke dalam tong sampah plastik bergambar hello kitty dengan warna pink. Ih anak laki2 kok suka hello kitty pink lagi ???!!
Lalu Erick menyiram kamar mandinya dengan shower closed dari sisa2 nasi yang belum selesai kubersihkan dengan mulutku. Erick tidak marah, aku tidak membersihkan kamar mandinya dengan sangat bersih. Tapi aku mau Erick marah, aku mau Erick marah. Aku suka melihat ekspresi wajahnya saat marah.
Aku masih nungging. Erick menyirami badanku dengan shower closed. Dari pantatku, punggung, dan juga kepala. Lalu menggosok2 an seluruh badanku dengan sabun cair dan shampo. Erick memandikanku seperti memandikan anjing Aku suka sekali saat Erick menggosok payudaraku sambil meremas2. Lalu Erick menyuruhku duduk sambil berkangkang. Miss V ku disemprotnya,,, uuhhh… rasanya nyer2 geli. Selesai memandikanku, Erick melapku dengan handuk, kok lagi2 handuknya motif hello kitty. “Bencong !!!” kataku spontan. Ups, aku langsung menutup mulutku dengan kedua tanganku.
“Apa?” kata Erick. Aku menggelengkan kepala. Untung aja Erick ga sadar aku mencelanya.
“Udah, kamu ke sana.” Katanya. Aku melangkahkan kakiku menuju depan tv, yang ditunjuk Erick.
“heh heh heh, siapa suruh kamu jalan pake kaki. Jalan sambil nungging!!” perintahnya lagi. Horeeee aku disuruh jadi Shiro lagi. Aku suka sekali. Aku suka sekali.
Aku langsung mengikuti perintahnya dengan senang hati.
Aku berhenti di depan tv. “Kamu suka diginiin?” tanya Erick mengulang pertanyaannya tadi. Suka sekali!!! Suka sekali!!! Aku diam tidak menajawab. Aku malu mengakuinya.
“AKU BOSAN!!! DARI TADI AKU DISURUH BEGINI, DISURUH BEGITU! KAMU TUH KAYA ORANG YANG GA ADA KERJAAN!!! Protesku.
“Ikutin aja semua perintahku. Kamu di sini karena aku bayar kan? Kalo kamu ga mau pulang dengan tangan hampa ikuti semua perintahku. Aku akan bayar berapa aja yang kamu minta.”
Aku bangkit dari nunggingku. Lalu melotot ke arahnya sambil berkacak pinggang, aku berteriak padanya. “HEH ORANG KAYA!!! AKU DI SINI BUKAN KARNA UANG KAMU!!! AKU DI SINI KARNA TADI KAMU BILANG MAU MEMPERKOSA AKU!!! KALO KAMU GA NAPSU YA UDAH AKU PULANG AJA!!!”
Plak!!! Lagi2 Erick menamparku dengan keras.
Erick meraih tanganku, lalu mengikatkan di sisi tempat tidurnya. Mengikuti gerakannya, aku terjongkok lalu berlutut. Aku ingin pura2 meronta, tapi aku urungkan niatku. Karena aku sangat suka dengan perlakuannya.
“Aku ingin kamu jadi slaveku. Dan kamu, harus panggil aku Master.”
Slave? Budak? Mendengar kata budak yang pertama muncul diotakku adalah William Wilberforce. Sosok ganteng yang berjuang untuk melawan perbudakan. Dan pada saat aku menonton film itu dari cd pinjaman, yang aku bayangkan bukanlah aku menjadi Barbara Spooner yang selalu mendukung William sampai akhirnya menjadi isteri William. Tapi aku ingin merasakan menjadi budak. Aku ingin merasakan bagaimana rasanya terikat rantai sambil disuruh kerja rodi. Aku ingin merasakan bagaimana rasanya dicambuk sampai darah segar meangalir dari tubuhku yang imut ini.
Master? Wong Fei Hung kah? Yang anaknya Wong Ka Ying itu? Jagoan Kung Fu Shaolin Utara itu? Penguasa Kung Fu Hung Gar? Wow. Keren. Jadi, orang yang mau memperkosa aku ini adalah seorang Master?
“Wow. Keren! Keren! Ajarin aku jurus tendangan tanpa bayangan dong.!” Teriakku kegirangan sambil melompat2 sambil jongkok dan tangan terikat.
“Apa?” Erick mendelik.
“Itu kan jurus andalan Master Wong Fei Hung.”
Deg!!! Aku merasakan mual luar biasa, mendapat sebuah tendangan tanpa bayangan dari Erick tepat di perutku. Rasanya ingin muntah.
Erick membuka jeansnya. Lalu celana dalamnya. Ga jadi muntah, Erick menyumpal mulutku dengan celana dalamnya yang bau juice wortel. Lalu mengikat mulutku dengan syal ditambah ditambal lakban. “Kamu dari tadi udah banyak ngomong. Aku ga suka sama ocehan kamu. Daripada kamu nyama2 in aku sama Wong Fei Hung, panggil aku Tuan, Goblok!!”
Kok malah marah sih, yah .. Wong Fei Hung si emang kalah ganteng sama Erick, tapi kan ga kalah keren. Penguasa Hung Gar geto loh.
Erick membuka kaosnya. Erick bugil. Wow sexy sekali. Dadanya bidang, perutnya hampir six pack, “Panggil aku Tuan.” Perintahnya. Aku diam. “Per_x, panggil aku Tuan!” Aku tetap diam, tapi dalam hati aku bilang Tuan.
“Mmmepph h.” Gimana mau ngomong, kalo mulutku ditekep gini.
“Kalo ngerti, ngangguk tolol!!!” Aku mengangguk.
“Madep sana!” perintah Erick. Aku menghadap merapat ke arah tempat tidur. Beberapa detik tidak ada reaksi dari Erick. Lalu Erick membuka ikatan tanganku. Aku disuruh nungging lagi. Erick mengambil sesuatu dari tempat tidur, dan mengambil sesuatu dari meja tv. Aku tidak melihat dia ambil apa, kan aku lagi nungging.

Rupanya, barusan dia mengambil lilin dan gretan. Oughhh… satu lelehan panas mengenai kulit punggungku. Ini pasti lilin. Beberapa tetesan. Lalu, lilin itu dibawanya ke bawah tubuhku, didekatinya ke putingku. Aku melonjak bangkit merespon rasa panas itu, sampai kepalaku kejedut dagu Erick. Untung aja ga kena bibirnya, kalo kena bibirnya pasti berdarah. Erick meniup lilin itu lalu melemparnya ke atas meja.
“Oke…Tuan buka sumpelan mulut kamu. Tapi kamu ga boleh ngomong sepatah katapun, kecuali Tuan perintahkan. Kalo kamu melanggar, Tuan kasih hukuman.”
Jenny mengangguk tanda mengerti. Erick membuka lakban. Sret, lalu ikatan, kemudian mengeluarkan celana dalamnya yang basah dari mulutku.
“Bilang, terimakasih, Tuan.” Perintah Erick sambil menyuruhku berdiri.
“Terimakasih, Tuan BARON ARARUNA.” Plak. Sudah pasti ini bunyi tamparan. Erick mengambil karet gelang bekas pembungkus pecel lele. Lalu dikaitkannya ke putingku dua-duanya sampai ketat. Putingku jadi mengeras. Lagi, Erick menggamparku. Plak.
“Tadi, Tuan itu cuma nyuruh kamu bilang, Terimakasih Tuan.. kok pake ada kata2 BARON ARARUNA, siapa dia?”
“Orang kaya. Tanahnya luas. Budaknya banyak.” Jawabku.
“Heh, ngomong berarti hukuman.” Erick mengambil jepit jemuran, lalu menjempitnya di putingku, satu. Aku meringis. “Aw… sakit..” Erick mengambil lagi satu jepit jemuran, kali ini dijepitnya di daun telingaku. Aku meringis lagi…. Sakit ….
Yah ampun aku sadar, ngomong berarti hukuman. Berarti aku ga boleh bilang sakit.
Erick tersenyum tipis. “Sekarang, kamu slave aku. Kamu berada di bawah kekuasaanku….. Slave ….. Aku sangat menyukai kalimat itu. kalimat Kamu berada dibawah kekuasaanku slave … kamu berada di bawah kekuasaan ku slave …. Kamu berada di bawah kekuasaanku slave … Erick tampak berpikir, “Aku mau kasih kamu nama.”
“ESCRAVA!!! Aku mau Tuan memanggil aku dengan nama itu.”
“Apa? Es Kelapa?” Erick nyengir.
Aku ga bisa nyengir menahan rasa sakit di putingku yang mengeras karena karet gelang lalu gepeng karena jepit baju.
Aku tau bicara berarti hukuman. Tapi aku ingin dipanggil Escrava.
“ESCRAVA, Tuan.” Aku meralat. Erick menggoyang-goyangkan jepit jemuran di putingku. Raut wajahku mungkin sudah berubah. Warna kulitku juga mungkin berubah menjadi kuning karna menahan rasa sakit.
Oow… Erick menyentuh miss V ku, merabanya pada bagian luar. Miss V ku sebenarnya sudah basah dari tadi. Lalu, jari telunjuknya masuk ke dalam lubang kenikmatanku. Aaaaahhhh … aku mendesah… dikeluarkannya lagi jarinya … lalu dimasuki lagi… begitu terus berulang2 … secara perlahan …tapi ga lama cuma sebentar. Nafasku terengah2 Aku berharap, inilah saatnya Erick memperkosaku. Tapi, setelah Erick mengeluarkan jarinya dari Miss V ku, ia diam hanya memandangku tanpa kedip. Ayolah Tuan perkosa aku … aku mohon …
Erick mengambil lilin dari meja tv, kemudian meletakkannya di atas kasur juga gretan. Erick mengambil tali pramuka. Diikatkannya dengan keras di pergelangan tanganku di belakang. Juga mataku diikat dengan syal yang lainnya Erick duduk di sisi tempat tidur, lalu menarik tubuhku dan mengangkatku ke pangkuannya..
Erick menjenggut rambutku, lalu membenamkan mukaku di ketiaknya. Nggak asem kok meski banyak rumputnya. Aku disuruh menjilatinya. Lalu pindah ke putingnya. Aku juga menjilati dadanya… dadanya yang bidang, dan keringatnya .. aku suka sekali keringatnya. Sekitar 15 menit aku melakukan kegiatan ini. Erick menurunkanku dari pangkuannya. Lalu menyuruhku duduk di bawah sambil berlutut. Erik melonjorkan kakinya ke arah mukaku, lalu memasukkan jarinya kedalam mulutku. Lagi, aku menjilatinya, dan menghisapnya seperti sedang menikmati permen kaki, permen kesukaanku yang bisa bikin sariawan. Aku menjilati bahu kakinya, naik ke mata kakinya, lalu ke betisnya… ohhh … aku ingin menjilati buah zakarnya, tapi sampai di pahanya aku merasakan lagi… tetesan lilin… Ahhh .. aku mendesah pelan… lalu aku naik lagi … naik lagi …meski lilin terus menetes di punggungku … ahhh.. sampai … aku mendapatkan buah zakarnya … lalu kuemut penisnya dengan begitu bergairah seperti bayi mendapatkan botol susunya.
Bersambung gak yach?