Usai mandi (dan coli juga, he.. he.. he..), kuajak mereka jalan-jalan lihat Jakarta sambil cari makananan. Kami makan di tempat makan kaki lima yang rame dengan selebritis dan orang-orang kaya nongkrong. Beberapa dari mereka kenal denganku. Kenal karena ikut club kebugaran atau pernah menikmati liarnya birahi denganku. He.. he.. he.. Pandu dan Ricky agak bingung juga ngelihat selebritis makan di kaki lima begitu. Tapi kemudian menjadi terbiasa.

Selama makan tak ada yang istimewa. Kami ngobrol-ngobrol tentang Palembang banyakan. Soal tempat nongrong dan ngeceng disana. Banyak hal baru rupanya, yang aku enggak tahu. Maklumlah aku paling pulang kesana setahun sekali waktu lebaran doang. Itupun seminggu doang dan enggak banyak jalan-jalan. Sisanya hidupku lebih banyak kuhabiskan di Jakarta ini. Sambil ngobrol aku menatap meraka lama-lama. Berakting mendengarkan cerita mereka dengan serius. Padahal tujuanku hanya bisa menikmati bagusnya fisik mereka doang.

Yang seru adalah saat tidur tiba. Akal sehatku hilang ngelihat dua budak ini santai aja tidur cuman pake celana dalem doang. Kata mereka kalau tidur pake pakaian lengkap enggak bebas. Sama dong denganku kalau gitu. Akhirnya kami bertiga tidur di atas ranjangku yang besar dengan hanya menggenakan celana dalam doang.

Pandu berbaring di tengah-tengah diapit olehku dan Ricky. Mereka berdua mulanya tadi mengatakan akan tidur di lantai dan sofaku saja. Tapi tak kuijinkan. Rugi dong kalau mereka tidur jauh dariku. kalau begini kan aku bisa kesempatan dalam kesempitan. Saat mereka tertidur aku bisa pura-pura memeluk mereka tanpa sengaja, atau meletakkan tanganku di gundukan selangkangan mereka. benar-benar dapet durian runtuh deh aku malam ini.

Keduanya sudah teridur. Mungkin kecapekan. Sementara aku belum juga bisa tidur. Tapi tadi aku yang pura-pura duluan tertidur dari mereka. Hehe. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Aku mulai beraksi. Tak peduli kalau Pandu itu pacarnya Dina, adik kandungku sendiri, aku ngulet menyamping ke arah Pandu. Pura-pura dalam keadaan tidur tentunya. Kemudian dengan cuek kupeluk dia erat seperti memeluk guling. Selangkanganku menempel erat di pahanya. Pahaku menempel di gundukan selangkangannya. Dia tak bereaksi. Syukur. Rupanya si Pandu ini model tidur mati juga rupanya, pikirku. Dugaanku benar, penis si Pandu ini memang gede. Masih tidur aja juga sudah gede rupanya. Dengan pahaku bisa kurasakan itu.

Karena tak ada reaksiku kulanjutkan aksiku. Tanganku kucoba julurkan ke arah Ricky. Akhirnya telapak tanganku sukses mendarat di gundukan selangkangannya. Yess! Gede banget. Kami bertiga punya penis diatas rata-rata rupanya. Aku semakin nekat. Pelan, kugesek-gesekkan pahaku. Merasakan kenyalnya penis Pandu. Tanganku juga. Menikmati penis Ricky. Sepertinya keduanya tak sadar. Kulanjutkan aksiku.

Tiba-tiba Pandu menggeliat. Aku kaget. Kuhentikan gerakanku. Aku diam, seperti orang tertidur beneran. Geliat Pandu benar-benar membuatku semakin birahi. Tubuhnya tetap dalam posisi semula, namun wajahnya kini dipalingkannya padaku. Hidungnya yang mancung menempel dipipiku. kalau begini aku bisa semakin gila pikirku. Seperti tak sengaja kugeser wajahku. Membuat posisi bibir kami kini saling menempel ujung-ujungnya. Aku bergerak lagi. Diantara nafas Pandu yang lembut. Hangat di pipiku.

Lama posisi kami seperti ini. Dan sekian lama itu pula aku menikmati gundukan penis Pandu dan Ricky yang kurasakan mulai mengeras. Namun keduanya tetap masih tertidur. Rupanya aku terkecoh. Kejadian selanjutnya membuatku kaget luar biasa.

"Bang Rizal suka juga dengan penis ya," suara Pandu terdengar tegas berbisik di telingaku.

Sejenak aku terdiam. Tak menyangka. Rupanya Pandu tidak tidur seperti yang kuperkirakan. Aku langsung pura-pura berakting seperti tidur. Tapi kata-kata Pandu yang selanjutnya membuatku semakin kaget.

"Jangan pura-pura tidur bang. Kalau emang abang suka lanjutin aja. Pandu juga suka kok," katanya berbisik lembut.
"Apa?!" tanyaku juga berbisik juga takut Ricky terbangun. Aku langsung menatapnya dalam-dalam. Dia tersenyum.
"Dari tadi aku enggak tidur bang. Aku menikmati gesekan paha abang. Lanjutin lagi bang, aku suka digituin kok," katanya.
"Kamu suka?" tanyaku tak percaya.
"Iya bang. Ricky juga suka kok. Makanya dia juga diam aja abang gituin," kata Pandu. Aku semakin kaget. Dan kemudian Ricky bangkit dari pura-pura tidurnya. Ia memandangku dengan senyum.
"Halo Bang Rizal. Kok berenti sih? Lanjutin lagi dong. Tanggung," katanya sambil mengerling nakal padaku.
"Kalian?!!" aku bangkit dari tidurku. Duduk di atas ranjang memandangi kedua remaja ganteng itu.
"Kami kenapa bang?" tanya Pandu ikut duduk. Seyumnya juga nakal.
"Kalian berdua pernah main penis-penisan?' tanyaku dengan terbata-bata. Aneh ya kata-kataku, tapi memang aku tak tahu lagi apa yang harus kukatakan. Akhirnya keluarlah kata-kata seperti itu.
"Bukan hanya pernah bang. Sering," jawab Ricky santai.
"Kalian pacaran ya? Kalian homosex ya?" tanyaku.
"Enggaklah bang. Kalau homosex mana mungkin aku pacaran dengan Dina. Dan si Ricky pacaran dengan Winny," sahut Pandu cepat.
"Kalian biseks kalau gitu," kataku.
"Kayaknya bang. kalau abang homo ya," tanya Pandu.
"Enggaklah. Sama kayak kalian biseks juga," sahutku tersenyum. Aku geleng-geleng kepala tak menyangka akan terjadi seperti ini.
"Ngomong-ngomong kenapa kalian kok bisa begini? Apa memang coba-coba berdua mulanya atau gimana?" tanyaku sambil melangkah ke dispenser. Rasanya aku kok tiba-tiba jadi haus karena kejadian ini. Kuteguk air putih sejuk dari dispenser sambil mendengar cerita meraka berdua.

Mereka mengenal sex sejenis dari instruktur fitness mereka di Palembang rupanya. Instruktur itu macho sekali, namun dibalik kemachoannya ternyata dia nafsu banget dengan remaja-remaja ganteng seperti Pandu dan Ricky ini. Dengan trik yang jitu dia menggarap Pandu dan Ricky satu persatu. Awalnya Ricky kemudian Pandu. Ternyata dua abg yang lagi tinggi birahi ini enjoy dikerjain sang instruktur. Akhirnya mereka ketagihan. Selanjutnya tanpa ada instruktur irupun mereka lakukan berdua. Keduanya menjadi sangat akrab sejak itu.

"Hmm gitu ya. Tapi kalian masih doyan cewek kan? Terus terang aku enggak mau kalau hubungan elo Pandu dengan adik gue si Dina cuman kamuflase doang," kataku serius pada Pandu.
"Ya enggaklah bang. Aku cinta sekali padanya. Yang penting kami jalani dululah. kalau jodohkan bukan kita yang atur bang. Yang pasti aku dan Ricky tetap suka perempuan kok," jawab Pandu yakin.
"Aku senang mendengarnya kalau gitu," kataku. Kemudian sesaat aku terdiam memandangi mereka berdua satu per satu. Keduanya duduk di atas ranjang memandangku. Hanya menggenakan celana dalam. Tubuh mereka yang terbentuk benar-benar menggoda,"kalau gitu selanjutnya apa?" tanyaku kemudian. Bibirku menyungging senyum tipis. Mereka saling berpandangan sambil tersenyum juga. Kemudian memandangku dengan senyum lebar.
"Kami ikut kata abang aja," kata Pandu. Aku tertawa mendengar jawaban itu.
"Kalau gitu tunggu apa lagi. Bukalah celana kalian sekarang," kataku. Keduanya langsung bangkit dari duduknya. Berdiri di depanku dan melepaskan celana dalam mereka dengan terburu-buru. Setelah itu mereka berdiri dihadapanku dalam keadaan telanjang bulat sambil tertawa-tawa memandangku.
"Gimana bang?" tanya Pandu.

Ia menggoyang-goyang pantatnya ke kiri dan kekanan, membuat penisnya juga bergoyang-goyang. Aku terpana. penis mereka meski masih tidur luar biasanya gedenya. Diatas rata-rata remaja seumur mereka. Seperti dugaanku mereka tak pernah menyukur jembut mereka. Pangkal penis mereka rimbun dengan jembut lebat yang panjang. Benar-benar menggoda deh.

"Luar biasa. Aku suka bangte liatnya," sahutku, "Kalian kemari deh," kataku.

Aku duduk di kursi, mereka datang mendekat. Begitu tubuh mereka sudah didekatku, pantat mereka langsung ku rengkuh. Wajahku langsung bersarang di selangkangan mereka. Aku benar-benar terangsang. Tak tahan menahan nafsuku lagi melihat dua penis segede terong di depan mataku, milik dua remaja ganteng bertubuh atletis. Selanjutnya mulutku sibuk menyelomoti kedua penis itu. Bergantian. Bahkan saking nafsunya, sesekali kucoba memasukkan kedua penis itu sekaligus ke mulutku. Namun mulutku kurang lebar. Hanya kepala penis keduanya saja yang bisa masuk.

Sementara itu penisku yang juga tak kalah besar sudah mengacung keras. Saking besarnya celana dalamku tak sanggup lagi menutupinya. Batang penisku menyeruak keluar dari karet celana dalamku. Mengacung ke arah atas, melewati daerah pusatku.

"Gila bang, gede banget," kata Pandu dan Ricky serempak melihat penisku. Dengan tak sabar mereka menarik celana dalamku. Merobeknya, hingga penisku yang besar terpampang jelas di depan mata mereka.
"Bang aku ingin ngisepnya," kata Pandu.
"Aku juga bang," sambung Ricky.
"Tapi aku juga ingin ngisep penis kalian," kataku.
"Kalau gitu kita 69 di ranjang aja bang," usul Ricky.

Tentu saja aku langsung setuju. Aku berbaring telentang diatas ranjang. Mereka berdua berbaring disiku dalam posisi selangkangan mereka berdua di wajahku. Selanjutnya kami bertiga saling mengoral. Aku mengoral penis mereka berdua bergantian. Mereka berdua mengoral penisku berebutan. Bukan hanya oral saja yang kami lakukan malam itu hingga pagi. Segala jenis hubungan badan kami lakoni juga. Bergantian kami saling menganal dan dianal. Dalam segala posisi dan diberbagai tempat di dalam kamar kosku itu.

Berkali-kali sudah penisku mengobok-obok lobang pantat Pandu dan Ricky. Demikian pula lobang pantatku sudah berkali-kali diobok-obok meraka. Namun tak ada kata puas. Usai istirahat sejanak setelah orgasme, kami melakukannya lagi dan lagi.

Begitu selanjutnya hingga esok hari. Rencana mencarikan kos mereka keesokan harinya batal. Kami berulang-ulang terus saling mengentot satu sama lain. Untuk mengganjal perut aku memesan pizza dan ayam goreng melalui telepon. Seusai makan kami lanjutkan lagi. Bahkan saat Dina menelpon memastikan apakah Pandu dan Ricky dalam keadaan selamat, ketika itu Pandu sedang nungging di atas ranjang kusodomi dari belakang, sementara Ricky berbaring dibawah, menyelomoti penis Pandu. Akhirnya persenggamaan binal itu kami hentikan setelah tubuh kami benar-benar letih sehingga tak dapat lagi menggerakkan tubuh.

Sejak saat itu keduanya rajin mengunjungiku, meski mereka sudah kos di dekat kampus mereka di Depok. Setiap bertemu kami pasti memuas-muaskan birahi sampai lemas. Mereka juga rajin berlatih tubuh di club kebugaranku. Sekejap saja keduanya sudah memiliki banyak fans. Baik laki-laki dan perempuan. Karena jabatanku di club kebugaran ini, memungkinkaku untuk mempekerjakan menjadi di club ini. Setelah di training secara intensif keduanya akhirnya menjadi pemijat profesional di club.

Tidak bisa kusalahkan saat memijat mereka juga bergumul mesum dengan pelanggan mereka. Keduanya memang sangat menggairahkan. Akulah yang tahu rahasia.

Tamat