Tak sampai dua menit berlalu kurasakan penisnya berdenyut dan makin mengeras. Semakin ku percepat aksiku. Kedua tanganku pun kini berada di pantatnya untuk membantu gerakan keluar-masuk. Tangan Lee pun secara reflek menaik-turunkan kepalaku. Dan akhirnya Lee mengejang sembari melenguh panjang saat cairan yang tertahan itu muncrat keluar. Kurasakan tembakan cairan panas di tenggorokanku. Terus melimpah deras seperti banjir. Kucoba untuk menelan habis tapi karena banyaknya, sperma itu berceceran di bulu jembutnya. Seperti orang kehausan, kujilati sperma itu sampai habis tak bersisa.
Begitu gurih terasa cairan kelelakian pemuda tampan ini. Kulihat Lee terbaring lemas. Banyaknya cairan yang telah terkuras pasti membuat habis tenaganya. Kembali kuselimuti tubuhnya yang masih telanjang. Ku cium pipinya, rambutnya dan ku usap kepalanya. Lee memejamkan mata dan nafasnya mulai terdengar teratur kembali. Kembali tidak henti-hentinya ku cium dan kubelai pemuda ini. Tapi bukan lagi dengan nafsu, meski hasratku belum tersalurkan. Tetapi dengan kasih sayangku yang tulus. Aku ingin menjadi seseorang yang dapat memberi arti baginya. Bukan hanya teman untuk mencari kenikmatan semata.
Tiba-tiba Lee bangkit dan membenahi pakaiannya. Selanjutnya dia berjalan menuju kamarnya. Aku dapat mengerti apa yang dia rasakan saat ini. Perasaan malu, menyesal dan bingung pasti sedang memenuhi angannya. Akupun segera bangkit menyusulnya. Akan aku jelaskan bahwa apa yang telah terjadi adalah hal yang tak perlu di sesali. Cukup dilupakan jika itu memang tak pernah terpikir akan terjadi. Lee tidur meringkuk menghadap dinding. Aku lalu duduk di sampingnya. Ku balikkan tubuhnya supaya menghadapku. Dugaanku benar, dia tidak tidur.
"Kamu menyesal Lee? Kamu marah sama aku, ya?" Tanyaku perlahan sambil kubelai kepalanya.
"Tidak" Diapun bangkit dari tidurnya.
"Tapi aku merasa melakukan kesalahan" Sambungnya.
Kutarik badannya dalam dekapanku. Sambil tertawa kecil ku acak-acak rambutnya. Meski aku cuma satu tahun lebih tua dari Lee, aku selalu memperlakukan Lee seolah aku jauh lebih tua darinya. Mungkin karena aku anak sulung di keluarga.
"Tak ada yang salah. Aku suka sama kamu" Jawabku tenang.
Lee menatapku. Pandangannya betul-betul menghanyutkanku.
"Kamu homo, ya?" Ucapnya lugu.
Kucoba tetap tenang. Mungkin susah juga menjelaskan bahwa aku seorang biseks, meski aku lebih tertarik pada lelaki. Aku pernah mempunyai banyak kekasih bahkan pernah tidur dengan wanita sebelum jatuh ke dunia gay.
"Itu tak penting buatmu. Kejadian tadi kamu bisa menikmatinya, nggak?" Bisikku dekat telinganya sambil tersenyum menggoda.
Lee tak menjawab. Dia terus membuang muka, menyembunyikan rona merah wajahnya dan kembali berbaring. Tanpa menunggu waktu lagi langsung ku dekap Lee dan dengan buas kuhujani dengan ciuman liar. Seperti singa lapar ku gigiti bagian perut dan pinggang Lee, sedangkan kedua tanganku menggenggam erat kedua pergelangan tangan Lee sehingga dia tak dapat melawan. Lee tertawa kegelian, meronta hendak melepaskan diri.
Aku bangkit menuju pintu dan menguncinya. Lee menantiku. Wajahnya tersenyum menyeringai. Aku langsung melepas kausku dan ikat pinggangku. Lee melakukan hal yang sama, bahkan celana panjangnyapun ikut dilepaskannya. Kujatuhkan diriku pada Lee, ku gigit lehernya agak kuat. Dia mengaduh serta ganti mengigit kupingku. Rupanya pemuda ini cukup cerdas untuk mengerti apa yang harus dilakukan pasangan yang bercumbu.
Lee dengan gayanya yang masih kaku mulai menyerang leherku dengan ciuman yang disertai gigitan sementara aku berbaring. Aku sudah dapat mengontrol emosi sehingga aku biarkan saja Lee memuaskan hasrat dan imajinasinya. Lidahnya turun dan merayap ke dadaku. Kutarik badannya hingga jatuh menimpa badanku. Dengan tangan kiri kudekap erat tubuhnya dan tangan kananku membelai rambutnya. Aku ingin dia tahu bahwa aku sungguh menyayanginya, bukan nafsu semata. Selama ini aku tidak pernah bercumbu dengan laki-laki. Kami biasa cuma saling memuaskan dan usai tanpa kesan di hati saat nafsu sudah tersalurkan. Tapi bersama Lee aku dapat rasakan kasih sayang seperti kekasih yang bermesraan.
"Auch. Pelan-pelan, Lee" Desisku parau saat Lee mengigit puting dadaku.
Perlahan dia mulai menirukan apa yang tadi aku lakukan padanya. Kurang lebih 5menit dia bermain di atas badanku, tetapi tampaknya dia masih malu memegang penisku. Tak sabar, aku balikan badannya, kutindih dan mulai kuremas, kuhisap dan kuraba seluruh tubuhnya dengan liar seperti orang kesurupan. Belum puas lagi, ku tengkurapkan lalu punggungnya yang putih mulus itu tak luput dari serangan mulutku. Kutindih badannya dan ku gesekan penisku yang mengeras ke pantatnya. Aku goyang-goyangkan penisku sambil ku jilati telinganya dari belakang. Kemudian aku berdiri dan melepas celana dan CDku, juga kutarik lepas CD Lee sehingga kami sama-sama telanjang bulat. Kutindih Lee yang sudah telentang.
Tangannya ku bimbing untuk memegang penisku yang sudah membengkak. Dia mulai meremas dan mengocok penisku dengan slow dan malu-malu. Wajahnya memerah, sungguh menawan. Tak dapat lagi kukuasai diri. Serta merta ku lumat bibir merahnya yang separuh terbuka. Kedua tanganku memegang erat kepalanya supaya dia tidak bisa meronta. Kumainkan lidahku di dalam mulutnya. Dia mulai mengerang, meronta karena tidak bisa bernafas. Kududukkan dia dan kulepaskan ciumanku. Baru saja dia selesai menarik nafas panjang, kusumbat lagi bibirnya dengan bibirku. Tapi kali ini agak lembut agar dia bisa menikmati. Ini untuk pertama kalinya aku berciuman dengan lelaki. Lee memelukku dan membiarkan aku menguras ludah di mulutnya. Sensasinya sungguh tak terkatakan. Selangit.. Rasanya.
Setelah puas kami berciuman, kembali Lee menggenggam penisku. Dia mengocok dan meremasnya, menirukan caraku tetapi dengan ragu-ragu dan malu-malu. Tak lama kemudian kami sudah dalam posisi 69. Agak susah juga karena Lee sama sekali belum pernah mengoral. Tapi saat itu aku berusaha untuk membuatnya puas. Kuremas pantatnya dan menekannya sampai penisnya masuk sampai ke pangkalnya dan keremas buah pelirnya. Dan dengan gerakan menghisap dan menelan cukup membuatnya mengelinjang. Sedang aku mencoba menikmati penisku yang di kulum cuma sampai separuh saja. Tak sampai 5menit kurasakan penis Lee mulai semakin bengkak, tanda hendak mencapai klimak. Cepat-cepat aku bangkit dan ku percepat gerakan ku menghisap dan meremas pelirnya. Sedang tanganku yang lain memilin puting dadanya.
"Ough, ough". Lee mengerang beberapa kali.
Tubuhnya mengejang dan kelojotan seperti ayam di sembelih, sebelum penisnya memuntahkan laharnya. Tak mau kecolongan, aku benamkan penisnya dalam-dalam dan setiap semburan spermanya ke tenggorokanku langsung aku telan habis. Kemudian aku terus naik di atas tubuh Lee yang sudah lemas, berlutut di kiri-kanan pinggangnya dan ku kocok penisku. Saat kurasakan spermaku mau muncrat, ku dekatkan penisku ke mulutnya dan spermaku membasahi mukanya. Dengan tangan kukumpulkan spermaku yang berceceran dan ku arahkan ke mulutnya. Lee menatapku ragu. Aku mengangguk sambil kuusap rambutnya. Lee membuka mulutnya dan menelan sperma yang ku berikan.
Malam itu kami tidur bersama. Kupeluk Lee, kucium dan kubelai rambutnya sepanjang malam.
Sejak saat itu kuisi hatiku dengan cintaku kepada Lee. Meski aku tahu bahwa itu sesuatu yang bodoh, aku tak peduli. Dialah pangeran musim gugurku dimana pernah ku baringkan asaku di pangkuannya. Musim gugur mempertemukan kami untuk menyalakan kehangatan di kesejukan anginnya. Angin di kota Wondang 21 feb 97, jadi saksi perpisahan yang bisu
*****
Keindahan cinta hanya sekejap
Tetapi luka karena cinta
Selamanya akan terkenang
*****
Ini untuk pertama kali aku dapat mencurahkan apa yang selama ini terpendam di hati. Masih banyak kenangan lain tentang Lee yang begitu pahit untuk ku kenang, namun terlalu manis untuk dilupakan. Meski letih di landa kerinduan yang tak pernah berhenti menyiksa, aku tidak pernah menyesali cinta yang telah ku berikan. Lain kali akan ku sambung kisah perjalanan cintaku dengan Lee yang meski hanya 5 bulan, tetapi menimbulkan luka yang sampai kini masih terasa.
Ada yang pernah berkata, "Janganlah mencoba melupakan orang yang ingin engkau lupakan, nyatakanlah dia selalu dalam anganmu, sampai kau bosan dan melupakannya".
Banyak sudah air mata yang tercurah saat bayangan Lee melintas di ruang benakku. Saat berpisah aku meyakinkan diriku bahwa bersama berlalunya waktu, aku akan dapat melupakan Lee. Bahwa kesedihan ini tak akan lama membelenggu. Oleh karena itu aku tegar melepas kepergian Lee saat perusahaan pindah ke kota Ansan. Lee memutuskan untuk pulang ke kotanya yang katanya 8jam perjalanan dari Seoul. Lagipula dia sebentar lagi harus ikut wajib militer. Aku tak pernah menyangka kalau perpisahan itu membawaku dalam suatu perjalanan panjang yang di hiasi dengan kerinduan dan pencarian akan cinta usang di puing-puing masa silam.
Winter, 96
Kau taburkan bunga kristalmu, bekukan bumi
Namun cintaku membara dalam dinginmu
Tiada takut hadirmu saat dia berjaga di sisiku
Kutahu pasti kau cemburu pada kami
Yang tak pedulikan saljumu
*****
Kami baru saja keluar dari sebuah sauna di kota Yong Dung Po. Kehangatan air dan uap panas yang baru saja kami rasakan tiba-tiba berganti kesejukan. Kurapatkan syal dileherku. Kulihat Lee tenang-tenang saja. Sudah biasa.
"Kamu tunggu sebentar disini, ya" Setengah berlari tiba-tiba dia pergi.
Tak lama kemudian kembali dengan 2cawan kopi panas di tangannya.
"Minumlah selagi hangat".
Kusambut cawan yang di berikannya. Dan dalam beberapa detik sudah kukosongkan isinya. Cuaca yang 9derajat di bawah nol membuatku tahan makan dan minum makanan panas. Tapi kalau di indonesia gak janji deh.
"Wah. Cepat sekali habisnya?" Dia terheran-heran melihat cawanku sudah kosong.
"Tidak panas, ya?"
Kudekatkan wajahku ke mukanya dan kutatap tajam matanya dengan pandangan nakal.
"Apapun yang kau berikan padaku, pasti akan segera aku habiskan". Jawabku dengan suara yang ku buat agak mendesah.
Dan aku dapatkan apa yang aku inginkan. Wajahnya bersemu merah dan dia membuang muka dengan kesal. Saat itu dia kelihatan seperti anak-anak begitu menggemaskan. Kalau saja bukan di keramaian, pasti aku peluk dia.
"Hui. Mata kamu bagus". Ucapnya setelah dia habiskan kopinya dan kami berjalan menuju pertokoan Lotte Plaza.
Memang banyak teman-teman yang suka memuji mataku. Mereka bilang kalau mataku seperti tanpa dosa. Bulat dan berbulu lentik. Karena blaster, orang sering mengira aku orang philippin, vietnam atau thailand.
"Mata kamu bagus juga. Aku suka". Balasku sambil ku rangkul bahunya dengan gaya wajar yang tidak menarik perhatian orang.
Dalam asramapun kami bersikap seperti biasa. Perlakuan sayangku pada Lee sama seperti waktu kami belum berhubungan intim. Gayaku dari dulu memang macho sehingga tak ada yang menyangka kalau aku juga menyukai sejenis. Setelah capek berjalan-jalan di pasar bawah tanah, kami menuju ke sebuah losmen kecil di pusat kota.
Bersambung . . . . .