(by: brycejlover@yahoo.com)
*****
Cintai aku dengan lembut, kasihku
Sayangi diriku, sayang
Jangan pernah kau lepaskan daku
Kau membuat hidupku lengkap
Dan aku amat sangat mencintaimu
Cintai aku dengan lembut, kasihku
Sayangi diriku, sayang
Katakan bahwa kau milikku
Dan aku akan menjadi milikmu
Selamanya hingga akhir waktu
Cintai aku dengan tulus, sayang
Semua impianku terwujud
Karena, sayangku, aku mencintaimu
Dan aku akan selalu mencintaimu..
*****
Beberapa bulan berlalu sejak kejadian dalam ceritaku "Kejutan Paris" terjadi. Aku masih mabuk kepayang, membayangkan kembali saat-saat intim nan merangsang ketika Bang Veri, kekasihku yang sangat kucintai, menyetubuhiku di puncak menara Eiffel. Masih terngiang-ngiang erangannya di telingaku. Sejak kepulangan kami dari Paris, Bang Veri tampak semakin romantis saja. Entah apa yang terjadi dengannya karena biasanya Bang Veri tenggelam dalam pekerjaannya. Bang Veri kini lebih sering meluangkan waktunya denganku, tentu saja aku senang sekali.
Pada suatu malam yang tak terduga, Bang Veri datang mengunjungiku. Pakaiannya rapi sekali, lebih rapi daripada biasanya. Aroma colognenya yang harum nan lembut membuatku mabuk dengan cinta. Dan di tangannya tergenggam karangan bunga mawar merah! Bang Veri tak pernah membawakanku bunga. Kusambut karangan bunga itu dengan senyum dan ciuman.
"Ada apa, sayang? Tumben sekali." tanyaku.
"Emangnya Abang tidak boleh membawakan bunga untuk kekasihku?" godanya sambil menarik hidungku pelan. Bang Veri memang suka menggodaku. Bagian tubuhku yang paling suka dia mainkan adalah anusku. Bang Veri senang sekali menyodomiku dengan jarinya hingga membuatku terbakar nafsu dan kenikmatan.
"Tentu saja boleh, tapi dalam rangka apa. Pakaianmu juga rapi sekali. Dari mana kamu? Kondangan?" tanyaku manja, membiarkan Bang Veri memeluk tubuhku. Oh, aroma colognenya langsung masuk ke dalam hidungku dan tembus masuk ke otakku. Harum dan memabukkan. Dipeluk seperti itu oleh Bang Veri membuatku merasa aman dan dicintai.
"Abang mau melamar Adek," jawabnya santai seraya membelai-belai punggungku. Bang Veri lebih suka mamakai kata 'Abang-Adek' untuk mengekspresikan rasa sayangnya. Namun sesekali, dia juga suka menggunakan kata 'sayang'.
Jantungku berdegup kencang, tak percaya dengan pendengaranku.
"Melamarku? Maksudmu.. Melamar sebagai pasangan hidup?"
Kulepaskan diriku dari pelukannya dan kutatap matanya dalam-dalam, mencari-cari isyarat bahwa dia sedang bercanda. Namun yang kutemukan di dalam matanya hanyalah cinta yang dalam, cinta sejati dan tulus yang belum pernah kudapatkan dari pria manapun juga. Cinta semacam itu sungguh langka, terutama di dalam dunia gay. Aku sendiri memiliki cinta itu dan sudah kuberikan pada Bang Veri. Mataku langsung berkaca-kaca saat Bang Veri membelai-belai pipiku.
"Benar, Say. Abang rindu ama Adek. Ingin sekali Abang memeluk dan menggendong Adek di pangkuan Abang setiap hari, siang dan malam. Abang ingin Adek menjadi milik Abang seutuhnya. Abang cemburu jika ada pria lain yang mendekati Adek. Abang tak seperti mereka yang hanya menganggap Adek sebagai mainan seks. Biarkan Abang menjaga dan mencintai Adek selamanya. Adek mau kan?" tanya Bang Veri.
Air mataku seketika itu juga mengalir keluar, tak tertahankan. Kupeluk badan Bang Veri sambil menangis bahagia di dadanya. Kemeja putihnya agak basah, terkena air mataku.
"Mau, Bang. Tentu saja Adek mau. Adek juga menginginkan hal yang sama. Adek ingin sekali bisa mencintai Abang dan berada di sisi Abang senatiasa. Adek tak mau terpisahkan dari Abang sampai kapan pun juga. Hanya Abang seorang yang Adek cintai."
Selama beberapa menit, kami berdiri di teras rumahku saling berpelukkan. Bulan dan bintang, meski tertutup oleh bangunan-bangunan tinggi, menjadi saksi cinta kami. Pelukan Bang Veri terasa lebih hangat daripada biasanya. Aku sangat percaya dengan cintanya. Sudah lama kutunggu pasangan jiwaku, dan akhirnya dia datang! Dengan lembut, Bang Veri menyeka air mataku seraya berkata..
"Kamu sensitif dan lembut sekali. Abang suka. Tapi sekarang kita masuk, yuk. Abang sudah tak sabar mau melamar Adek. Kemudian Abang akan bawa Adek jauh-jauh agar kita berdua bisa memulai hidup kita bersama dengan bahagia. Oh, Abang sangat mencintai kamu.."
Begitulah, Bang Veri melamarku di hadapan kedua orangtuaku dan adik perempuanku. Tanpa ragu sedikit pun, Bang Veri menyatakan rasa sukanya padaku, dan bahwa dia ingin menikahiku. Aku harus berjuang keras menahan air mata haruku. Di hadapan mereka, Bang Veri mengeluarkan sebuah cincin keemasan dari balik saku kemejanya. Aku tak peduli apakah cincin itu mahal atau tidak, yang terpenting adalah niatnya.
Saat Bang Veri melingkarkannya di jemariku, aku ingin menangis. Mataku berkaca-kaca, hampir saja air mataku jebol keluar. Cincin itu berukirkan inisial nama kami: V & E. Meskipun bentuknya sangat sederhana namun aku sangat menyukainya. Kupeluk dia dan kami berangkulan. Keluargaku menerima lamaran Bang Veri karena mereka berhasil diyakinkan oleh Bang Veri. Akhirnya, aku akan menikah, menikahi pria yang sangat kucintai.
Saat aku menoleh ke belakang, kulihat kembali perjalanan cintaku. Sudah ada banyak hal buruk yang kualami atas nama cinta. Sudah banyak air mata yang terbuang akibat cinta. Sudah banyak hal yang telah kualami, mulai dari ditinggal mati, dicampakkan, cinta bertepuk sebelah tangan, sampai ditipu. Tapi semuanya mengajarkanku arti cinta. Aku ditempa untuk menjadi seseorang yang lebih baik lagi.
Terbayang kembali saat Bang Veri meneleponku pertama kali setelah membaca cerita erotisku di sumbercerita.com. Takdir telah mengatur semuanya bagaikan sebuah teka-teki besar. Meskipun Bang Veri dan aku tidak langsung bertemu, tapi pada akhirnya kami bertemu juga. Tak pernah ada kata terlambat untuk cinta. Pepatah mengatakan, "Kalau sudah jodoh, takkan ke mana-mana."
Malam itu juga, Bang Veri tinggal di rumahku. Jam menunjukkan pukul 12 malam. Bang Veri tidur di ranjangku, di dalam kamarku. Kami berbaring sambil bertelanjang bulat. Dengan lembut, Bang Veri merengkuhku dan membelai-belai tubuhku. Penis kami berdua yang semula lemas, pelan-pelan menegang. Batang kejantanan Bang Veri yang keras menyodok-nyodok selangkanganku, sesekali beradu dengan penisku. Kami berdua hanya saling tersenyum mesum saat menyadari bahwa kami berdua terangsang.
"Abang tegang nih," bisik Bang Veri di telingaku. Kami memang harus saling berbisikan karena tak mau terdengar oleh keluargaku.
"Isepin donk, Say," pintanya manja.
Bagaimana mungkin aku menolak permintaan pria yang kucintai itu? Bang Veri memang tahu benar semua tombol-tombol sensitif di tubuhku. Dengan lembut, dia menciumi bibirku. Mula-mula memang terasa lembut, namun makin lama ciumannya mengganas. Kurasa Bang Veri tak dapat menahan birahinya. Kekasihku itu memang tipe pria yang berlibido tinggi. Tapi aku suka sekali dan aku ingin dapat memuaskannya setiap saat. Batang kejantanannya terasa semakin mengeras, menggoda birahiku. Lidahnya menyerbu masuk ke dalam mulutku, air liur kami berbaur. Kuciumi dia seraya meraba-raba punggungnya. Bang Veri pun tak mau kalah, tubuh telanjangku dipeluk erat sekali seakan takut kehilanganku.
Kami pun bergumul di ranjangku yang tak begitu lebar. Dan tiba-tiba saja, tubuhku berada di bawah sedangkan tubuhnya berada di atasku. Pegangannya tidak mengendur, masih saja erat. Bang Veri menciumiku dengan bernafsu sekali. Puas dengan bibirku, dia menciumi wajah dan leherku. Khusus di bagian leher, Bang Veri menyerang sisi leherku yang sangat sensitif. Bibirnya dengan laparnya menghisap dan menjilati leherku, persis dengan adegan percintaan yang sering kulihat di film-film. Suara desahanku memenuhi kamar. Kedua tangan Bang Veri sibuk mengelus-ngelus tubuhku.
"Aahh.. Hhohh.. Aku cinta Abang.." bisikku di sela-sela ciumannya.
"Hhoohh.. Abang juga cinta Adek, tapi sekarang isepin dulu donk, Say. Gak tahan lagi, nih," keluh Bang Veri, manja sekali, seraya menggoyang-goyangkan penisnya.
Aku hanya tersenyum mesum dan kucium dia lagi sebelum kami mengubah posisi. Bang Veri mendudukkan badanku di ranjang dengan punggungku bersandar pada kepala ranjang. Batangku berdenyut-denyut penuh gairah, tak sabar untuk dicumbu Bang Veri. Dengan berhati-hati, Bang Veri memposisikan badannya setengah berlutut, badanku terjepit di antara pahanya. Penisnya yang tegang berdenyut-denyut di depan mukaku seakan-akan berkata, 'Hisap aku donk, Say'.
Meskipun aku sudah sering mengoralnya berkali-kali, namun aku suka sekali memandang penisnya. Jika saja aku mempunyai foto close-up kepala penisnya, aku akan memandanginya setiap hari. Sungguh sebuah penis yang indah. Panjang dan tebalnya sangat ideal. Bagi kebanyakan pria homoseksual bottom dan wanita, kontol yang besar dan panjang adalah hal yang seksi. Tapi kita hidup di dunia nyata, bukan dunia fantasi masturbasi. Lagipula penis yang terlalu besar akan sangat menyulitkan. Bagiku, penis milik Bang Veri sangat ideal dari segi ukuran. Kepala penisnya terekspos total akibat disunat. Saat penis Bang Veri sedang lemas, kepalanya akan mengecil dan tampak manis. Tapi saat tegang, penis itu akan memanjang dan mengeras. Kepala penisnya pun akan basah dengan precum. Seperti itulah keadaan glans penisnya pada saat itu!
Sebelum memulai servis oral, aku menciumi dan menjilati kepala penisnya dulu. Jika waktu mengizinkan, aku suka bermain pelan agar pasanganku semakin penasaran dan bernafsu. Saat kudekatkan wajahku ke area penisnya, aroma kejantanan tercium sangat tajam. Aroma khas seorang laki-laki. Dan ini bukan sembarang aroma karena aroma itu berasal dari batang kejantanan milik kekasihku, Bang Veri.
Bersambung . . . .