Ferry lihat jam, 20.05. Ternyata hanya 48 menit membereskan urusannya (termasuk kesempatan meraih sperma si room boy tadi) dan sekarang telah kembali berhadapan dengan Pak Budi. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Apa yang Ferry perbuat pada si room boy tadi justru merupakan pemanasan. Libido Ferry telah utuh kembali. Pak Budi juga senang melihat Ferry nampak sumringah. Seperti layaknya suami istri, dia peluk Ferry. Mereka saling melumat bertukar lidah dan liur.
Pak Budi langsung menarik Ferry ketempat tidur. Mereka terus berpagut. Benar-benar bentuk percintaan sesaat yang klasik. Berpagutan, saling sedot menyedot, saling raba dan pijat, saling isap dan gigit-gigit. Berguling bergantian atas dan bawah. Kemudian dengan tetap bergumul dan saling berpagut mereka melucuti pakaian masing-masing satu persatu hingga sepenuhnya telanjang.
Tidak ada yang memburu atau diburu. Waktu sepenuhnya milik mereka. Berkat sikap Pak Budi, mereka tetap sebagai orang-orang yang santai. Dicelah-celah pergumulan itu terkadang mereka berhenti. Pak Budi mengambil rokoknya, menikmati minuman dari lemari es sambil duduk di kursi kamar. Sementara demikian pula Ferry, hanya Ferry tidak merokok.
Dan.. keduanya tetap telanjang. Lebih nyaman. Lebih bersuasana. Demikianlah nuansa percintaan sesama pria. Kemudian dengan bebas silahkan.., salah satu dari mereka kapan saja boleh kembali memulai.Pak Budi bergerak ke kasur, memposisikan dirinya dan membiarkan Ferry tetap duduk pada kursinya. Dia tarik kaki Ferry untuk diciuminya. Ciuman yang diikuti dengan rabaan-rabaan. Ferry yang lagi membaca tetap saja membaca dan membiarkan Pak Budi memainkan dan menikmati kaki-kakinya. Sesunggunyalah pada saat-saat seperti ini mereka merasa saling memiliki. Siapa yang mau atau siapa yang mulai, yang lain mempersilahkan, hingga sampai waktunya perlu merespon secara aktif.
Pak Budi sangat menikmati lumatannya pada kaki-kaki Ferry. Sebagaimana sore tadi, lidahnya menari diantara jari-jari kakinya. Saat lidahnya bergerak menjilati telapak kaki, dia merubah posisi, turun dari ranjang dan telentang di karpet. Telapak kaki Ferry diangkat hingga menutupi wajahnya. Pada posisi macam itu hidung Pak Budi juga sepuasnya menciumi aroma telapak kaki itu. Dia jilati seluruh permukaannya. Dengan tubuh yang cukup tambun itu Pak Budi tidak kehilangan kelincahannya. Ciumannya yang bergerak ke betis dan paha menuntutnya untuk beringsut duduk. Diangkatnya betis Ferry dan ditumpangkannya ke lututnya untuk meringankan beban dan memudahkan bibir serta lidahnya menjangkau seluruh pori-pori pada betisnya itu.
Nafas Pak Budi terdengar makin memburu. Ciuman dan jilatannya menuju ke paha Sementara itu dengan tetap asyik membaca Ferry menguakkan pahanya serta sedikit memerosotkan duduknya agar Pak Budi bisa lebih leluasa merambah daerah itu. Pak Budi kini beringsut ke antara dua paha Ferry kemudian bertumpu pada lututnya sambil terus mencium dan menjilat-jilat.
Kontol Ferry tegak mengkilat. Ujungnya, dimana lobang kencingnya berada, nampak belahan merekah yang menantang lidah siapapun yang menyaksikannya. Pak Budi nggak terburu-buru. Jamur mengkilat itu dijadikan target klimaksnya nanti. Hanya sementara ini tangannya mulai mengkondisikan. Dielusnya jamur itu. Jari-jarinya menyentuhi pinggir-pinggir rekahan yang tentu akan membuat pemiliknya bergelinjang. Disini Ferry nampak mulai bereaksi. Bacaannya dia taruh di meja. Dia mendesah. Dia raih tangan Pak Budi yang meraba kontolnya. Dia tidak mengusiknya. Dia hanya menunjukkan keinginannya agar tangan itu terus menggelitik jamurnya.
Sebentar matanya memperhatikan kepala botak yang sedang terbenam di selangkangannya. Pak Budi sedang menikmati bau yang terpancar dari selangkangan Ferry.Saatnya kelelahan orang berusia 63 tahun datang. Pak Budi berdiri kemudian istirahat. Dia telentang di kasur. Kontolnya yang nimbul dari belantara jembutnya sungguh memberikan pesona birahi. Ferry yang saat itu mulai memanas berkat garapan Pak Budi ganti beranjak.
Dia datangi Pak Budi dari arah selangkangannya. Dia menciumu paha-paha gempal Pak Budi sesaat, kemudian langsung membenamkan wajahnya pada belantara jembut itu. Wwuuhh.. hhaahh, Ferry menghirupi belantara tadi. Aroma kejantanan orang seusia diatas 60 tahunan ini sungguh membuatnya melayang-layang. Dengan matanya yang setengah terpejam Ferry terbang dalam pikiran dan khayalan erotiknya.
Tangannya bergerak mengelus pinggul Pak Budi. Terasa saraf-saraf peka ditangannya menikmati elusan erotis itu. Kemudian diteruskan elusannya menuju perut, kemudian naik hingga menjangkau bukit gempal dadanya. Diremasinya bukit gempal itu. Jari-jari Ferry memainkan puting susu Pak Budi. Pak Budi merasai nikmat yang tak terhingga. Dia merasa mendapatkan kepuasan yang total. Dia akan mengekspresikan keinginan birahinya secara total pula. Dari Ferry, yang kebersamaannya sekarang ini berkat rancangannya, harus bisa menambah koleksi pengalamannya berhubungan seksual dengan sesama pria.
Entah yang keberapa, tetapi saat pertama dia melihat Ferry saat melamar di kantor 3 tahun yang lalu Pak Budi sudah memberikan nilai prima padanya. Dan dia sudah lama memimpikan saat-saat seperti ini bersamanya.
Sekarang ini sang impiannya tengah membenamkan wajahnya di selangkangannya. Ferry sedang menikmati batang kontolnya kemudian pelernya. Terasa bagaimana gairah Ferry meladeni harapannya. Dan selintas Pak Budi sudah merancang kesempatan lanjutannya. Apabila jadi dia ditugaskan ke Eropah pada pertengahan tahun ini, dia akan minta Ferry mendampinginya sebagai staff yang membantu urusan macam-macam. Pak Budi tersenyum sendiri, memuji kepintaran dirinya.
Kini jilatan Ferry sudah intensif menyentuh bukit kecil di bawah bijih pelernya. Bunyi kecupan mulutnya terdengar begitu indahnya. Sodokan lidahnya mulai menerobos wilayah yang paling diharapkan Pak Budi untuk dijelajahi Ferry Serta merta Pak Budi melipat pahanya ke atas hingga menyentuh dadanya dan betisnya lurus mengarah ke dinding. Kedua tangannya menahan paha itu. Dan akibatnya..
'Uuhh.., Pak Budi ini bukan main.. Lihat, itu bulu-bulu yang terus berkesinambungan merimbuni jalan ke lubang analnya. Uuuhh sedapnyaa..', demikian bisikan lirih yang keluar dari hati Ferry begitu melihat wilayah anal Pak Budi yang demikian terbuka dan menawarkan bibir dan lidahnya untuk melumat dan menjilatinya. Ferry langsung tenggelam dan larut dalam pesona wilayah anal Pak Budi ini.
Ferry merasa perlu menyamankan posisinya. Dengan sedikit beringsut wajahnya berada langsung tepat di depan daging putih gempal berbulu milik Pak Budi itu. Aroma pantat Pak Budi langsung menyergap. Ferry tak mampu menahan diri untuk tidak langsung membenamkan wajahnya. Hidungnya menyeruak masuk kerimbunan jembut anal Pak Budi dan lidahnya mencari-cari.
Sekarang baru terdengar Pak Budi mengerang. Rupanya kenikmatan yang melanda tak lagi tertahankan sehingga dia nggak mampu lagi untuk tidak mengerang. Kemudian juga merintih dan mendesah. Tiba-tiba Ferry mendengar racau Pak Budi yang aneh, mungkin bersamaan dengan itu dia ingat seseorang pernah memberikan kenikmatan tak terhingga pula,
'Mam, mm. mMami sayang, jilati terus pantatku sayangg.. Yaa. yaa. terruuss. Mamii sayangg. Yaa.. enakk.. Yaa.. '. Begitu dia terus menerus meracau memanggil sebutan Mami.
Sambil terus menjilat-jilat Ferry heran dia pada Pak Budi yang memanggilnya Mami. Kalau kealpaan mestinya dia tidak mengulang-ulangnya. Mam .. mMamii .. ah kenapa panggilan aneh itu .. Apa dia bayangkan aku sebagai perempuan? Atau mungkin dia punya perempuan simpanan yang selalu dipanggilnya Mami dengan penuh kemesraan? Kalaulah dia panggil aku Mami.. dia Papinya. Mami sama Papi. Dan Mami mesti mengikuti kemauan Papi. Dan Pak Budi sejak awal sore tadi selalu menunjukkan kuasanya. Selalu dia bertindak dominan. Dia selalu memberikan perintah. Kali ini bukan sekedar atasan sama bawahan. Tetapi Papi yang mesti selalu menang atas Mami. Papi yang mendominir Mami. Dan di bawah dominasinya. Aku Maminya dan Pak Budi Papinya .. Dan menjadi Mami sebagai pihak yang selalu dikalahkan, uh uh uh..
Tiba-tiba merasa ada yang menjalar di tubuhnya, semacam dorongan erotisme untuk menikmati seksual sebagai orang yang dikalahkan. Nikmatnya menjadi budak yang selalu hanya melayani tuannya. Dan menjilati pantat tuannya menjadi ungkapan jiwa budaknya, jiwa yang kalah, jiwa yang nikmat kalau dihinakan. Dan kini, aku akan terus menjilati hingga Pak Budi, Papiku mendapatkan kepuasannya. Uhh. alangkah erotisnya .. dan tiba-tiba Ferry sampai pada kesimpulan menunggu dengan penuh merindukan panggilan Pak Budi tadi ..
'Mami sayangg ..'. Dan akhirnya tanpa terkendali mulutnya sendiri berucap,
'Pap. Papii, nikmat banget lubang pantatmu paa..'. Ferry sudah berubah .., ini bukan Ferry yang dulu lagi.
Terasa kepalanya ada yang merengkuh. Tangan-tangan Pak Budi dengan kuat-kuat merenggut kepalanya, menekan dan semakin membenamkan wajahnya ke analnya,
'Ayyoo mam.Mamiku sayangg. jilati terus lubangnya.. enak yaa baunyaa..?? Ciumi sayangg.'.
Rupanya posisi macam itu membuat Ferry cepat lelah, lehernya terasa pegal karena dalam mencium dia harus regangkan kedepan seperti saat mendongak. Tangan Ferry dengan halus menekan tubuh Pak Budi agar miring ke kanan. Pak Budi tahu keinginan Ferry. Bahkan Pak Budi langsung memerikan posisi terbaiknya. Dia tengkurap dan kemudian nungging.
Wwaaoo.., ini benar-benar pemandangan yang sangat merangsang. Pria 63 tahun ini benar-benar memberikan pesona bagi para pecinta sesama pria. Lihatlah.., bokong putih gempal berbulu, yang saat ini nungging di depan hidung Ferry. Bulunya yang menggelap dari jembutnya menyambung ke lembah-lembah analnya merupakan keindahan erotik tak ada bandingannya.
Menghadapi pemandangan macam itu Ferry semakin nggak mampu menahan nafsunya. Birahinya bergejolak. Dia sekarang yang ganti meracau.
'Ooo. Papi sayangg, aku nggak tahan menghadapinya .. Papii..'.
Diterkamnya pantat Pak Budi. Digigitinya bukit-bukitnya dengan penuh nafsu. Disodokinya alur gelap tertutup bulu itu dengan lidahnya untuk merasai lubang analnya. Tangannya juga ikut membantu meraba. Dan saat tangannya mendapatkannya, jari-jarinya ditusukkan ke lubang itu. Dirabainya bibir analnya. Dan dirasainya liquid semennya. Ditarik sesaat jarinya untuk diciumnya. Uuuhh aromanyaa.. Lidahnya keluar untuk menjilati jari-jari berbau itu. Terasa oleh Ferry sepat semen anal Pak Budi itu. Dan jari-jari itu kembali menyodoki anal Pak Budi. Mungkin dimaksudkan seperti perintis untuk memastikan lokasi sasarannya sebelum lidahnya terjun menjilati dan bibirnya yang akan menghisapinya.
Hal itu dia lakukan berulang-ulang. Dan di sana, dengan wajahnya yang bertumpu pada bantal lunak hotel itu, Pak Budi mendesah. Dia menikmati apa yang telah dia rancang itu. Lidah Ferry yang terasa ngebor lubang pantatnya sungguh merupakan hiburan kenikmatan yang telah lama dia dambakan. Untuk lebih memberikan kemudahan pada Ferry, kedua tangannya kebelakang meraih bukit bukit bokongnya dan merekahkannya hingga lebih mudah dijilati oleh Ferry. Lubang analnya kini langsung terpapar. Sejenak Ferry menarik wajahnya untuk menyaksikan. Dan dia amati lubang itu. Dikelilingi hutan bulunya, anal itu merekah kemerahan dengan lipatan-lipatan halus yang mengarah ke titik lubangnya. Wwuuhh.., ternyata memang ada lubang yang demikian seksi untuk dilumatinya.
'Jilati ayo mam, jilati ayoo Mamiku sayangg ..',
'Ooo. pap .Papii..'.
Dan serta merta Ferry memenamkan kembali wajahnya. Lidahnya kembali menusuki lubang itu. Serangan bertubi dan berkesinambungan pada duburnya, yang dimulai dengan pergumulan lama sebelumnya sesama pria itu, benar-benar telah menggiring libido Pak Budi menuju puncaknya. Dan kini saatnya Pak Budi merasa perlu mengambil alih. Dia berbalik. Dirubuhkannya tubuh Ferry telentang.
Bersambung . . . .