Dengan gaya seperti anak kecil yang minta dipeluk ibunya, dia berbaring di sebelahku dan mendesak-desakkan kepalanya di bawah ketiakku. Tangannya melingkari tubuhku. Naluriku yang suka anak manja mulai muncul.
"Sudahlah kalau mau tidur sini. Tapi jangan nakal."
Semakin erat dia memeluk karena senang aku ijinkan tidur bersamaku.
Aku mencoba untuk tenang dan cepat tidur. Tapi Song Min terus bergerak sambil mendesakkan badannya. Tanpa kupinta, penisku berdiri. Tapi aku berusaha untuk tidak menuruti nafsuku. Song Min membuka selimutku dan memakainya menutupi badannya juga. Tiba-tiba dia menaruh pahanya di penisku yang sudah mengeras di balik celana trainingku.
"Kurang ajar anak ini." ucapku sambil kutelentangkan dia, kutindih dan kuciumi dengan liar.
Tak kuberi kesempatan dia untuk meronta karena badanku lebih tegap darinya. Kudekap erat tubuhnya sambil terus kulumat batang lehernya dengan penuh nafsu. Bau lembut parfumnya makin bikin aku lupa diri.
Kulihat ketakutan diwajahnya saat aku melepaskan pakaianku. Dia meronta hendak melepaskan diri dari tindihanku. Dan rontaannya makin kuat ketika aku membuka kausnya dengan paksa.
"Jangan. Jangan, Hui. Aku tidak mau." Dia memohon.
Aku tidak memperdulikannya. Akhirnya kami sama-sama telanjang dada. Aku sudah bersiap untuk melepaskan celananya waktu kulihat mimik wajahnya yang ketakutan dan tidak berdaya. Matanya memerah. Pasti dia tidak menyangka reaksiku seperti ini. Aku sadar telah berlaku kasar dan menakuti dia. Nafsuku langsung hilang dan berganti rasa kasihan dan sayang.
Kembali aku berbaring di sampingnya dan membentangkan selimut menutupi tubuh kami. Song Min kudekap dengan lembut sambil kubelai rambutnya. Pipinya kuciumi.
"Sorry. Maafkan aku." Bisikku di telinganya.
Dia mengangguk. Menatapku dengan senyuman. Dia sudah tidak takut lagi. Sambil tetap mendekapnya, ku belai kening dan rambutnya. Dia begitu senang kuperlakukan begitu. Lalu kamipun tidur berpelukan.
Mungkin baru 3 jam aku tertidur pulas. Aku terjaga oleh rabaan tangan yang menjalari tubuhku disertai ciuman-ciuman kecil di leherku. Aku cuma menggeliat malas. Aku tahu pasti Song Min yang melakukan. Sambil tetap terpejam aku mulai menikmati setiap rangsangan yang diberikan. Selama 2 menit tubuhku digerayangi dengan rabaan, remasan dan putingku distimulasi. Aku mulai bernafsu. Kuraih tubuh orang yang sedang menciumi leherku. Aku terheran. Tubuhnya terasa lebih berat dari Song Min. Langsung kubuka mata dan ternyata yang mencumbuiku adalah Lee. Dia tersenyum melihat keterkejutan ku sesaat tadi.
"Kenapa? Kamu terkejut?" Dia menghentikan cumbuannya dan duduk disampingku yang masih berbaring.
"Kapan kamu datang?"
"Sudah agak lama. Aku lihat kamu tidur dengan Song Min, jadi aku biarkan saja." Jawabnya santai.
Tiba-tiba aku merasa kecewa. Tak ada kemarahan dalam nada suaranya. Aku justru lebih suka kalau dia cemburu atau marah dan merajuk. Supaya aku dapat membujuknya dengan kasih sayangku.
"Kami tidur aja. Tidak berbuat apa-apa."
Kutarik dia dan kujatuhkan keatas tubuhku. Aku masih telanjang dada.
"Pintunya sudah kamu kunci?" Tanyaku. Dia mengangguk.
"Orang-orang sedang keluar." Jawabnya sebelum kami kembali bergumul.
Nafsuku yang kutahan sejak bersama Song Min tadi akan kulampiaskan pada Lee. Aku membuka baju yang dikenakan Lee sambil tetap membiarkan dia mengumuliku dengan bernafsu. Seperti harimau lapar yang bertemu mangsa, badanku seperti mau di habiskannya dengan gigitan-gigitannya. Aku cuma bisa menggelinjang kegelian sambil mendesah. Dia mendekap tubuhku erat-erat. Kubalas mendekap tubuhnya yang licin dan lembut.
Kuresapi kehangatan yang tercipta diantara kami berdua. Kutarik maju pantatnya hingga lehernya berada diatas mulutku. Bagian inilah yang paling aku suka. Kujilati leher putihnya sampai ke telinga. Kemudian diapun mendesah ketika kugigit mesra cuping telinganya. Tanganku menelusup masuk dalam celana jeansnya dan kuremas kedua pantatnya yang masih penuh berisi. Remasanku membuatnya semakin horny. Dengan kedua tangannya dia memegang kepalaku dan mulai mengulum bibirku.
Kami berpagutan, saling balas gigit-mengigit bibir. Kumainkan lidahku dalam mulutnya, mencoba menguras air liurnya yang terasa manis bagiku. Puas berciuman, aku baringkan dia. Kubelai rambutnya sambil kuciumi wajahnya. Aku menyukai foreplay karena aku lebih mementingkan kasih daripada sekedar nafsu.
"Hui. Cepatlah." Lee mendesah.
Dia sudah tidak sabar lagi untuk diberi kenikmatan. Sambil tetap menciuminya, tanganku mulai bermain di dadanya yang licin. Kupilin putingnya yang kemerahan, lalu ku gelitik sedikit pinggangnya. Dia meronta. Kuhembuskan nafas hidungku di belakang telinganya. Kujilat sebentar sebelum kulumat pelan dan terus menurun ke lehernya. Kakiku kulingkarkan diatasnya, membuat penisku menekan pahanya. Lebih kueratkan lagi pelukanku dan kugesek-gesekan batang kerasku.
Tangan Lee mulai bermain di dadaku. Membalas lumatanku di lehernya dengan usapan memutar di putingku. Semakin ganas lagi kujilati dan kulumat lehernya yang mulus. Kini tangannya yang kanan menelusup dalam celana trainingku yang longgar. Disana dia mengusap, meremas dan mengocok batangku yang memang sudah siap tempur. Kuhentikan sejenak ciumanku. Kubiarkan Lee bermain dengan batangku dan kutatap wajahnya. Dia membuka mata. Pandangannya yang sendu dan rona merah di pipinya membuatku tak sabar lagi untuk membawanya ke puncak kenikmatan. Lalu kujilati putingnya dan tanganku menjalari tubuhnya. Lee mendesah dengan mata terpejam dan kepala mendongak. Desahannya membuatku makin bersemangat untuk merangsangnya.
"Aach!" pekiknya pelan saat lidahku menjilat pusar dan perutnya.
Dia menggelinjang menahan geli dan birahi. Pandanganya terlihat sayu penuh kepasrahan. Kutindih tubuhnya sambil tanganku meremas apa yang ada di balik celananya. Penisnya meronta dalam genggamanku. Dengan segera kuloloskan celana dan CDnya. Batangnya tersembul keluar teracung-acung seolah menantang. Tanpa menggenggamnya aku mualai melumat buah pelirnya dan menghisapnya perlahan.
"Ouagh, Hui..!" Lee mengejang.
Tangannya mencengkeram rambutku. Tanpa menghiraukannya aku meneruskan aksiku, bahkan kali ini sambil aku kocok batangnya naik turun. Denyutan dan tonjolan urat-urat penisnya memenuhi genggaman tangan kananku sementara tangan kiriku merayap didadanya sambil memilin putingnya.
Sesaat kuhentikan lumatanku di pelirnya dan kutelusuri lututnya dengan lidahku. Terus naik kepaha dan nyungsep di lipatan pahanya. Kujilati area itu di sertai dengan desahan Lee. Puas menyapu pahanya yang putih mulus, kulanjutkan menyantap penisnya yang makin membengkak dalam genggamanku. Kutarik tubuh Lee ketepi ranjang. Pantatnya kini berada di tepi ranjang dan kakinya menjuntai ke lantai. Melihatnya berbaring begini sungguh menggairahkan. Penisnya menjulang bagai sebuah menara yang kokoh. Dengan segera aku berlutut di kedua pahanya yang terbuka.
Kuusap naik turun paha putih yang terkangkang di depanku. Pantatnyapun tak luput dari remasanku. Kuangkat pantatnya keatas dan penisnya yang tinggi menjulang aku jilati dan aku lumat dari bawah ke atas dan dari samping kiri-kanan sampai basah. Dan setelah puas, kukulum topi merah mengkilat di depan wajahku. Perlahan kulumanku kuturunkan hingga batang itu terbenam seluruhnya dalam rongga mulutku. Masih dalam mulutku kuhisap dan kumainkan dengan lidah.
"Ough, Hui. Enak sekali. Ough." Lee meracau sambil memilin putingnya sendiri.
Wajahnya kemerahan menahan nikmat. Sungguh sensasi yang luar biasa dapat menikmati nikmati penis sambil mengusap paha yang mulus dan meremas-remas pantat yang masih padat.
Kulanjutkan kenyotanku naik turun pada penis Lee. Kuusahakan penisnya bisa masuk sedalam-dalamnya. Sampai didalam kuhisap dan kuremas dengan gerakan mulut. Pokoknya aku mau memberikan yang terbaik buat yang kusayangi. Selama 2 menit kubikin Lee mendesah sambil terpejam-pejam. Kepala penisnya yang besar terasa menyumpal tenggorokanku. Ada sedikit rasa asin kala cairan precumnya kena lidahku. Terkadang kualihkan hisapanku pada pelirnya sementara tanganku mengocok batangnya yang sudah kulumuri ludah. Hal itu semakin membuatnya kelojotan.
"Hui, aku mau keluar.." Erangnya tiba-tiba.
Tubuhnya mengejang dan bergetar kencang. Aku cepat-cepat kembali melumat batangnya sembari meremas-remas pelirnya. Dia mengigit bibir bawahnya sambil tangannya menekan kepalaku kuat-kuat hingga penisnya amblas sedalam-dalamnya di mulutku. Aku menahan nafas agar tenggorokanku tidak sakit.
"Aach, auch.." Pantatnya terangkat tiga kali berbarengan dengan semprotan spermanya ke tenggorokanku. Kurasakan kehangatan mengalir dan masuk dalam tubuhku tanpa sempat aku rasakan kelezatannya. Namun sedikit-sedikit aku bisa merasakan gurih spermanya dari sisa-sisa yang mengalir dari kepala penisnya yang masih tegang. Batang penisnya tetap kukulum sampai Lee meronta geli, baru kulepaskan.
Kutindih tubuhnya yang lemas. Kutatap kepuasan dimatanya. Wajahnya yang merah karena kecapaian sungguh mempesonakan. Kembali kulumat bibirnya yang separuh terbuka, kutelusuri rongganya dengan lidahku. Lee menikmati sampai terpejam-pejam. Kubelai rambutnya. Sungguh, saat ini aku sangat menyayanginya. Apapun akan kulakukan untuk menyenangkan kesayanganku ini.
Setelah itu kamipun keluar kamar dan melihat TV di ruang tengah. Lee tampak kecewa karena aku menolak untuk di puaskan. Aku takut nanti ada yang datang, karena hari sudah menjelang sore. Aku bersandar di dinding, sedang Lee bersandar di badanku sambil tanganku memeluknya. Tak lama kemudian teman-teman berdatangan. Kulihat diantara mereka ada Song Min. Aku melihat ada kecemburuan di matanya saat melihat kami berdua.
*****
Pukul 11 siang aku tiba kembali di asrama. Pabrik cuti 3 hari. Lee pulang ke kotanya dan kembali pada akhir cuti. Aku baru pulang dari tempat temanku orang Indonesia yang berada di desa Wondang, belakang pabrik tempatku bekerja. Kemarin aku datang kesana. Dan disana ada banyak orang-orang Indonesia berkumpul. Kurang lebih 10 orang. Seperti biasa kami ngobrol sambil minum soju. Saling memperkenalkan diri. Tiba-tiba dari kamar mandi keluar seorang pemuda berkulit putih cuma memakai celana dalam. Dan dari balik CD biru tua itu aku melihat tonjolan yang cukup besar kalo dibanding dengan pemiliknya yang bertubuh ramping. Umurnya kutaksir tak berbeda jauh dariku. Mungkin 2 tahun lebih tua.
"Wah. Banyak orang hari ini." Serunya saat melihat kami berkumpul.
"Cepatlah kesini. Gabung dengan kita." Jawab salah seorang teman.
"Siapa dia, Mas?" Tanyaku pada Adi, temanku yang tinggal di asrama itu.
"Jin Yong. Teman kerja kami. Dia satu-satunya orang Korea yang tinggal di asrama." Jawab Adi.
Tak berapa lama pemuda itupun keluar dalam keadaan rapi dan segar. Rambutnya di pangkas pendek rapi, kulitnya lebih putih dari Lee. Pemuda ini banyak cakap dan cepat bergaul akrab dengan orang-orang yang baru dikenalnya.
"Eh, orang ini dari mana?" Tanyanya waktu melihatku yang dari tadi diam menyendiri. Maklum lagi sedih ditinggal Lee pulang.
"Teman kami juga. Orang Indonesia." Jawab Adi. Pemuda itu menatapku lekat-lekat.
"Tapi dia tidak sama dengan kalian. Tadi saya pikir dia orang Korea." Sahutnya lagi.
Bersambung . . . . .