Lidahku kuusap-usapkan pada kepala penisnya yang sensitif. Air liurku yang basah dan hangat mengolesi permukaan penisnya, bercampur dengan precumnya. Sengaja kugoda lubang kencingnya untuk mendapatkan lebih banyak precum. Kudengar Bang Veri mendesah..
"Hhoohh.. Aahh.. Teruskan, sayang.. Uuhh.. Yyeeaahh.. Enak sekali, Dek.. Oohh.." Kuteruskan seranganku selama beberapa menit sampai akhirnya Bang Veri memohon-mohon agar aku segera menyedot batang cintanya.
"Aahh.. Sedot batangku, Dek.. Abang butuh kamu.. Hhoohh.. Ayo donk.. Abang rindu mulut kamu, hisapanmu.. Aahh.." Bang Veri menatapku dengan pandangan memohon sekaligus penuh nafsu. Aku tak dapat menolaknya. Mulutku terbuka dan batang kejantanan Bang Veri melesat masuk.
"Mmpphh.." gumamku.
Mulutku penuh dengan penisnya. Rasa asin menyambut lidahku begitu kepala penisnya beristirahat di atas lidahku. Cairan pra ejakulasinya membanjiri mulutku. Kutelan semuanya dengan penuh nikmat. Cairan itu nikmat sekali, apalagi cairan itu dikeluarkan dari batang penis Bang Veri. Mulutku mulai bekerja seperti mesin menghisap debu, menghisap setiap tetes cairan precum yang masih tersisa di dalam lubang penisnya. Slurp! Slurp! Bang Veri hanya bisa mengerang-ngerang nikmat. Kepala penisnya berkedut-kedut di dalam mulutku yang hangat, sempit, dan basah.
"Hhoohh.. Sedot terus, Say.. Aahh.. Yyeeaahh.. Ini baru nikmat.. Aahh.. Buat Abang muncrat.. Hhoosshh.. Abang mau ngecret buat Adek.. Aahh.. Hisap terus, Dek.. Aahh.."
Kata-katanya membuatku semakin bernafsu saja. Kukerahkan semua ilmu oralku, kuberikan dia kepuasan yang takkan didapatnya dari pria mana pun juga. Aku hanya ingin menyenangkannya, memuaskannya. Pria gay lainnya pasti dapat menyedot penisnya dan membiarkannya menyodomi mereka, tapi mereka tak memiliki cinta tulus untuknya. Seks akan terasa lebih memuaskan bila ada cinta bersemi, karena masing-masing pihak akan terdorong untuk saling memberikan yang terbaik. Bisa membuat Bang Veri orgasme adalah kebahagiaanku, tak peduli apakah aku sendiri puas atau tidak. Hanya Bang Veri yang berarti dalam hidupku saat ini.
"Oohh.. Abang sayang Adek.. Aahh.. Sedot terus, Dek.. Aahh sedot terus.." Bang Veri memejamkan matanya agar dapat lebih menikmati kulumanku. Sesekali perutnya yang seksi berkontraksi, menahan nikmat.
"Hhoosshh.. Oohh.."
Slurp! Slurp! Lubang penis Bang Veri membuka saat lebih banyak precum mengalir keluar. Penis Bang Veri berusaha mencapai tenggorokanku, sesekali membuatku tersedak. Aku terus menyedot, menyedot, dan menyedot. Slurp! Kudengar desahan Bang Veri semakin kencang saja, seperti dengusan banteng mengamuk. Itu pertanda bahwa Bang Veri akan segera mencapai klimaks. Oh, saya ingin sekali Bang Veri ngecret di dalam mulutku agar saya bisa menelan saripati dirinya.
"Mmpphh.. Mmpphh.." Aku ingin mengerangkan kenikmatanku namun mulutku terlalu penuh dnegan batang penisnya.
Lidahku menyerang kepala penis Bang Veri dengan liar, menyapu-nyapu permukaannya yang sensitif. Lalu kuputuskan untuk membuatnya semakin blingsatan. Aku sengaja mengeluarkan penisnya dari mulutku. Kebetulan, aku juga perlu menarik nafas. Namun Bang Veri tampak panik.
"Jangan, Dek.. Aahh.. Hisap lagi.. Ayo.. Hhoohh.. Mau keluar, nih.. Hisap donk," bisiknya setengah memaksa.
Nampaknya Bang Veri memang telah berada di ambang orgasme karena penisnya berkedut-kedut tak karuan, hampir muncrat. Jika aku tidak menyedotnya lagi, orgasmenya akan datang tanpa kenikmatan yang berarti. Bang Veri bertekad untuk menuntaskan orgasmenya. Dengan meraih kepalaku, Bang Veri mendesakku untuk kembali menghisapnya. Karena ingin memuaskannya, aku kembali menghisapnya. Tak ingin melewatkan orgasme, Bang Veri menyetubuhi mulutku dengan cepat. nafasnya menderu-deru.
"Hhoohh.. Hhoosshh.. Hhoohh.." Dan kemudian.. Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Sperma kental nan hangat menyemprot keluar dari lubang kencing Bang Veri berkali-kali. Semburannya bertenaga dan kencang. Spermanya menyemprot sampai mengenai dinding tenggorokanku bagian dalam.
"Aahh!! Hhoohh!! Uughh!! Hhoosshh!!"
Erangan nikmatnya terdengar begitu keras di telingaku, padahal Bang Veri hanya mendesah. Tubuhnya yang indah terguncang orgasme. Setiap otot dan persendiannya berkontraksi hebat. Aku kewalahan menelan seluruh air mani yang dikeluarkan penisnya. Spermanya terasa agak asin dan sedikit pahit, tapi aku suka. Saat aku menyukai seorang laki-laki, aku akan menunjukkannya dengan cara menelan habis air maninya. Menelan mani memang berbahaya, karena bibit penyakit seksual bersarang dalam air mani. Itulah sebabnya para aktor porno jarang mau meminum sperma di depan kamera. Namun, saat aku mencintai seorang pria, aku tak peduli apapun juga. Aku hanya ingin hidup bersama dia, dan juga mati bersama dia.
"Hhoohh.." Bang Veri mendesah panjang saat tetes sperma yang terakhir mengalir keluar dari penisnya yang sudah mulai melemas. Kusedot sekuatnya. Slurp!
Bang Veri menarik penisnya keluar dari mulutku. Lalu dia beralih ke penisku yang masih tegang dan berdenyut. Seperti anak kecil yang mendapat mainan baru, Bang Veri sibuk memainkan batang penisku. Dengan cahaya remang-remang, Bang Veri berusaha melihat penisku. Belum pernah ada seorang pria pun, selama saya berhubungan intim dengan mereka, yang menaruh perhatian begitu besar pada penisku. Perlakuan Bang Veri membuatku merasa istimewa. Kupejamkan mataku dan kurasakan betapa hangat sentuhan tangannya. Penisku berdenyut-denyut bahagia. Cairan precum mengalir dari lubang penisku dan jatuh mengenai genggaman tangannya. Tangannya bergerak naik-turun, memasturbasi penisku. Aku hanya bisa mendesah keenakan. Sungguh nikmat sekali.
Sambil aktif memainkan penisku, Bang Veri mencium bibirku. Lidah kami bertautan sementara air liur kami berbaur. Gerakan kocokan tangannya semakin cepat dan bertenaga. Penisku diperah-perah seperti puting sapi. nafasku makin memburu, dadaku naik-turun menghela nafas, badanku dilapisi keringat. Oh, aku tak dapat menahannya lagi. Tekanan di dalam bola pelirku sudah mencapai puncaknya. Penisku berkedut-kedut dan mengembang. Aku akan ngecret! Akhirnya.. Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Spermaku bermuncratan, membasahi tangan Bang Veri dan bagian bawah tubuhku. Aku mendesah-desah sementara tubuhku diguncang orgasme.
"Hhoohh!! Aahh!! Uugghh!!" erangku, suaraku kutahan seperti desahan agar keluargaku tak mendengarnya.
Ah, orgasme yang sungguh nikmat. Bang Veri tak mau melepas penisku sampai tetes air mani yang terakhir. Saat semuanya usai, dengan lembut, Bang Veri membaringkan tubuhku di atas ranjang. Noda mani yang berada di tangannya dijilat-jilatinya. Sisanya dioleskan di tubuhku seperti mengoleskan lotion. Aku masih berusaha mengendalikan nafasku dan mengembalikan energiku. Ah, rasanya letih sekali, tapi juga sekaligus sangat menyenangkan.
Bang Veri kemudian merengkuh dan menciumiku. Kami berbaringan sambil saling memeluk. Kehangatan tubuhnya melindungiku dari udara malam yang dingin. Aku merasa aman sekali di dalam lindungannya. Ah, aku sangat merindukan perasaan indah ini. Hanya ada cinta, dan cintaku ini kekal adanya. Pria yang berhasil mendapatkan cintaku adalah pria yang sangat beruntung. Dan dalam hal ini, Veri lah pria yang beruntung itu.
"Bang Veri, aku cinta Abang," bisikku, bergelayutan mesra di dalam pelukannya.
"Abang juga," bisiknya sambil mengeratkan pelukannya.
"Abang juga.."
Dengan tenang, kupejamkan mataku sambil merasakan kehangatan tubuh dan cinta Bang Veri. Bisa memiliki dan dimiliki Bang Veri seutuhnya sudah cukup membuatku puas. Tak ada lagi yang kuinginkan di dunia ini, selain Bang Veri. Cinta memang datang tak terduga. Aku sangat bersyukur telah diberi kesempatan untuk dapat mengenal pria seistimewa Bang Veri. Kuharap hubungan cinta kami takkan pernah berakhir karena aku tak sanggup membayangkan bagaimana hidupku tanpa dirinya di sampingku..
*****
Aku tak percaya bahwa akhirnya impianku untuk menikah terwujud juga. Bang Veri dan aku sedang berada di Holland, Belanda. Kami saat itu sedang berada di dalam balai pernikahan gay. Balai itu didirikan untuk melayani pernikahan sejenis dari seluruh dunia. Sebenarnya istilah mereka bukanlah pernikahan, melainkan penyatuan (union). Sertifikat yang dikeluarkan adalah sertifikat asli, resmi, dan formal, namun sayangnya tidak diakui di negara-negara yang menentang hubungan percintaan homoseksual.
Tak ada kemewahan dan hingar-bingar pesta meriah. Yang ada hanyalah Bang Veri, aku, petugas pencatat pernikahan, dan beberapa saksi yang disediakan balai itu. Setelah tanda tangan kami bubuhkan, kami resmi menjadi pasangan. Bang Veri memberi sebuah ciuman mesra di bibirku begitu petugas pencatat mengatakan, "Kalian kuresmikan sebagai pasangan." Ciumannya terasa lebih menggelora, memabukkanku. Kubalas ciumannya dengan gelora cinta yang tak kalah besarnya. Kubisikkan di telinganya bahwa aku sangat mencintainya, dan Bang Veri mengangguk-ngangguk. Sayup-sayup di kejauhan, aku mendengar bunyi lonceng berdentang, seakan dibunyikan untuk menyambut 'pernikahan' kami.
Malamnya, kami merayakan pernikahan kami dengan makan malam di restoran hotel. Kebetulan hotel yang kami tempati adalah hotel gay sehingga kami dapat bebas berpelukan dan berciuman. Di tempat itu banyak pria-pria muda homoseksual mondar-mandir tapi aku tak pernah mengkhawatirkan Bang Veri karena aku tahu bahwa dia orang yang setia dan baik. Aku sendiri juga merasa sangat beruntung bisa menjadi miliknya.
Aku benar-benar sangat mencintai Bang Veri. Tak dapat kubayangkan apa yang akan terjadi padaku jika Bang Veri tak bersamaku. Makan malam kami berjalan romantis sekali. Beberapa pasang mata menatap kami dengan pandangan iri. Ada juga yang menatap dengan pandangan penuh nafsu. Tapi mereka hanya bisa gigit jari karena Bang Veri adalah milikku dan aku adalah miliknya seorang. Bang Veri tak henti-hentinya menatap wajahku. Demi dia, aku sengaja melepaskan kacamataku. Meskipun pandanganku agak buram, Bang Veri bersedia membimbingku.
Bersambung . . . .